Mohon tunggu...
Ahmad Faizal Abidin
Ahmad Faizal Abidin Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Sebagai seorang mahasiswa yang selalu berusaha memberikan hal-hal bermanfaat untuk semua orang, saya senang berbagi ide dan inspirasi dalam berbagai bentuk. Mulai dari artikel mendalam, opini yang membuka wawasan, puisi yang penuh makna, hingga cerpen yang menghibur dan humor yang segar. Setiap karya yang saya hasilkan bertujuan untuk memberi nilai tambah, memperkaya pengetahuan, dan menghadirkan senyuman di tengah rutinitas sehari-hari. Melalui tulisan, saya berharap bisa membangun jembatan pemahaman dan mendorong kreativitas, baik untuk diri sendiri maupun orang lain.

Selanjutnya

Tutup

Humor Pilihan

Kerajaan Nepo-Nepotisme

6 Oktober 2024   14:24 Diperbarui: 6 Oktober 2024   14:28 128
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pinterest.com/wordpressdotcom 


Suatu hari, di sebuah kerajaan yang dipimpin oleh Raja Nepo, sang penguasa terkenal karena satu kebijakan aneh: semua jabatan penting di kerajaan hanya bisa dipegang oleh keluarganya.

Suatu hari, Menteri Pembangunan datang menghadap.

Menteri: "Yang Mulia, kami butuh insinyur yang handal untuk membangun jembatan. Ada calon luar biasa dari desa seberang, sangat berpengalaman."

Raja Nepo: "Hmmm... pengalamannya seberapa?"

Menteri: "Dia sudah membangun 10 jembatan besar yang semua masih berdiri kokoh!"

Raja Nepo: "Wah, hebat sekali! Tapi... apakah dia sepupu dari adik ipar anak sepupu bibi istri kakak ipar saudara tiri dari paman jauhku?"

Menteri: "Ehm... tidak, Yang Mulia."

Raja Nepo: "Ya sudah, lupakan. Panggil saja keponakanku yang baru belajar Lego. Pasti cocok!"

Dan begitulah, kerajaan itu pun penuh dengan bangunan miring dan jalan buntu... tapi keluarga Raja? Makmur sentosa!

Menteri Pembangunan yang sudah terbiasa dengan keputusan Raja Nepo hanya bisa menghela napas panjang. Di luar ruang istana, ia berpapasan dengan Menteri Keuangan yang wajahnya terlihat lesu.

Menteri Keuangan: "Kenapa kau terlihat putus asa, sahabat?"

Menteri Pembangunan: "Oh, biasa. Urusan jembatan. Bagaimana denganmu?"

Menteri Keuangan: "Jangan tanya... Raja baru saja menunjuk keponakannya yang masih belajar menghitung dengan sempoa sebagai Kepala Perbendaharaan Kerajaan."

Menteri Pembangunan: "Astaga! Apa kau tak coba protes?"

Menteri Keuangan: "Sudah. Tapi Raja bilang, 'Tenang, dia jenius! Dia bisa menghitung hingga 100 tanpa salah. Memang, hanya jika pakai jari, tapi dia masih muda!'"

Menteri Pembangunan: "Luar biasa. Sepertinya di kerajaan ini, makin kecil koneksi keluargamu, makin besar peluangmu jadi 'pengangguran terhormat.'"

Tiba-tiba, dari kejauhan terdengar teriakan Menteri Pertahanan yang berlari-lari sambil panik.

Menteri Pertahanan: "Tolong! Tolong! Kita sedang diserang musuh!"

Raja Nepo keluar dengan santai dari ruang istananya.

Raja Nepo: "Jangan khawatir. Aku sudah menunjuk komandan perang baru."

Semua menteri menatap Raja dengan harap-harap cemas.

Raja Nepo: "Ini dia, cucuku yang baru berusia 5 tahun! Dia jago main gim perang di tablet. Dia bilang, serangan balik kita hanya butuh satu 'swipe' dan 'tap' saja."

Menteri Pembangunan dan Menteri Keuangan saling pandang.

Menteri Pembangunan: "Sahabat, sepertinya kita lebih baik menyiapkan CV... siapa tahu ada kerajaan lain yang butuh menteri tanpa hubungan darah."

Menteri Keuangan: "Betul. Aku dengar ada kerajaan tetangga yang pemimpinnya justru lebih suka orang-orang yang tidak pernah main Lego atau sempoa."

