"Hmm... ada potensi dia memanfaatkan pemilu buat kepentingan pribadinya nih," Laras menyimpulkan.
"Tapi bukti konkritnya belum ada, Lar. Kita nggak bisa asal menuduh," Bima mengingatkan.
"Bener sih. Tapi feelingku mengatakan ada sesuatu yang dia sembunyikan," Laras mengusap wajahnya yang terasa penat. "Kita perlu cari angle lain, gali informasi dari orang-orang yang nggak suka sama dia."
Keesokan harinya, Laras dan Bima menemui Wulan, aktivis lingkungan yang pernah berseberangan dengan Rian terkait kasus dugaan pencemaran limbah pabrik milik Rian.
"Rian itu orangnya licik dan manipulatif," Wulan berapi-api menceritakan pengalamannya. "Dia jago pencitraan, tapi di balik itu semua dia cuma mikirin keuntungan sendiri."
Mendengar cerita Wulan, keyakinan Laras semakin kuat. Rian tak sebening citranya di depan publik. Namun, ia butuh bukti yang lebih kuat untuk bisa mengungkap tabir kebenaran.
"Makasih banyak infonya, Wulan. Ini sangat membantu penyelidikan kita," Laras mengucapkan terima kasih sambil mencatat poin-poin penting dari cerita Wulan.
"Sama-sama, Laras. Jangan biarkan orang seperti Rian memanfaatkan demokrasi untuk kepentingan pribadinya," pesan Wulan penuh semangat.
Laras dan Bima keluar dari tempat pertemuan mereka, langkah mereka dipenuhi tekad. Bisikan gelisah yang semula samar-samar kini berubah menjadi teriakan keadilan. Mereka tahu perjuangan mereka takkan mudah, tapi mereka tak akan mundur sebelum kebenaran terungkap.
Bab 3: Jebakan dan Serangan Balik
Hari-hari Laras dan Bima dipenuhi ketegangan. Mereka terus menggali informasi tentang Rian, semakin dalam mereka menyelam, semakin pekat aroma kecurigaan yang mereka hirup. Bukti-bukti yang mereka kumpulkan mengarah pada dugaan praktik kecurangan kampanye yang dilakukan Rian dan timnya.