Namun, Diah sadar tak boleh larut dalam kesedihan. Mengeluh dan meratap tak mengubah apa pun. Karenanya ia harus memutar otak agar bisa survive.
Di tengah kegaluan itu, Diah dihadapkan pada dua pilihan: suaminya melamar kerja lagi atau berwiraswasta. Pilihan pertama awalnya dirasakan paling tepat. Meski tidak mudah bisa segera mendapat pekerjaan. Rofik ditawari kerja di Kalimantan Timur. Rofik sudah menyatakan oke. Hanya tinggal meminta persetujuan Diah.
Tawaran itu membuat Diah bingung. Karena ia dan anak-anaknya akan jauh dari suami. Tak hanya itu, Diah memikirkan siapa yang merawat ayahnya sedang sakit stroke. Pasalnya, selain dirinya, Rofik sehari-hari juga ikut membantu merawat ayahnya.
Setelah ditimbang-timbang, Diah meminta Rofik menolak tawaran itu. Cari kerja saja di Surabaya. Atau, jika sulit, ia mengajaknya berwirausaha. Diah tahu, merintis usaha tidaklah mudah.
"Namun saya harus optimis. Sebab Allah pasti akan memberi jalan keluar ketika manusia menghadapi ujian kesulitan," kata Diah mengingat pesan orang tuanya.Â
Rofik tak bisa menampik keinginan istrinya. Dia pasrah. Hanya, Rofik sempat bilang, "Apakah kamu gak malu punya suami pengangguran?"
"Enggak. Pokoknya tetap di Surabaya. Kerja apa saja. Yang penting halal. Saya yakin ini cobaan. Pasti bisa melewatinya," jawab Diah
Mereka pun bertekad berwiraswasta. Modalnya menggadaikan sertifikat rumah. Diah fokus pada bisnis kue kering. Awalnya, Diah ragu bisa laku. Karena kue kering hanya laku dijual pada momen Lebaran.
Namun, Diah yakin rezeki bisa datang dari arah mana saja. Asal serius mengurusnya. Yang ada dibenaknya kala itu hanya berusaha dan terus berusaha.
Diah memulai menitipkan kue kering ke beberapa toko di sekitar rumah. Selain juga menawari kawan-kawan lamanya lewat WhatsApp. Diah mem-share foto produk. Berikut daftar harga. Ada yang merespons, ada yang cuek.Â
Barang yang tidak laku di toko dibawa pulang. Ditawarkan kepada pihak lain. Bila mendekati masa expired (kedaluarsa), dia makan sendiri atau diberikan ke tetangga.