Mohon tunggu...
Agustinus Wahyono
Agustinus Wahyono Mohon Tunggu... Arsitek - Penganggur

Warga Balikpapan, Kaltim sejak 2009; asalnya Kampung Sri Pemandang Atas, Sungailiat, Bangka, Babel, dan pernah belasan tahun tinggal di Yogyakarta (Pengok/Langensari, dan Babarsari). Buku tunggalnya, salah satunya adalah "Belum Banyak Berbuat Apa untuk Indonesia" (2018) yang berisi artikel non-fiksi dan berstempel "Artikel Utama" di Kompasiana. Posel : agustinuswahyono@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Bayang-bayang Kampung Halaman di Tempat Baru

25 Mei 2016   04:49 Diperbarui: 25 Mei 2016   21:25 191
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
karya asli Agustinus Wahyono

“Sampai sembile, wo? Bisok siang ku lah ngulek ke Jakarta.”

Iya, ya, sampai kapan, ya? Besok siang dia sudah kembali ke Jakarta.

***

“Jadi, sembile pacak ketemu anake kawan Ibu?”

Sudah dua kali Ibu menanyakan kesiapan waktuku untuk bertemu langsung dengan anaknya kawan Ibu. Kali kedua ini pada waktu aku makan siang, dan kios dijaga oleh adik bungsuku sambil mengasuh anaknya.

"Ibu punye numor hape je, dak?” Aku menanyakan hal paling konyol karena manalah mungkin Ibu memiliki ataupun mengetahui nomor ponselnya.

"O, kelak Ibu nanya kek kawan Ibu.”

Aduh, rupanya Ibu tidak menangkap kekonyolanku. Ibu tetap berusaha untuk bisa mempertemukan aku dan anaknya kawan Ibu. Dari nada Ibu pun terkesan bahwa antara Ibu dan kawan Ibu sudah siap dan bersepakat untuk menjadi besan.

Tak pelak, acara makan siang itu tanpa membuat perutku terasa ada isinya. Bukan soal sayur jamur kegemaranku tidak lezat; justru selalu lezat kalau sudah dimasak oleh Ibu. Bukan soal lauk ikan cew yang digoreng garing yang selalu menjadi lauk andalanku. Tetapi soal “kapan bisa bertemu anaknya kawan Ibu.

Sambil mencuci piring, sekilas kubayangkan, seperti apa, sih, kecantikannya apalagi mirip gadis Amerika Latin. Kalau adikku sudah berani memvonis “cantik orangnya”, sudah lebih dari cukup untuk dijadikan semacam jaminan istimewa. Artinya, sangat sesuai dengan sesuatu yang bisa dibanggakan, adikku juga senang jika benar-benar aku mau dan meminangnya, hingga akhirnya menjadi kakak ipar adikku.

Kubayangkan juga wajah kawan Ibuku dan suaminya. Aku pernah bertemu kawan Ibu sewaktu disuruh Ibu mengantarkan anggrek pesanan kawan Ibu tetapi tidak bisa ngobrol. Hanya sebatas sapa. Aku sungkan, segan, dan pekewuh, semua membaur.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun