Mohon tunggu...
Ahmad Faizal Abidin
Ahmad Faizal Abidin Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Sebagai seorang mahasiswa yang selalu berusaha memberikan hal-hal bermanfaat untuk semua orang, saya senang berbagi ide dan inspirasi dalam berbagai bentuk. Mulai dari artikel mendalam, opini yang membuka wawasan, puisi yang penuh makna, hingga cerpen yang menghibur dan humor yang segar. Setiap karya yang saya hasilkan bertujuan untuk memberi nilai tambah, memperkaya pengetahuan, dan menghadirkan senyuman di tengah rutinitas sehari-hari. Melalui tulisan, saya berharap bisa membangun jembatan pemahaman dan mendorong kreativitas, baik untuk diri sendiri maupun orang lain.

Selanjutnya

Tutup

Book Pilihan

Esensi Kebebasan dalam Perspektif Alamiah: Menelusuri Sifat dan Nilainya

14 Oktober 2024   05:44 Diperbarui: 14 Oktober 2024   07:20 32
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kebebasan positif, seperti yang didefinisikan sebelumnya, terkait erat dengan kemampuan seseorang untuk mencapai tujuan dan menjalani hidup sesuai dengan kehendaknya. Dalam konteks ini, kekayaan memainkan peran penting, karena kekayaan memberikan sumber daya yang memungkinkan seseorang untuk memiliki pilihan lebih banyak dalam hidup. Filsuf politik Marxis Gerald Cohen mengungkapkan hubungan ini secara sederhana dengan mengatakan bahwa "Memiliki uang berarti memiliki kebebasan."

Cohen berpendapat bahwa uang, atau lebih tepatnya kekayaan yang diwujudkan dalam bentuk uang, berfungsi seperti tiket yang memberi seseorang akses ke berbagai peluang dan pengalaman di dunia. Semakin banyak kekayaan yang dimiliki seseorang, semakin besar kapasitas mereka untuk memilih dan melakukan hal-hal yang mereka inginkan, seperti pendidikan yang lebih baik, layanan kesehatan berkualitas, atau bahkan sekadar waktu luang untuk mengejar minat pribadi. Dalam hal ini, kekayaan memperluas pilihan dan daya seseorang, sehingga menambah kebebasan yang mereka miliki.

Sebagai contoh, seseorang yang memiliki kekayaan lebih besar mungkin lebih bebas untuk bepergian, memilih pekerjaan yang diinginkan, atau memperoleh pendidikan yang lebih baik, dibandingkan dengan orang yang memiliki kekayaan terbatas. Kekayaan tersebut memberikan mereka lebih banyak alat untuk mewujudkan cita-cita mereka dan menjalani kehidupan sesuai dengan tujuan dan preferensi pribadi.

Oleh karena itu, kebebasan positif, menurut Cohen, bukan hanya soal ketiadaan hambatan, tetapi juga soal akses terhadap sumber daya yang memungkinkan seseorang untuk mewujudkan kebebasannya secara nyata. Ini berarti bahwa semakin banyak kekayaan yang dimiliki seseorang, semakin banyak kebebasan yang ia miliki untuk mencapai potensi penuh dirinya, membuat keputusan yang lebih luas, dan memiliki kendali lebih besar atas hidupnya.

Isaiah Berlin dan banyak filsuf politik sezamannya menyadari bahwa dua konsep kebebasan—kebebasan negatif dan kebebasan positif—secara alami mengarah pada cita-cita politik yang berbeda. Kebebasan negatif, yang menekankan pada absennya campur tangan dari pihak luar, lebih sering dikaitkan dengan liberalisme klasik dan libertarianisme. Di sisi lain, kebebasan positif, yang berfokus pada kapasitas individu untuk mencapai tujuan, cenderung mendukung cita-cita politik yang lebih condong ke sosialisme dan negara yang aktif.

Liberal klasik dan libertarian berpendapat bahwa kebebasan positif, jika dianggap sebagai bentuk kebebasan sejati, akan membenarkan peran negara yang lebih besar dan ekspansif. Negara, dalam upaya memberikan kebebasan positif, mungkin akan merasa perlu untuk campur tangan dalam kehidupan warga, misalnya dengan redistribusi kekayaan, kontrol ekonomi, dan penyediaan layanan sosial. Mereka khawatir bahwa negara yang terlalu kuat bisa "memaksa kita untuk bebas," yaitu memaksakan kontrol atas individu atas nama memberikan kebebasan atau kesejahteraan, yang pada akhirnya justru mengurangi kebebasan negatif—kebebasan dari paksaan.

Sebaliknya, kaum Marxis dan sosialis menyambut konsep kebebasan positif dengan antusias. Mereka berpendapat bahwa kebebasan negatif saja—yang hanya menghindari campur tangan—tidak cukup berharga tanpa adanya kebebasan positif, yaitu jaminan bahwa setiap orang memiliki sumber daya yang memadai untuk menjalani kehidupan yang bermartabat. Kebebasan untuk melakukan sesuatu, menurut mereka, memerlukan lebih dari sekadar tidak ada campur tangan; itu memerlukan akses ke kekayaan dan sarana untuk mewujudkan kebebasan tersebut. Sosialisme, dengan redistribusi kekayaan dan kontrol ekonomi yang lebih merata, menjanjikan bahwa semua orang akan memiliki kekayaan dan kesempatan yang cukup untuk hidup dengan layak.

Para pendukung sosialisme mengklaim bahwa dalam ekonomi pasar bebas, kebebasan negatif sering hanya menjadi milik segelintir orang yang memiliki kekayaan besar, sementara sebagian besar masyarakat tetap terbatas oleh kemiskinan, kurangnya akses pendidikan, atau kesehatan. Oleh karena itu, menurut pandangan ini, sosialisme lebih unggul karena dapat menjamin setiap orang kebebasan positif, yaitu akses ke sumber daya yang diperlukan untuk menjalani kehidupan yang bermakna dan produktif. Ini adalah titik sentral dalam perdebatan ideologis antara dua konsep kebebasan ini: apakah kebebasan hanya soal tidak adanya paksaan, atau juga harus mencakup kemampuan nyata untuk mewujudkan kehidupan yang diinginkan.

Perdebatan ini pada akhirnya menjadi pertempuran ideologis yang mendalam antara model politik liberal yang lebih laissez-faire dan model sosialisme yang menuntut peran aktif negara dalam menciptakan kesetaraan substantif dan kebebasan positif bagi semua warganya.

Perdebatan panjang tentang makna istilah “liberty” dan “freedom” seringkali didasarkan pada asumsi bahwa kebebasan adalah sesuatu yang seharusnya dilindungi, dipromosikan, atau dijamin oleh pemerintah. Baik liberal klasik maupun sosialis umumnya menerima asumsi ini, sehingga perdebatan mereka tentang kebebasan sering berubah menjadi pertempuran ideologis mengenai bagaimana pemerintah seharusnya melindungi atau mengatur kebebasan tersebut. Misalnya, liberal klasik cenderung menekankan perlindungan kebebasan negatif, sementara sosialis lebih mempromosikan kebebasan positif melalui intervensi negara.

Namun, ada argumen bahwa seluruh perdebatan ini mungkin berakar pada kesalahan asumsi. Tidak ada alasan mutlak untuk berasumsi bahwa kebebasan secara otomatis harus dilihat sebagai sesuatu yang wajib dijamin oleh tindakan pemerintah. Asumsi ini, yang dianggap oleh banyak filsuf politik sebagai landasan, justru dapat memperumit pemahaman kita tentang kebebasan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun