Abstrak
Sengketa Pulau Dokdo merupakan sengketa wilayah yang melibatkan Jepang dan Selatan Korea dalam memperebutkan sebuah pulau yang terletak terletak di tengah-tengah antara Korea dan Jepang. Mereka saling mengklaim status kepemilikan Pulau Dokdo dengan bukti-bukti. Korea Selatan maupun Jepang sama-sama memiliki bukti yang menguatkan yang mana dasar klaim Jepang yakni didasarkan pada perjanjian Jepang dan Sekutu yakni perjanjian San Fransisco 1951 Pasal 2.
Penyelesaian sengketa Pulau Dokdo Hingga saat ini ketegangan antara kedua negara terus berlanjut yang hingga memicu konflik yang berkepanjangan dan dampak sengketa ini sudah berimbas terhadap berbagai aspek kehidupan dari kedua negara. Sesuai dengan ketentuan Hukum Internasional maka sengketa ini dapat diselesaikan melalui cara damai yakni dengan cara mediasi, membuat perjannjian pengembangan bersama dan melalui prosedur wajib yakni melalui Konsiliasi, Arbitrase, dan juga melalui Pengadilan Internasional Untuk Hukum Laut (ITLOS).
Kata Kunci: Pulau Dokdo, Korea Selatan, Jepang, Penyelesaian Sengketa
Abstract
The Dokdo Island dispute is a territorial dispute involving Japan and South Korea in fighting over an island located halfway between Korea and Japan. They mutually claim ownership status of Dokdo Island with evidence. South Korea and Japan both have corroborating evidence in which the basis of Japan's claim is based on the agreement between Japan and the Allies, namely the 1951 San Francisco agreement Article 2.
Settlement of the Dokdo Island dispute Until now, tensions between the two countries have continued which have triggered a prolonged conflict and the impact of this dispute has affected various aspects of the lives of the two countries. In accordance with the provisions of International Law, this dispute can be resolved through peaceful means, namely by means of mediation, making joint development agreements and through mandatory procedures, namely through Conciliation, Arbitration, and also through the International Court of Justice for the Law of the Sea (ITLOS).
Keywords: Dokdo Island, South Korea, Japan, Dispute Resolution
PENDAHULUAN
Wilayah suatu negara pada umumnya terdiri dari daratan, laut, dan udara di atasnya. Sebagai satu kesatuan geografis, wilayah adalah tempat penduduk dan pemerintah suatu negara melakukan berbagai kegiatan. Dalam hukum internasional adanya suatu wilayah tertentu mutlak bagi pembentukan suatu negara karena wilayah termasuk dalam salah satu karakteristik terbentuknya suatu negara yang diatur dalam Konvensi Montovideo 1933 tentang Hak dan Kewajiban Negara, tidak ada suatu negara tanpa wilayah tempat bermukimnya penduduk negara tersebut. Suatu wilayah tidak perlu luas bagi didirikanya suatu negara karena dalam hukum internasional tidak ditentukan syarat berapa harusnya luas suatu wilayah untuk dapat dianggap sebagai unsur konstitutif suatu negara. Kedaulatan tertinggi suatu negara dibatasi pada batas wilayah negara tersebut, artinya kedaulatan suatu negara berlaku di wilayah negaranya itu sendiri. Tanpa adanya daerah suatu negara tidak dianggap sebagai subjek hukum internasional, oleh karena itu harus ada kejelasan mengenai daerah dan batas daerah suatu negara dengan negara lain (Mouna, 2008:20).
Pentingnya wilayah bagi keberadaan suatu negara sering menyebabkan terjadinya beberapa perebutan daerah dari satu negara ke negara lain, daerah yang di klaim biasanya berupa daerah daratan, daerah laut, atau bahkan perebutan pulau. Sengketa daerah secara garis besar dapat ditimbulkan oleh dua hal yaitu dalam bentuk klaim terhadap seluruh bagian daerah negara, atau dapat juga dalam bentuk klaim terhadap suatu bagian dari daerah negara yang berbatasan (Mochtar, 2003:164). sengketa daerah sering dialami satu negara dengan negara lain yang secara geografis berdekatan bahkan sengketa tersebut sudah terlalu berlarut-larut hingga menimbulkan negara-negara tetangga tersebut saling menjatuhkan satu sama lain. Disertai dengan berbagai alasan sebagai sumber potensi sengketa seperti politik, strategi militer, ekonomi dan kepentingan-kepentingan lainnya. Sengketa daerah salah satunya terjadi antara negara Korea Selatan dan negara Jepang yang memperebutkan kepulauan Dokdo atau Takeshima. Kedua negara mengklaim kepulauan tersebut berdasarkan geografis dan historis atas kepemilikan kepulauan Dokdo atau Takeshima atau yang disebut dengan Liancourt Rocks.
Kepulauan Dokdo sebutan Korea Selatan atau kepulauan Takeshima sebutan oleh Jepang adalah kepulauan karang yang letaknya 215 km dari daratan Korea dan 250 km dari daratan Jepang. Kepulauan ini dekat dengan Pulau Ulleung yang sekitar 87 km dari wilayah Korea Selatan, sedangkan dari wilayah Jepang ialah kepulauan Oki yang berjarak 157 km. Kepulauan Dokdo atau Takeshima terdiri dari dua pulau karang yang bernama Seodo di bagian barat dan Dongdo dibagian timur, selain itu kepulauan Dokdo atau Takeshima ini memiliki ekosistem yang unik dan keanekaragaman hayati dan memiliki potensi pada bidang ekonomi. Kepulauan Dokdo atau Takeshima memiliki keanekaragaman ekosistem yang dipengaruhi oleh iklim dan letak geografis. Secara geopolitik kepulauan Dokdo berkaitan erat dengan kepentingan nasional kedua negara yaitu Korea Selatan dan Jepang. Kepentingan tersebut didominasi dengan keinginan dalam menguasai secara penuh atas kepulauan Dokdo yang memiliki kekayaan akan sumber daya alam laut dan gas hydrat. Dari kepentingan tersebut maka akan mengarah pada pembentukan kebijakan untuk menghasilkan keputusan politik luar negeri. Dalam hal ini, politik luar negeri Korea Selatan mengarah pada pencapaian kepentingan nasionalnya dan menjaga keutuhan wilayah teritorial negaranya yang berdasarkan bukti historis. Jepang lebih memanfaatkan nasionalitas penduduknya dalam mendukung pernyataan klaimnya yang dinilai memiliki tingkat ekonomis dan dan strategis sehingga dapat dikelola oleh pemerintah Jepang. Jepang menetapkan bahwa tanggal 22 Februari ditetapkan sebagai Hari Takeshima yang dinilai menjadi salah satu usaha dalam mendapatkan kekuasaan territorial atas kepulauan Takeshima.
Sengketa ini dimulai sejak berakhirnya Perang Dunia II, dan pada tahun 2012 ramai diberitakan dikarenakan Duta Besar Jepang untuk Korea Selatan menyatakan bahwa secara historis maupun yuridis pulau Dokdo atau Takeshima merupakan wilayah Jepang, tentu pernyataan tersebut memicu kemarahan warga Korea Selatan, dan aksi saling balaspun terjadi dimana pernyataan Duta Besar Jepang tersebut dibalas oleh Presiden Korea Selatan dengan melakukan kunjungan ke Pulau Dokdo pada tahun yang sama dan kunjungan tersebut dianggap penghinaan terhadap warga Jepang (Syafitri, 2013:6)Korea Selatan maupun Jepang sama-sama memiliki bukti yang menguatkan yang mana dasar klaim Jepang yakni didasarkan pada perjanjian Jepang dan Sekutu yakni perjanjian San Fransisco 1951 yang dalam Pasal 2 menyatakan bahwa "Jepang mengakui Kemerdekaan Korea, dan melepaskan semua hak, kepemilikan danklaim atas Korea, termasuk Pulau Quelpart, Port Hamilton dan Dagelet". Berdasarkan pada Pasal 2 Jepang berpendapat bahwa ia hanya mengakui kemerdekaan Korea, sedangkan kewajiban untuk melepaskan Pulau Dokdo atau Takeshima tidak tertera dalam pasal tersebut, dan Korea Selatan membantahnya dengan dasar historisnya atau fakta sejarahnya yang dimilikinya yang dikutip dalam beberapa dokumentasi pemerintah Korea Selatan, yang menyatakan bahwa Pulau Dokdo atau Takeshima pada awalnya merupakan suatu wilayah yang tidak ada pemiliknya yang dinamakan Ussankuk dan telah bersatu dengan Korea Selatan pada masa Dinasti Shilla pada tahun 512 SM.
Hubungan antara Jepang dan Korea Selatan yang semakin memburuk menimbulkan kekhawatiran bagimasyarakat dunia pada umumnya, dan masyarakat di Asia Timur pada khususnya. Sengketa perebutan suatu wilayah merupakan masalah yang sulit untuk selesaikan. Dari yang awalnya hanya saling klaim kepemilikan, dapat berkembang menjadi sengketa yang berujung konflik dan berakibat pada buruknya hubungan antar negara yang terlibat didalamnya, bahkan menyebabkan peperangan. Kenyataan yang terjadi saat ini adalah terus berlangsungnya perang klaim dan upaya-upaya penguasaan yang dilakukan oleh Jepang dan Korea Selatan di Pulau Dokdo. Persoalannya menjadi semakin rumit karena klaim dan upaya tersebut saling tumpang tindih yang menyebabkan tidak adanya batas wilayah yang jelas antara Jepang dan Korea Selatan di wilayah perairan sekitar Pulau Dokdo. Hal tersebut pada akhirnya menimbulkan berbagai protes keras melalui demonstrasi di Jepang dan Korea Selatan. Dampak sengketa ini sudah berimbas terhadap berbagai aspek kehidupan dari kedua negara.
Rumusan Masalah
1. Bagaimana penyelesaian sengketa Pulau Dokdo antara Korea Selatan dan Jepang?
2. Apa kepentingan kedua negara dalam sengketa Kepulauan Dokdo?
Kerangka Pemikiran
Dalam penulisan ini peneliti menggunakan teori Liberalisme, khususnya perspektif Liberalisme Institusional.
Dalam perkembangan Ilmu Hubungan Internasional, Liberalisme merupakan salah satu teori utama yang dijadikan acuan untuk dapat menjelaskan suatu fenomena tertentu. Dalam memahami politik dunia, Liberalisme merupakan salah satu pendekatan utama yang digunakan. Kaum liberal percaya bahwa Tindakan politik suatu negara harus dibatasi menggunakan hukum internasional dan pembentukan Lembaga-lembaga internasional. Pembentukan Lembaga-lembaga internasional meningkatkan ketergantungan antar negara karena adanya Kerjasama yang dilakukan negara-negara tersebut. Pembentukan Lembaga internasional memungkinkan penyelesain masalah melalui negoisasi atau mediasi, tidak langsung dengan cara kekerasan seperti perang. Kaum liberal mempercayai bahwa kondisi damai merupakan suatu kepentingan Bersama dari semua kalangan masyarakat dunia, dan melihat Hubungan Internasional sebagai suatu bidang yang berpotensi untuk berkembang dan melakukan perubahan pada cara pandang atauu pemikiran dunia.
Ada tiga asumsi dasar Liberalisme, yaitu pertamma, Liberalisme melihat sifat manusia dari kacamata yang positif. Dengan keyakinan mereka pada akal budi dan rasionalitas manusia, mereka yakin bahwa prinsip-prinsip rasional tersebut dapat diterapkan untuk urusan internasional. Kedua, sebuah keyakinan bahwa Hubungan Internasional lebih dapat berkooperatif daripada konfliktual. Mereka percaya bahwa manusia berbagi banyak kepentingan yang serupa, sehingga mendorong untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang memerlukan kolaborasi dan kooperasi, yang akan menghasilkan keuntungan yang lebih besar untuk umat manusia. Ketiga, keyakinan pada perkembangan. Perkembangan pada kaum Liberalisme, berarti juga perkembangan pada manusia. Negara ada untuk menanggung kebebasan dari individu-individunya yang membuat mereka dapat hidup dan mengejar kebahagiannya masing-masing tanpa adanya gangguan dari hal lainnya.
Jackson dan Sorensen membagi teori Liberalisme menjadi empat pemikiran utama, yaitu Sociological Liberalism, Interdependence Liberalism, Institutional Liberalism, dan Republican Liberalism. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan Liberalisme Institusional sebagai kerangka pemikiran. Liberalism Institudional menggarisbawahi pentingnya Kerjasama yang terorganisir antar negara. Adanya Lembaga-lembaga internasional membuat negara-negara saling bekerjasama yang membantu mengurangi ketidakpercayaan dan ketakutan antar negara dengan saling memberikan informasi diantara negara anggotanya, juga Lembaga internasional menyediakan forum untuk negara-negara untuk bernegoisasi. Peran dari lembaga internasional menurut Liberalisme Institusional adalah pertama, memberikan arus informasi dan peluang untuk bernegoisasi. Kedua, sebagai tempat pemerintah untuk melihat apakah negara lain melaksanakan komitmen seperti yang sudah disepakati. Ketiga, memperkuat kepercayaan yang sudah ada sebelunya akan solidalitas suatu perjanjian internasional.
PEMBAHASAN
Dokdo adalah kepulauan yang terletak di pertengahan Semenanjung Korea & kepulauan Jepang. Sebenarnya, Pulau Dokdo bukanlah satu pulau tetapi gugusan pulau. Dokdo terdiri dari dua pulau utama, Dongdo dan Seodo. Dokdo sendiri memiliki ekosistem yang unik. Wilayah Dokdo adalab wilayah yang dipersengketakan oleh negara Korea Selatan atas kepemilikannya. Berdasarkan perjanjian San Francisco, Kepulauan Dokdo termasuk dalam zona yang tidak wajib dikembalikan oleh negara Jepang. Pasal 2 perjanjian San Francisco hanya membicarakan pengembalian zona pulau Formosa, Pescadores, Kuril dan Senkaku. Ini dapat diartikan bahwa legalitas Jepang untuk memiliki pulau itu. Dengan asumsi kalau Kepulauan Dokdo merupakan daerah yang tidam bertuan (terra nullius), Jepang memasukkan wilayah Pulau Dokdo kedalam kedaulatannya melalui prefektur shimane pada tanggal 22 februari 1905 dalam keputusan dewan prefektur Shimane No 40. Kebijakan Jepang diambil sesudah lahirnya grup nelayan di prefektur Oki pada 17 mei 1904 yang menginginkan legalitas pulau Dokdo di negaranya. Ini dilakukan sebab nelayan itu mulai melakukan kegiatan perburuan singa laut di pulau Dokdo. Tentangan juga dilakukan Jepang atas kepemilikan pulau Dokdo dengan bukti perjanjian pendudukan Jepang pada Korea. Pada saat penandatanganan perjanjian pendudukan Jepang pada Korea, otomatis zona Korea disebut bagian daerah jajahan Jepang. Namun, terdapat satu poin yang dipercaya Jepang untuk menjamin pulau Dokdo tersebut tidam termasuk pada zona Korea Selatan dan dapat dipercaya sebagai wilayah tidak bertuan.
A. Klaim Kepulauan Dokdo oleh Jepang
Dalam kedaulatannya Jepang meletakkan pulau Dokdo didasarkan prefektur shimane pada 22 februari 1905 dalam putusan dewan prefektur Shimane No 40. Kebijakan Jepang diambil sesudah lahirnya grup nelayan di prefektur Oki pada 17 mei 1904 yang menginginkan legalitas pulau Dokdo di negaranya. Ini dilakukan sebab nelayan mulai melakukan kegiatan perburuan singa bahari di pulau Dokdo. Tentangan juga diberikan pulaoleh Jepang atas kepemilikan pulau Dokdo yang terdapat bukti perjanjian pendudukan Jepang pada Korea. Ketika penandatanganan, secara otomatis zona Korea adalah bagian berdasarkan daerah jajahan negara Jepang. Namun, ada satu poin penting bagi Jepang untuk mengklaim pulau Dokdo yaitu Pulau Dokdo tidak termasuk dalam wilayah Korea dan dapat dianggap sebagai daerah yang tidak bertuan (Terra Nulius).Â
Negara Jepang setiap tanggal 22 merayakan hari Takeshima, Takeshima sebuah sebutan Jepang untuk pulau Dokdo. Secara histori, Kepulauan Takeshima adalah daerah kedaulatan Jepang, ini dibuktikan dalam terciptanya Takeshima didalam kedaulatan Jepang sejak masa Edo sekitar tahun 1603-1868. Pada tahun 1661, pemerintah Jepang sudah memberikan ijin warga negaranya untuk melakukan perjalanan ke Takeshima. Pada tahun 2008, Jepang kembali memperjelas klaimnya dengan cara memasukkan kepulauan Dokdo dalam buku kurikulum pendidikan sekolah menengah Jepang, ini bertujuan sebagai pengenalan kepada anak-anak sekolah menengah. Selain untuk bahan pengenalan pada anak sekolah menengah jepang, dimasukkannya wilayah Takeshima dalam buku pelajaran sekolah menengah Jepang diartikan bahwa jepang adalah pemilik legalitas atas pulau Takeshima, bukan Korea Selatan atau negara lain. Kepemilikan Pulau Takeshima, Jepang mendapat bantahan pada kedaulautan di pulau Takeshima. Klaim kepemilikan pulau Takeshima juga ditunjukkan oleh Korea Selatan. Korea Selatan menduga pulau dokdo merupakan bagian berdasarkan wilayahnya.
b. Klaim Korea Selatan Terhadap Pulau Dokdo
Klaim Jepang atas pulau Dokdo mendapat tentangan dari Korea Selatan. Pihak Korea Selatan juga mempunyai klaim kepemilikan pulau dokdo. Korea Selatan menjamin kepemilikan atas Pulau Dokdo berdasarkan berita sejarah yang ada. Korea Selatan mengklaim Pulau Dokdo berada dibawab kedaulatannya didasarkan acuan histori yang dikutip di beberapa dokumentasi pemerintah Korea Selatan, yang menyatakan bahwasannya Dokdo pada awalnya daerah tak berpenghuni yang disebut Ussankuk dan bersatu dengan Korea Selatan di masa Dinasti Shilla tahun 512 SM. Pada 18 Januari 1952, Korea Selatan mengeluarkan deklarasi Presiden Korea Selatan. Deklarasi itu melahirkan garis imajiner yang disebut Rhee Line yang membatasi zona Jepang dan Korea Selatan di Laut Jepang. Garis itu memberikan konsekuensi sebagian besar wilayah Laut Jepang, termasuk Pulau Dokdo berada dibawah kedaulatan Korea Selatan.Â
Sesudah Korea Selatan mendeklarasikan garis Rhee, Korea Selatan melakukan pembangunan mercusuar di tahun 1954 pada Pulau Dokdo bahkan sampai saat ini pula Korea Selatan menempatkan petugas penjaga pulau dan melakukan patroli di sekitar pulau dokdo. Korea Selatan beranggapan, kegiatan itu dianggap penguasaan fisik terhadap Pulau Dokdo dan memperkuat klaim Korea Selatan yaitu negara berdaulat pada pulau tersebut. Klaim terakhir disampaikan pula Korea Selatan bahwa secara geografis, letak Pulau Dokdo dekat daerah Korea Selatan. Ini dibuktikan dengan terlihatnya Pulau Dokdo dari Pulau Ulleungdo. Sedangkan dari Pulau Oki Jepang, Pulau Dokdo tidak dapat terlihat. Korea Selatan menganggap bahwa bila garis tengah ditarik antara Pulau Ulleungdo dan Pulau Oki, maka kentara bahwa Pulau Dokdo masuk ke dalam bagian wilayah Korea Selatan.
c. Kepentingan Korea Selatan dan Jepang Terhadap Kepulauan Dokdo atau Takeshima
Kepentingan sejarah sudah menjadi landasan bagi negara Korea Selatan dalam mengklaim kepulauan Dokdo atas Legalitas Sejarah. Sejak zaman kerajaan Silla Pulau Dokdo adalah wilayah Korea Selatan. Perjanjian Jepang mendapatkan kepulauan itu pada masa kependudukan ditandatangani pihak Korea Selatan tidak dapat disebut suatu perjanjian. Ini dikarenakan karena di dalam perjanjian itu salah satu pihak menyetujui tekanan pihak kedua. Korea Selatan memilik hak dan kewajiban dalam melindungi karena merasa bahwa Kepualauan Dokdo atau Takeshima adalah warisan sejarah dari para pendahulu bangsa Korea. Kepentingan ekonomi juga menjadi salah satu kepentingan Korea Selatan karena kepulauan Dokdo adalah wilayah yang sangat potensial dengan nilai ekonomi seperti wisata, budidaya perikanan dan sumber daya alam gas hydrat.
Kepentingan Jepang dalam kepulauan Dokdo adalah legalitas pulau Dokdk ke Mahkamah Internasional dengan diajukan proposal "Exchange of Notes constituting an agreement between the two countries concerning the settlement of disputes". Di sektor ekonomi memiliki prospek adanya keberadaan gas alam yang dapat menguntungkan Jepang karena Jepang memiliki industri berteknologi tinggi di bidang otomotif, elektronik, baja dan logam besi, perkapalan, industri kimia, sehingga dapat memenuhi kebutuhan energi didalam negeri. Sebagai tenaga alternatif, kepulauan Dokdo atau Takeshima pula akan kekayaan biota bahari, rakyat Jepang mengkonsumsi output bahari sangat tinggi dan Jepang sebagai galat satu negara menggunakan armada perikanan terbesar pada dunia.Â
d. Solusi Penyelesaian Sengketa Pulau Dokdo Antara Jepang dan Korea Selatan
Korea Selatan dan Jepang telah melakukan negosiasi dalam menyelesaikan permasalahan sengketa pulau Dokdo. Pada April tahun 2006 negosiasi Jepang dan Korea Selatan dimulai saat pemerintah Jepang mengumumkan adanya rencana melakukan riset ilmiah untuk meneliti fitur geografis di bawah laut Jepang yang mencakup perairan sekitar Kepulauan Dokdo. Hal ini menimbulkan ketegangan hubungan antara Jepang dan Korea Selatan, namun pada pertemuan negosiasi tidak menemukan jalan penyelesaian terhadap sengketa Kepulauan Dokdo tetapi terdapat kesepakatan bahwa Jepang setuju dalam menunda riset dan Korea Selatan juga menunda dalam hal mendaftarkan program geografis di bawah laut ke Organisasi Hidrologi Internasional. Kedua negara sepakat melakukan riset ilmiah secara bersama-sama. Selanjutnya pada bulan Juni 2006, kedua negara kembali bertemu dalam perundingan delimitasi Zona Ekonomi Eksklusif kedua negara, dari pihak Korea Selatan negosiasi dasar berubah dengan mengeluarkan deklarasi yang menyatakan membebaskan diri dari penyelesaian sengketa dengan prosedur wajib seperti terdapat dalam Pasal 287 Konvensi HuJepang dan Korea Selatan tidak hanya menyelesaikan sengketa ini hanya melalui Negosiasi, Jepang tercatat sudah tiga kali membawa permasalahan tersebut ke Mahkamah Internasional yaitu pada tahun 1954, 1962 dan kini tahun 2012, namun Korea selatan selalu menolak itu (Fauzia, 2013:10). Penolakan tersebut berdasarkan pada Korea Selatan yang menganggap bahwa tidak ada sengketa daerah mengenai Pulau di Laut Timur Jepang, ditegaskan pula bahwa kunjungan Presiden ke Pulau Dokdo hanya untuk mendesak Jepang dalam menyelesaikan keluhan yang dihadapi Korea Selatan di masa jajahan dahulu.
Pandangan berbeda terhadap sengketa Pulau Dokdo ini menimbulkan permasalahan tidak kunjung menemukan jalan damai. Dengan demikian penulis ingin mencoba memberikan pandangan yang dapat dilakukan oleh Jepang dan Korea Selatan untuk menyelesaikan Sengketa Pulau Dokdo yanv mengacu pada Hukum Internasional antara lain :
1. Membuat Perjanjian Pengembangan Bersama (Joint Development Agreement)
Perjanjian Pengembangan Bersama merupakan kesepakatan bilateral ataupun multilateral antara negara yang memiliki hak terhadap deposit hidrokarbon (minyak/gas bumi), secara resmi menyatakan diri buat kerjasama dalam eksplorasi dan eksploitasi deposit hidrokarbon menurut bagian yang telah diatur dari pendapatan yang diperoleh dari eksploitasi itu sendiri. Kerjasama pengembangan dilaksanakan di Zona Ekonomi Eksklusif dan Landas Kontinen yang mengalami tumpang tindih. Sebelumnya Jepang dan Korea Selatan sudah pernah melakukan perjanjian perikanan dan Zona Pengembangan Bersama. Perjanjian ini dapat menjadi cara yang aman dan sebagai langkah pertama untuk menyelesaikan sengketa Pulau Dokdo. Jika perjanjian ini dilakukan, maka deposit gas hidrat yang terdapat di daerah itu akan segera dapat digunakan demi memenuhi kebutuhan energi kedua negara, dan tentu saja ini akan menguntungkan bagi kedua negara.Â
Dengan dilakukannya Perjanjian Pengembangan Bersama dengan cepat maka kedua negara dapat memanfaatkan kekayaan yang ada di laut Pulau Dokdo untuk dapat dilakukan eksplorasi, eksplotitasi, serta konservasi untuk dapat mengelola sehingga nantinya dapat dimafaatkan untuk memenuhi kebutuhan energi baik Negara Jepang ataupun Korea Selatan.
2. MediasiÂ
Mediasi adalah cara penyelesaian melalui pihak ketiga. Pihak ketiga disebut mediator. Mediasi bisa negara, organisasi internasional seperti PBB atau individu, mediasi ikut berperan secara aktif dalam proses negosiasi. Mediasi kapasitasnya hanya sebagai pihak yang netral dalam mendamaikan para pihak dengan memberikan saran yang terbaik dalam penyelesaian sengketa (Huala, 2006:22).
Jepang dan Korea Selatan dapat menggunakan mediasi untuk menyelesaikan sengketa Dokdo yang telah menimbulkan konflik jangka panjang antara kedua negara tersebut. Kedua negara dapat memilih untuk melakukan mediasi dengan menunjuk pihak ketiga sebagai mediator. Pihak ketiga yang dapat ditunjuk kedua negara mungkin adalah Amerika Serikat, karena selama ini Amerika Serikat adalah sekutu Korea Selatan dan Jepang, apalagi Korea Utara secara terbuka menyatakan bahwa hal itu merupakan ancaman bagi Asia Timur.
Selama ini Amerika Serikat merupakan negara yang merasa tidak menguntungkan dengan adanya kesenjangan antara Jepang dan Korea Selatan, karena banyak dari kerjasama trilateral antara Amerika Serikat, Jepang dan Korea Selatan yang terputus karena kesenjangan antara kedua negara. Amerika Serikat sudah berupaya semampunya untuk memperbaiki keretakan hubungan bilateral Jepang dan Korea Selatan di setiap kesempatan petinggi tiga negara ini melalukan pertemuan, Amerika Serikat selalu mengatakan bahwa sangat penting menjaga hubungan baik antara Jepang dan Korea Selatan untuk keamanan wilayah Asia Timur dan Amerika Serikat selalu menyatakan siap untuk menjadi mediator untuk Jepang dan Korea selatan (Fauzi, 2014).
3. Penyelesaian Melalui Jalur Hukum
a. Arbitrase
Arbitrase merupakan metode alternatif penyelesaian sengketa yang terkenal dalam hukum internasional. Sebagai metode penyelesaian sengketa alternatif, arbitrase dianggap sebagai forum penyelesaian sengketa yang efektif dan adil. Dulu Jepang mengklaim bahwa Pulau Dokdo ialah daerah tidak berpenghuni yang kemudian diambil alih Jepang dan secara resmi Jepang memasukkan pulau Dokdo sebagai daerah negaranya pada tahun 1905, termasuk klaim yang tidak kuat. Karena, pada dalam proses memperoleh daerah negara melalui okupasi, ada dua unsur pokok yang harus dipenuhi, yaitu penemuan dan pengawasan yang efektif. Oleh karena itu, dalam sengketa Pulau Dokdo, klaim Jepang tidak cukup membuktikan hak kepemilikan atas pulau dokdo, sebab sesudah Korea Selatan merdeka, Jepang tidak pernah melakukan aktivitas apapun di Pulau Dokdo. Sementara Korea Selatan telah melakukan berbagai aktivitas yang menunjukkan kedaulatan atas Pulau Dokdo sejak tahun 1954 sampai sekarang, ditambah lagi dengan berbagai macam bukti dokumentasi sejarah yang mereka punya, akan memperkuat posisi negara Korea Selatan.
Sengketa Pulau Dokdo tidak menutup kemungkinan penyelesaian melalui pengadilan arbitrase, karena selama ini jalan yang ditempuh Jepang dan Korea Selatan belum menemukan jalan tengah. Pengalaman Jepang terbilang cukup dalam menyelesaikan penyelesaian sengketa terutama mengenai maritim melalui pengadilan arbitrase, seperti Jepang melawan Austria dan Selandia baru perihal sengketa Selatan Bluefin Tuna. Berdasarkan pengalaman Jepang yang ada, diharapkan ke depan Korea Selatan dapat diajak untuk menyelesaikan sengketa Dokdo melalui pengadilan arbitrase, sehingga dapat memperjelas kepemilikan Dokdo.
b. Konsiliasi
Jepang dan Korea Selatan dapat menunjuk empat konsiliator, yang masing-masing memiliki reputasi tertinggi dalam hal keadilan, kompetensi, dan integritas. Nama-nama yang ditunjuk oleh Jepang dan Korea Selatan akan menjadi penengah nantinya. Setelah itu, komisi konsiliasi beranggotakan lima orang akan dibentuk. Jepang dan Korea Selatan dapat dengan bebas memilih 2 konsiliator dari daftar konsiliator yang terdaftar. Melalui komisi konsiliator inilah penyelesaian sengketa akan dilakukan. Penyelesaian sengketa melalui komite mediasi belum pernah digunakan oleh negara-negara untuk menyelesaikan sengketa maritimnya, namun Jepang dan Korea Selatan dapat menyelesaikan sengketa Dokdo melalui mediasi.
c. Tribunal Internasional Hukum Laut (ITLOS)
Tribunal Internasional Hukum Laut dapat dilakukan untuk menyelesaikan sengketa Pulau Dokdo melalui forum Penyelesaian Sengketa Batas Maritim. Penyelesaian sengketa jalur ITLOS dapat dikatakan tempat penyelesaian yang efektif dan adil karena akan diputuskan secara langsung oleh badan peradilan yang fokus pada sengketa daerah maritim. Selain itu, hukum yang dipakai oleh ITLOS didasarkan Pasal 23 Statuta ITLOS yang menyatakan bahwa Tribunal akan menggunakan semua hukum internasional yang dipakai untuk menentukan segala sesuatu yang berkaitan dengan penerapan hukum dalam menyelesaikan sengketa delimitasi maritim. ITLOS tidak terpaku dalam satu metedo dalam penetapan delimitasi zona maritim, namun ITLOS memperhatikan bukti yang ada, pemeriksaan fakta serta kondisi laut. Penyelesaian sengketa melalui ITLOS akan menjadikan sengketa Pulau Dokdo menjadi sengketa delimitasi zona maritim, dan tidak lagi sengketa tentang status kedaulatan Pulau Dokdo. ITLOS akan menetapkan delimitasi zona maritim dengan persetujuan Jepang dan Korea Selatan di Laut Jepang berdasarkan ketentuan Konvensi Hukum Laut 1982 dan menggunakan berbagai macam metode delimitasi zona maritim. Jika digunakan metode garis tengah didalam delimitasi maritim kedua negara, maka Pulau Dokdo akan sangat berpeluang masuk dalam zona maritim Korea Selatan, karena jaraknya yang dekat ke titik pangkal Korea Selatan.
Garis imajiner dipergunakan oleh metode garis tengah untuk menentukan jarm yang sama dari titik pangkal Jepang dan Korea Selatan, dan membagi wilayah laut menjadi dua bagian yang sama lebar. Penggunaan metode tersebut akan menghasilkan garis batas maritim yang lebih adil, karena Jepang dan Korea Selatan akan memiliki zona maritim yang hampir sama luasnya di Laut Jepang. Sehingga kedua negara dapat menikmati hasil perikanan dan deposit gas hidrat di zona tersebut.
KESIMPULAN
Sengketa Pulau Dokdo antara Jepang dan Korea Selatan adalah sengketa yang muncul sebelum Perang Dunia II. Jepang dan Korea Selatan saling mengklaim Pulau Dokdo, dan klaim tersebut didasarkan pada dokumentasi historis dan konektifitas geografis. Pulau Dokdo diperebutkan sebab adanya kepentingan nasional dari masing - masing negara. Jepang dan Korea Selatan sudah melakukan beberapa kali negosiasi dalam upaya penyelesaian sengketa Pulau Dokdo. Namun di dalam upaya penyelesaian sengketa terdapat beberapa kendala yang dilalui oleh Jepang dan Korea Selatan. Sengketa ini berdampak kepada seluruh kegiatan yang ada, salah satunya berdampak ke dalam hubungan bilateral kedua negara, ekonomi, masyarakat. Banyak upaya yang telah dilakukan oleh pihak Jepang dan Korea Selatan baik itu dengan cara membuat Perjanjian Perikanan tahun 1998, melakukan negosiasi yang menghasilkan untuk menunda riset ilmiah di daerah laut Jepang dan melakukan riset ilmiah secara bersama. Jepang membawa sengketa ini ke Mahkamah Internasional pada tahun 1954, 1962, dan 2012 tetapi selalu ditolak oleh Korea Selatan. Upaya lain yang dapat ditempuh kedua negara yakni membuat Perjanjian Pengembangan Bersama di daerah Pulau Dokdo, melakukan Mediasi dengan meminta pihak ketiga untuk menjadi mediator, kemudian menyelesaikan sengketa dengan prosedur wajib yang sudah ditentukan dalam UNCLOS 1982 yaitu melalui Konsiliasi, Arbitrase, dan Pengadilan Internasional Hukum Laut (ITLOS).
Perlu bagi Pemerintah Jepang dan Korea Selatan untuk segera menyelesaikan sengketa Pulau Dokdo dengan secara damai sesuai yang diakui oleh hukum internasional. Hal ini untuk menghindari hal buruk yang terjadi apabila sengketa ini tidak secepatnya diselesaikan. Penyelesaian sengketa Pulau Dokdo diharapkan dapat memberikan kepastian hukum terhadap status kepemilikan Pulau Dokdo dan menetapkan batas maritim antara Jepang dan Korea Selatan di Laut Jepang.
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Adolf, Huala. 2006. Hukum Penyelesaian Sengketa Internasional. Sinar Grafika: Jakarta.
Arsana, Andi. 2007. Batas Maritim Antar Negara Sebuah Tinjauan Teknis dan Yuridis. Gadjah Mada University Press: Yogyakarta.
Mauna, Boer. 2008. Hukum Internasional. Alumni: Bandung.
Kusumaatmadja, Mochtar dan Etty R. Agoes. 2003. Pengantar Hukum Internasional. Bandung:Alumni
Jurnal
Adnyana, Kadek Try Suka. 2018. Penyelesaian Sengketa Kepulauan Senkaku Antara Cina dan Jepang Dalam Perspektif Hukum Internasional. Skripsi Jurusan Ilmu Hukum. Universitas Pendidikan Ganesha.
Dyah. Fauzia. 2013. Strategi Jepang Dan Korea Selatan Dalam Menyelesaikan Sengketa Teritorial Pulau Takeshima/Dokdo. Jurnal Analisis Hubungan Internasional. Volume 2 (3).
Syafitri, dkk. 2013. Sengketa Pulau Dokdo Antara Jepang Dan Korea Selatan. Journal of Internasional Law. Volume 1 (2).
Artikel
Dunia tempo. 2021. Korea Selatan Latihan Militer di Pulau Dokdo. https://dunia.tempo.co/read/1472816/korea-selatan-latihan-militer-di-pulau-dokdo.Â
Historia. 2010. Sengketa Masa Lalu. https://historia.id/mondial/articles/sengketa-masa-lalu-DORX6.Â
Kompas. 2012. Sengketa Dibawa ke ICJ. https://internasional.kompas.com/read/2012/08/12/032001441/sengketa.dibawa.ke.ICJ.Â
Kompasiana. 2013. Asia Timur Memanas, Jepang Klaim Pulau Dokdo Milik Korea.https://www.kompasiana.com/lakeisha/552a1c57f17e61ab5cd623ce/asia-timur-memanas-jepang-klaim-pulau-dokdo-milik-korea.Â
Kontanco. 2021. Jepang Kembali Klaim Pulau Dokdo. https://amp.kontan.co.id/news/jepang-kembali-klaim-pulau-dokdo-korea-selatan-protes-keras.Â
Matamatapolitik. 2020. Pulau Takeshima: Titik Konflik Korea Selatan-Jepang. https://www.matamatapolitik.com/pulau-takeshima-titik-konflik-korea-selatan-jepang-in-depth/.Â
Neliticom. 2013. Sengketa Pulau Dokdo antara Jepang dan Korea Selatan. https://www.neliti.com/id/publications/14976/sengketa-pulau-dokdo-antara-jepang-dan-korea-selatan.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H