Mohon tunggu...
Ahmad Faizal Abidin
Ahmad Faizal Abidin Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Sebagai seorang mahasiswa yang selalu berusaha memberikan hal-hal bermanfaat untuk semua orang, saya senang berbagi ide dan inspirasi dalam berbagai bentuk. Mulai dari artikel mendalam, opini yang membuka wawasan, puisi yang penuh makna, hingga cerpen yang menghibur dan humor yang segar. Setiap karya yang saya hasilkan bertujuan untuk memberi nilai tambah, memperkaya pengetahuan, dan menghadirkan senyuman di tengah rutinitas sehari-hari. Melalui tulisan, saya berharap bisa membangun jembatan pemahaman dan mendorong kreativitas, baik untuk diri sendiri maupun orang lain.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Simfoni Suara: Bisikan Demokrasi

4 Februari 2024   14:09 Diperbarui: 4 Februari 2024   14:11 199
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Ngomong-ngomong, kamu udah mantap belum mau pilih siapa?" tanya Laras sambil menggigit martabak manisnya.

"Belum," Bima menggeleng. "Masih menimbang. Tapi yang pasti, aku nggak mau golput lagi kayak Pemilu kemarin."

"Bagus dong!" Laras menyemangatinya. "Ingat, suara kamu berharga, Bim. Jangan sia-siakan."

Tiba-tiba, sorot lampu panggung beralih ke arah mereka. Calon anggota DPRD Kota yang sedang berpidato, seorang pengusaha muda bernama Rian, menatap mereka dengan senyum lebar.

"Hai para pemuda! Kalian adalah harapan masa depan bangsa! Jangan biarkan suara kalian hilang! Mari bersama kita wujudkan Ponorogo yang lebih maju dan sejahtera!"

Tepuk tangan menggema, para pendukung Rian bersorak sorai. Laras dan Bima saling berpandangan, tatapan mereka penuh tanda tanya. Ada sesuatu yang janggal dalam pidato Rian, seolah ada yang disembunyikan di balik senyum ramah dan janji manisnya.

"Menarik nih," bisik Laras ke Bima. "Kayaknya ada cerita di balik senyum manis calon yang satu ini."

"Bener banget," Bima menyetujui. "Kayaknya bakal seru kalau kita gali lebih dalam tentang dia."

Dengan semangat detektif yang berkobar, Laras dan Bima menghabiskan malam itu mengamati gerak-gerik Rian dan pendukungnya. Bisikan gelisah di benak Laras tak lagi sekedar gelisah, tapi menjadi panggilan untuk menguak kebenaran di balik hiruk pikuk pemilu. Simfoni suara demokrasi telah dimulai, dan Laras tak ingin menjadi pendengar pasif. Dia ingin menjadi pemain, mengubah alunan suaranya menjadi sebuah investigasi yang mampu menggugah kesadaran masyarakat.

Bab 2: Jejak Digital dan Aroma Kecurigaan

Sinar matahari pagi mengintip melalui celah jendela kamar kost Laras, membangunkannya dari tidur yang tak nyenyak. Semalaman ia disibukkan dengan menjelajah dunia maya, membedah jejak digital Rian, sang calon anggota DPRD Kota yang menarik perhatiannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun