Mohon tunggu...
AGUS WAHYUDI
AGUS WAHYUDI Mohon Tunggu... Jurnalis - setiap orang pasti punya kisah mengagumkan

Jurnalis l Nomine Best in Citizen Journalism Kompasiana Award 2022

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Nikmati Gurihnya Bisnis Kue Kering setelah Suami Di-PHK

6 Desember 2019   14:12 Diperbarui: 6 Desember 2019   18:22 329
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diah Arfianti menjadi pembicara di Hari Pers Nasional 2019.foto:arya wiraraja

"Aduh kenapa akun FB saya. Berulang kali posting gak ada yang nge-like. Gak ada yang komen."

Keluhan itu meluncur dari mulut Diah Arfianti. Perempuan pelaku usaha yang sukses jualan kue kering. Dia mengaku stres. Sebab, akibat akun Facebook-nya bermasalah, omzet penjualan turun. Lebih separo.    

Belakangan, dia baru tahu Facebook memberi "punishment". Karena dia berjualan dan berpromosi di akun pribadi. Bukan di fanpage.

"Dulu gak masalah. Saya juga gak terang-terangan. Pakai soft selling, gitu."

"Bukankah akun lain juga banyak. Bahkan lebih terang-terangan dengan mencantumkan harga?"

"Ya, dulu. Sekarang seberapa besar impresinya? Seberapa gede traffic-nya? Berapa banyak yang merespons postingan Anda?" ujar saya.

Diah terdiam. Dia menyadari jika tak bisa membuat perbandingan dulu dan sekarang. Sebagai bukti, tahun 2018, dia terpilih bersama Choirul Mahpuduah (Pawon Kue) menjadi endorser Facebook untuk program #SheMeansBusiness. Beruntung pula, akunnya tidak di-banned.  Sepekan kemudian, akun pribadi Diah aktif kembali. Diah memilih berhati-hati menggunakan media sosial.

Selama ini, Diah sangat terbantu dengan instrumen digital. 70 persen penjualan kue kering dengan brand Diah Cookies dari online. 30 persen sisanya via penjualan offline seperti di bazar dan pameran.

Diah serius menggnakan media sosial tahun 2015. Di mana ia yang bergabung dengan di Pahlawan Ekonomi yang menjalin kerja sama dengan Facebook. Melalui tim trainer Facebook. Diah belajar banyak hal. Seperti target pasar, membuat konten, segmentasi, unique selling point (USP), dan masih banyak lagi.

Setelah dicoba, barang yang diposting di Facebook direspons. Kalau kuenya laku, dia unggah foto ketika cash on delivery (COD) dan komentar pembeli.

Diah juga menjaga benar agar kontennya otentik. Bukan hanya foto produk, tapi siapa pembelinya. Berikut kuitansi pembelian atau bukti transfer. Juga memotret tempat pengiriman.

Produk Diah Cookies sudah terjual di beberapa daerah, seperti Surabaya, Jakarta, Bandung, dan Bali. Di rumahnya kadang ada turis asing yang membeli kuenya. 

Makin berkembangnya bisnis kue kering membuat Diah dinobatkan sebagai juara pertama kategori Home Industry Pahlawan Ekonomi Award 2016 dan Best of The Best Home Industry Pahlawan Ekonomi 2018.

***

Kunjungan Bu Nyai RMI Jatim di Diah Cookies.foto:arya wiraraja
Kunjungan Bu Nyai RMI Jatim di Diah Cookies.foto:arya wiraraja

Siang itu, saya mengunjungi rumah Diah Arfianti di Ketandan Baru II/6 A, Surabaya. Saya berniat lihat trial oven convection 705 dan mixer SM-201 merek Sinmag, buatan Taiwan, 2016 yang baru dibeli Diah.

"Saya pesan melalui distributor di Surabaya yang khusus mendatangnya barang-barang dari Taiwan."

Rumah Diah berukuran 4 x 8 meter persegi. Lokasinya di perkampungan padat. Diapit jalan-jalan besar yang menjadi kawasan central business district di Surabaya.

Dua orang sibuk mengutak-atik tombol mesin roti. Melihat suhu oven, lampu, dan tempat loyang yang tersusun rapi. Beberapa kali, ia mencocokkan dengan buku petunjuk . "Ini tombol on-off. Dan ini untuk ngatur suhu. Yang ini tombol lampunya," kata seorang teknisi.

 Untuk oven convection kapasitas lima loyang, Diah membeli Rp 45 juta. Sedang mixer ukuran 20 liter dibeli Rp 10 juta. Totalnya Rp 55 juta. Dua alat ini biasa dipakai toko kue dan pastry ternama.

"Saya belinya cash . Itung-itung buat investasi. Saya gak pingin utang, bunganya besar."

Sebelumnya, perempuan kelahiran Surabaya, 17 Juli 1978 itu, bisa produksi 100 stoples per hari. Dengan oven baru, bisa produksi 200-250 stoples per hari.

Selain Imlek dan Natal, yang paling sibuk persiapan Lebaran. "Biasanya empat bulan sebelum Lebaran saya sudah terima pesanan."

Dengan oven baru, Diah mampu produksi 25 ribu stoples pada tahun 2019. Jumlah ini mengalami kenaikan signifikan dibandingkan tahun sebelumnya yang memproduksi 20 ribu stoples.

Selain menambah kapasitas, Diah juga merekrut tenaga baru. Sekarang, ada 22 orang.  Ada satu karyawan penyandang disabilitas, hanya mempunyai satu tangan. Namun pekerjaannya bagus, rapi, dan sesuai standar.

"Saya ajak bekerja beberapa warga kampung. Biar mereka juga bisa merasakan mendapat penghasilan dari kegiatan usaha saya ini."

Beberapa pekan setelah mesin baru datang, Diah menyewa rumah di sebelahnya. Rumah itu dipakai produksi. Sedang rumah yang ditempati hingga kini jadi showcase.

Setahun kemudian, Diah membeli lagi oven convection 705.  Pengadaan alat itu untuk pengembangan usaha. Sebab, sejak Juni 2016, ia punya 9 agen dan 55 reseller yang tersebar di Surabaya, Sidoarjo, Gresik, dan Bojonegoro.

Rata-rata, dari jualan kue kering Diah bisa meraup penghasilan Rp 50-60 juta sebulan. Jumlah itu naik tiga kali lipat jelang Lebaran tiba.

***

Diah Arfianti pernah mencecap kehidupan pahit. Tahun 2011, suaminya, Mochammad Rofik, terkena pemutusan hubungan kerja alias di-PHK. Tempat kerja suaminya di Kedungdoro, Surabaya, bangkrut. Masalah keuangan menjadi penyebabnya. 

"Saat itu, saya sangat bingung. Bagaimana caranya mencari pemasukan agar mencukupi kebutuhan keluarga saya sehari-hari. Saya syok betul."

Namun, Diah sadar tak boleh larut dalam kesedihan. Mengeluh dan meratap tak mengubah apa pun. Karenanya ia harus memutar otak agar bisa survive.

Di tengah kegaluan itu, Diah dihadapkan pada dua pilihan: suaminya melamar kerja lagi atau berwiraswasta. Pilihan pertama awalnya dirasakan paling tepat. Meski tidak mudah bisa segera mendapat pekerjaan. Rofik ditawari kerja di Kalimantan Timur. Rofik sudah menyatakan oke. Hanya tinggal meminta persetujuan Diah.

Tawaran itu membuat Diah bingung. Karena ia dan anak-anaknya akan jauh dari suami. Tak hanya itu, Diah memikirkan siapa yang merawat ayahnya sedang sakit stroke. Pasalnya, selain dirinya, Rofik sehari-hari juga ikut membantu merawat ayahnya.

Setelah ditimbang-timbang, Diah meminta Rofik menolak tawaran itu. Cari kerja saja di Surabaya. Atau, jika sulit, ia mengajaknya berwirausaha. Diah tahu, merintis usaha tidaklah mudah.

"Namun saya harus optimis. Sebab Allah pasti akan memberi jalan keluar ketika manusia menghadapi ujian kesulitan," kata Diah mengingat pesan orang tuanya. 

Rofik tak bisa menampik keinginan istrinya. Dia pasrah. Hanya, Rofik sempat bilang, "Apakah kamu gak malu punya suami pengangguran?"

"Enggak. Pokoknya tetap di Surabaya. Kerja apa saja. Yang penting halal. Saya yakin ini cobaan. Pasti bisa melewatinya," jawab Diah

Mereka pun bertekad berwiraswasta. Modalnya menggadaikan sertifikat rumah. Diah fokus pada bisnis kue kering. Awalnya, Diah ragu bisa laku. Karena kue kering hanya laku dijual pada momen Lebaran.

Namun, Diah yakin rezeki bisa datang dari arah mana saja. Asal serius mengurusnya. Yang ada dibenaknya kala itu hanya berusaha dan terus berusaha.

Diah memulai menitipkan kue kering ke beberapa toko di sekitar rumah. Selain juga menawari kawan-kawan lamanya lewat WhatsApp. Diah mem-share foto produk. Berikut daftar harga. Ada yang merespons, ada yang cuek. 

Barang yang tidak laku di toko dibawa pulang. Ditawarkan kepada pihak lain. Bila mendekati masa expired (kedaluarsa), dia makan sendiri atau diberikan ke tetangga.

Hasil yang diperoleh dari penjualan kue kering ia kumpulkan. Sebagian dipakai mencukupi kebutuhan rumah tangga. Sebagian lagi untuk biaya produksi. Jika masih ada uang lebih ditabung.

Usaha terus berjalan. Diah sadar, ada momen-momen bagus untuk menggenjot produksi. Yakni, Lebaran, Imlek, Natal. Diah memproduksi kue kering lebih banyak. Bisa dua kali lipat.

Diah berpikir, kenapa kue kering hanya laris manis di momen tertentu? Bukankah orang bisa makan setiap hari? 

"Awalnya saya dienyek (dicibir). Wong gak riyoyo dodolan roti kering (bukan Lebaran kok jualan kue kering, red)."

Diah berusaha gak terpengaruh omongan orang. Toh, dalam hidup dia dan keluarganya tidak bergantung orang lain. Meyakini jika impian bisa diraih dengan kerja keras dan konsisten.

Diah kemudian membuat ajakan via media sosial. Salah satu postingan seperti ini: "Kenapa harus nunggu Lebaran, kalau bisa makan nastar tiap hari."  Respons suka dan negatif diterima. Yang suka ia sampaikan terima kasih. Yang negatif ia terima lapang dada. 

Lamat tapi pasti, hasilnya mulai terasa. Di luar hari besar itu, pembeli kuenya mulai bertambah. Berikut juga pesanan yang mulai mengalir.  Tiap hari ada saja yang beli kue kering.

***

Diah Arfianti pantas tersenyum lega. Impiannya mengirim produk ke luar negeri akhirnya terwujud. Pada 2 Mei 2017, dia mengirim 350 nastar box Diah Cookies ke Filipina. Kiriman kue tersebut setelah Diah mendapat pesanan dari PT PAL Indonesia. Salah seorang pejabat PT PAL yang sebelumnya sering pesan kue mengontaknya.

Saat itu, ada pesanan nastar box harus sudah jadi pada 1 Mei 2017. Karena PT PAL akan menggelar acara sail away kapal BRP Davao Del Sur, kapal perang kedua pesanan Kementerian Pertahanan Filipina jenis Strategic Sealift Vessel (SSV). Di mana masing-masing kru kapal mendapat goodie bag berisi nastar box untuk dibawa pulang.

Sebelumnya, PT PAL memberi tenggat waktu pesanan enam hari. Namun Diah cukup menyelesaikannya dalam sehari.  "Saya kan punya oven dari Taiwan. Pengerjaannya cepat. Untuk satu box berisi 6 nastar itu saya mematok harga Rp 35 ribu."

Sejak lama, Diah ingin produknya bisa dijual ke luar negeri. Beberapa orang, khususnya dari Jakarta, banyak yang menawarkan diri menjadi reseller. Pernah ada yang ingin menjual produk Diah Cookies ke Jerman. Namun Diah belum bisa mengabulkan lantaran masih masalah pengiriman barang. Juga kekuatan produknya.

Pada Lebaran 2018, Diah mengaku sempat deg-degan. Sebab, pada H-10 jelang Lebaran, kue keringnya masih banyak. Masih 10 ribu stoples. Pembelian dan pesanan tidak seperti tahun-tahun sebelumnya. Di mana di awal puasa dia sudah tidak menerima pesanan lagi.

Sepuluh agen dan 55 reseller juga merasakan pelambatan penjualan. Mereka juga tidak berani repeat order. Ada yang mengaitkan hal ini disebabkan kondisi ekonomi nasional yang berat. Ditambah momen puasa dan Lebaran yang nyaris berbarengan dengan tahun ajaran baru. Ada juga yang mengaitkan dengan peristiwa bom di Surabaya, beberapa hari jelang Ramadan.

"Saya cemas juga. Kemudian saya ingat pesan orang tua kalau lagi seret, banyak-banyaklah bersedekah. Saya ajak agen dan reseller memperbanyak sedekah. Alhamdulillah, lima hari sebelum Lebaran target kami terpenuhi."

Mereka yang penjualannya terbanyak diberi hadiah emas. Diah berkeinginan memberi reward jauh lebih besar. "Saya ingin memberangkatkan agen dan reseller saya umrah ke Tanah Suci."

Selain berbisnis, Diah juga kerap diundang menjadi narasumber di berbagai seminar dan pelatihan. Diah sempat diundang menjadi pembicara di Harian Kompas dan Centre for Strategic and International Studies (CSIS).  

Diah yakin, capaian ini bukan kebetulan. Ada campur tangan Tuhan. Karenanya, Diah tak pernah lupa menyandarkan usaha kepada Sang Khalik. Rasa syukurnya diwujudkan dengan terus membantu sesama. Semampunya. (agus wahyudi) 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun