Ketakutan terbesar orang yang mengalami FOMO adalah merasa tertinggal atau terlewatkan dari sesuatu yang menyenangkan, penting, atau bermanfaat. Ketika ada ajakan untuk acara sosial, hangout, atau kegiatan lainnya, mereka merasa cemas bahwa jika mereka menolak, mereka mungkin akan kehilangan pengalaman yang berharga. Perasaan ini sering kali muncul meskipun kegiatan tersebut sebenarnya tidak relevan atau menarik bagi mereka. Dalam usaha untuk tidak melewatkan apapun, mereka akhirnya mengatakan "ya" bahkan ketika tidak ingin.
b. Kebutuhan untuk Dianggap Relevan
Orang yang mengalami FOMO sering merasa perlu tetap relevan dalam lingkaran sosial mereka. Mereka takut jika mereka menolak ajakan atau kegiatan, teman-teman mereka akan melanjutkan tanpa mereka, dan ini bisa menyebabkan perasaan keterasingan. Oleh karena itu, mereka mengatakan "ya" agar tetap terhubung dengan lingkungan sosialnya, meskipun mereka harus mengikuti kegiatan yang tidak mereka sukai atau bahkan tidak perlu.
c. Tekanan Sosial
Tekanan sosial memainkan peran besar dalam kebiasaan ini. Banyak orang merasa bahwa mereka harus selalu setuju dengan ajakan dari teman atau kolega untuk menjaga hubungan sosial. Mereka mungkin takut bahwa jika mereka menolak, mereka akan dianggap tidak kooperatif atau bahkan dijauhi. Ketika mengalami FOMO, tekanan ini menjadi lebih besar, dan orang tersebut merasa sulit untuk menolak meskipun sebenarnya mereka lebih memilih tidak ikut serta.
d. Mengorbankan Diri untuk Validasi Eksternal
Kebiasaan mengatakan "ya" meskipun tidak ingin sering kali disebabkan oleh kebutuhan untuk mendapatkan validasi atau persetujuan dari orang lain. Mereka yang mengalami FOMO mungkin merasa bahwa dengan selalu bersedia ikut dalam berbagai aktivitas, mereka akan mendapatkan penerimaan dan pengakuan dari teman-teman atau lingkungannya. Mereka khawatir bahwa jika mereka menolak, mereka akan kehilangan posisi atau status sosial tertentu, yang membuat mereka merasa tidak berharga.
e. Merasa Terpaksa Berpura-pura Menikmati
Ketika seseorang mengatakan "ya" pada ajakan yang tidak mereka inginkan, sering kali mereka harus berpura-pura menikmati kegiatan tersebut. Meskipun sebenarnya merasa lelah, tidak tertarik, atau ingin melakukan hal lain, mereka merasa terpaksa untuk menunjukkan bahwa mereka senang mengikuti acara tersebut. Hal ini dapat menjadi beban emosional dan mental, karena mereka tidak hanya menghabiskan waktu mereka pada hal-hal yang tidak mereka nikmati, tetapi juga harus menekan perasaan mereka yang sebenarnya.
f. Mengorbankan Waktu dan Energi untuk Kegiatan yang Tidak Penting
Akibat dari selalu mengatakan "ya" adalah seseorang mengorbankan waktu dan energi mereka untuk hal-hal yang tidak penting atau tidak bermanfaat. Mereka mungkin merasa kewalahan karena terlibat dalam terlalu banyak aktivitas, tanpa mendapatkan kepuasan atau manfaat nyata dari pengalaman tersebut. Pada akhirnya, ini bisa mengganggu keseimbangan kehidupan pribadi mereka, termasuk mengorbankan waktu istirahat, pekerjaan, atau kegiatan yang lebih bermakna.