Siapa sangka dalam fiksi yang begitu mini ini, pun masih juga tetap mempertahankan kittah-nya sebagai karya sastra yang utuh?
Memiliki awal, tengah dan akhir. Memiliki elemen cerita yang utuh seperti, karakter, setting, konflik dan juga resolusi atawa pesan dan kesimpulan akhir. Juga penekanan terhadap twist ending binti akhir yang menikung, atau dalam bahasa lazim kita sebut sebagai akhir yang nyeleneh serta mengejutkan kecerdasannya. Serta yang terakhir –dan ini saya kira adalah yang terpenting, walau tentu saja menurut saya pribadi serta golongan hahahay…- yaitu bahwa kaidah-kaidah yang digunakan dalam fiksi mini menjadi lebih ‘manusiawi’ bagi para penikmatnya, dengan tidak membodohi penikmatnya melalui penjejalan informasi pembangun cerita yang sebanyak-banyaknya serta sejelas-jelasnya, sekan tanpa itu semua pembaca tak lebih dungu dari seekor mamalia, yang tak akan pernah bisa untuk memahami apa yang dimaksudkan oleh penulis dalam ceritanya.
Mari kita intip sedikit contohnya, karena bukankah peradaban kita telah ‘terbiasa’ dibangun dengan cara pengujian melalui pilihan ganda? Makanya saya kasih contoh sebagai alternatif jawaban atau bentuk nyata dari rentetan paragraf pembuka di atas yang kental aura teoritisnya itu. Tak tanggung-tanggung saya kasih 6 sekaligus, yang singmasing saya kira cukup untuk mewakili fiksi mini dengan kadar jumlah kata tertentu yang berbeda-beda, cekibrot…! ^_
AnjingÂ
Ia berubah jadi anjing. Itulah hari paling membahagiakan dalam hidupnya. Anak istrinya yang kelaparan segera menyembelihnya.
Â
Misteri Mutilasi
Ia memotong-motong tubuhnya sendiri, dan membuangnya ke kali. Polisi masih sibuk mencari pembunuhnya, sampai kini. (Agus Noor).
Â
Sebab Akibat
Sontak seluruh penumpang menutup hidung.
“Aaalamaaak.. “