Â
Adakah kematian yang lebih gahar dari ini...? Sebuah ramalan paling sarkas yang pernah saya terima, yang tentunya terjadi saat kondisi emosi hanya setebal pucuk lidi, dalam sebuah kesalah pahaman waktu itu, yang nyaris finish namun selalu saja kembali urung mengujung.
Dan dalam prosesi yang pernah digambarkan itu, dengan angan nakal saya membuat satu strip adegan film bisu hitam putih ketika tubuh saya yang terbujur kaku tersebut, digotong oleh begitu banyak murid saya yang berjalan dengan langkah gagah dan angkuhnya. Dagu mereka sedikit terangkat, mungkin.
Dan setelah onggokan kaku itu selesai di-blesekkan ke dalam tanah dan di urug, satu persatu rombongan murid berbaris teratur dan pergi dengan tertibnya seperti sebuah upacara. Tentu saja setelah sebelumnya mereka secara bergantian memberikan penghormatan terakhirnya... dengan cara meludahi kuburan saya dengan sengaknya (hehehe...). Sebagai tanda bahwa mereka mengakui kesombongan saya terhadap semua yang semasa hidup pernah tak habis-habisnya mencoba menekan dan membuat saya tak berdaya, yang anehnya tetap saja tak pernah mampu untuk membuat saya menyerah kalah walau hanya menundukkan kepala sebagai isyarat terhina sekalipun, melainkan terus berjalan dengan gagahnya menuju tempat di mana semua menjelma yang seharusnya terjadi, dan bukan yang sekedarnya ada.
Â
Adakah dunia yang lebih kusam dan rancu dari Dunia Aneh Si Bayangan?
Ada.
Dan itu –sekali lagi- adalah dunia pendidikan di Indonesia...!
Â
Lengkap sudah kebencian saya terhadap dunia yang penuh dengan hiruk-pikuk kegiatan belajar-mengajar tersebut. Dari hulu ke hilir semuanya getir. Tak sekedar kurikulum dan sistemnya yang seringkali terasa kedaluarsa, yang ketika terjadi perombakan justru lebih terkesan panik dan terlalu memaksakan diri. Ditambah lagi dengan ulah ‘segelintir’ guru dan praktisi pendidikan yang kerap membuat gerah, yang tentu saja dilakukan oleh mereka-mereka yang cuma berstatus oknum saja. Dan bertambah parah dengan kontinuitas amat rendah pada siswa sebagai obyek pelaksana, menjadikan dunia pendidikan yang asli terjadi di dunia nyata harusnya dikemas dan dilemparkan ke gudang yang penuh dengan barang rongsokan karena memang sudah tak ada lagi sesuatupun yang berharga tersisa di dalamnya.
Dan dengan semua kenyataan yang ada dalam dunia pendidikan tersebut, serta-merta menerbitkan antipati yang dalam pada diri saya. Memiting sel dan juga seluruh jaringan sistem syaraf yang ada dalam otak saya untuk tidak akan pernah menyerahkan pendidikan anak-anak saya kelak kepada jenjang formal tersebut.