Dan begitulah, di Kerajaan Nepo-Nepotisme, jabatan terus bergulir dari satu anggota keluarga ke anggota lainnya... sedangkan para menteri aslinya? Mereka akhirnya belajar jadi penjual di pasar kerajaan!

Suatu hari, pasar kerajaan menjadi ramai dengan pengunjung. Menteri Pembangunan kini punya kios kecil yang menjual peralatan tukang, sementara Menteri Keuangan menjual kalkulator dan sempoa dengan diskon besar-besaran.

Menteri Pembangunan: "Lihatlah ini, palu berkualitas tinggi. Dulu aku yang merancang gedung istana dengan alat seperti ini!"

Menteri Keuangan: "Dan ini, kalkulator super canggih. Lebih cepat daripada menghitung dengan jari, lho!"

Tiba-tiba, mereka melihat Menteri Pendidikan yang tampak kebingungan mondar-mandir di pasar.

Menteri Pembangunan: "Hei, sahabat! Kenapa kau berkeliaran di sini?"

Menteri Pendidikan: "Ah, begitulah nasibku. Raja Nepo baru saja menggantikan posisiku dengan anaknya yang masih belajar alfabet. Dia bilang, 'Biar saja, nanti dia belajar sambil bekerja!'"

Menteri Keuangan: "Ah, kau kena juga. Ya, sudah. Mau bergabung dengan kami di pasar? Mungkin kau bisa jualan buku."

Menteri Pendidikan menghela napas, lalu bergabung dengan mereka. Kini tiga mantan menteri duduk di kios kecil mereka, sambil mengamati situasi kerajaan dari kejauhan.

Menteri Pendidikan: "Ngomong-ngomong, kalian dengar kabar terbaru? Ternyata Raja Nepo juga menunjuk sepupu jauhnya sebagai kepala ilmuwan kerajaan. Padahal, dia cuma pernah bikin eksperimen... meledakkan botol soda!"

Menteri Pembangunan: "Aku sudah tak terkejut lagi. Kalau begini terus, mungkin tak lama lagi, anjing peliharaannya bakal jadi penasehat kerajaan."

Tiba-tiba, seekor anjing kecil berlari melewati mereka, dengan medali emas tergantung di lehernya. Di belakangnya, seorang pengawal berteriak.

Pengawal: "Hormat! Hormat pada Penasehat Agung Kerajaan!"

Menteri Keuangan, Pendidikan, dan Pembangunan saling pandang dengan tatapan kosong.

Menteri Pembangunan: "Baiklah, kupikir aku harus mulai menjual rantai anjing yang mewah. Siapa tahu permintaannya meningkat."

Dan begitulah, kerajaan semakin absurd, penuh dengan jabatan yang diisi oleh siapa saja asal ada hubungan darah dengan Raja Nepo. Sementara itu, di pasar, para mantan menteri menikmati hidup baru mereka sebagai penjual sukses, karena rupanya rakyat lebih percaya membeli dari mereka daripada dari kebijakan kerajaan.

Menteri Pendidikan: "Akhirnya, kita belajar satu hal."

Menteri Keuangan: "Apa itu?"

Menteri Pendidikan: "Terkadang, di kerajaan ini, kita harus melepaskan jabatan untuk menemukan 'masa depan' yang sebenarnya."

Mereka semua tertawa, dan mulai menerima kenyataan---di Kerajaan Nepo-Nepotisme, jabatan bisa hilang, tapi akal sehat dan humor tetap bertahan.

Seiring berjalannya waktu, pasar kerajaan tempat para mantan menteri berkumpul semakin ramai. Orang-orang dari seluruh negeri lebih suka datang ke pasar daripada pergi ke istana, karena para mantan menteri dikenal lebih kompeten dibanding "pegawai keluarga kerajaan" yang sibuk dengan hal-hal aneh.

Suatu hari, seorang bangsawan dari kerajaan tetangga berkunjung ke pasar. Dia kebingungan saat melihat banyak mantan pejabat kerajaan berjualan di kios-kios kecil.

Bangsawan: "Apa yang terjadi di sini? Bukankah kalian semua dulunya menteri kerajaan?"

Menteri Pembangunan: "Betul sekali. Tapi di sini, jabatan hanya diberikan kepada mereka yang punya 'hubungan darah'---bukan pengalaman."

Bangsawan tertawa kecil. "Ah, ini pasti lelucon."

Menteri Keuangan: "Kalau saja itu benar. Kami sudah terbiasa dengan sistem di mana sepupu jauh bisa menjadi kepala bank, dan anak kecil menjadi jenderal perang."

Bangsawan: "Luar biasa! Kalau begitu, aku harus melapor ke rajaku. Mungkin kita bisa buka cabang kerajaan di sini---kerajaan tetangga kami sudah bosan dengan pemimpin yang terlalu kompeten."

Semua mantan menteri tertawa.

Namun, di tengah canda tawa mereka, kabar mengejutkan datang. Raja Nepo, yang selama ini memerintah dengan penuh nepotisme, tiba-tiba mengeluarkan dekrit. Seluruh rakyat diundang untuk sebuah acara besar di istana, di mana raja akan mengumumkan perubahan besar di kerajaan.

Menteri Pendidikan: "Kira-kira apa yang akan diumumkan Raja? Apakah dia akan menunjuk kucing peliharaannya sebagai penasihat militer?"

Menteri Keuangan: "Mungkin anak cucunya yang masih dalam kandungan akan ditunjuk sebagai gubernur."

Penasaran dengan acara itu, mereka pun memutuskan untuk menghadiri pengumuman tersebut. Di alun-alun istana, rakyat berkumpul dengan harap-harap cemas. Raja Nepo berdiri di podium, tersenyum lebar.

Raja Nepo: "Rakyatku yang tercinta! Hari ini, aku akan memperkenalkan kepala penasihat baru kerajaan, yang telah kupilih dengan hati-hati, tanpa melihat hubungan darah."

Kerumunan terkejut. Semua orang saling berbisik.

Menteri Pembangunan: "Tidak mungkin. Raja Nepo mau mengakhiri tradisi nepotismenya?"

Raja Nepo melanjutkan, "Izinkan aku memperkenalkan penasihatku yang baru... Nenekku!"

Seluruh alun-alun terdiam sejenak, lalu terdengar gumaman kecewa dari rakyat. Mantan menteri saling pandang sambil menahan tawa.

Menteri Keuangan: "Yah, setidaknya bukan kucingnya."

Tapi yang lebih mengejutkan lagi, nenek Raja Nepo ternyata seorang perempuan tua yang bijaksana dan langsung memberikan nasihat yang masuk akal. Dia berkata kepada Raja Nepo, "Cucuku, cukup sudah menunjuk keluarga. Lihatlah pasar! Rakyat lebih percaya kepada mantan menteri daripada para sepupu-sepupumu."

Raja Nepo yang selama ini hanya memikirkan nepotisme, tampak terkejut. "Tapi, Nek... mereka semua keluargaku..."

Neneknya menggelengkan kepala. "Ingatlah, cucuku. Keluarga adalah penting, tapi kompetensi dan keahlian itu tak ternilai. Kalau kamu terus begitu, kau bisa jadi raja tanpa rakyat."

Raja Nepo mulai berpikir keras. Ia melihat pasar yang makmur, melihat mantan menteri yang masih dicintai rakyat, dan akhirnya memutuskan...

Raja Nepo: "Baiklah, mulai hari ini, aku akan menunjuk orang berdasarkan kemampuan mereka, bukan hubungan keluarga!"

Rakyat bersorak gembira. Mantan menteri tersenyum, merasa akhirnya ada harapan bagi kerajaan itu.

Dan begitulah, di Kerajaan Nepo-Nepotisme, era baru dimulai. Raja Nepo belajar bahwa keluarga tidak selalu ahli dalam segala hal, dan para mantan menteri akhirnya diundang kembali ke istana untuk memimpin pemerintahan dengan bijak.

Menteri Pembangunan: "Lihat, kita kembali ke istana. Tapi kali ini, aku akan tetap jualan palu di pasar, siapa tahu butuh cadangan."

Menteri Keuangan: "Aku setuju. Lagi pula, kita sudah jadi pedagang terkenal!"

Kerajaan itu pun makmur kembali, bukan karena nepotisme, tetapi karena kombinasi antara humor, akal sehat, dan kebijaksanaan... yang semuanya dipelajari dari pengalaman di pasar!

Tamat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humor Selengkapnya
Lihat Humor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun