Kepulauan Dokdo sebutan Korea Selatan atau kepulauan Takeshima sebutan oleh Jepang adalah kepulauan karang yang letaknya 215 km dari daratan Korea dan 250 km dari daratan Jepang. Kepulauan ini dekat dengan Pulau Ulleung yang sekitar 87 km dari wilayah Korea Selatan, sedangkan dari wilayah Jepang ialah kepulauan Oki yang berjarak 157 km. Kepulauan Dokdo atau Takeshima terdiri dari dua pulau karang yang bernama Seodo di bagian barat dan Dongdo dibagian timur, selain itu kepulauan Dokdo atau Takeshima ini memiliki ekosistem yang unik dan keanekaragaman hayati dan memiliki potensi pada bidang ekonomi. Kepulauan Dokdo atau Takeshima memiliki keanekaragaman ekosistem yang dipengaruhi oleh iklim dan letak geografis. Secara geopolitik kepulauan Dokdo berkaitan erat dengan kepentingan nasional kedua negara yaitu Korea Selatan dan Jepang. Kepentingan tersebut didominasi dengan keinginan dalam menguasai secara penuh atas kepulauan Dokdo yang memiliki kekayaan akan sumber daya alam laut dan gas hydrat. Dari kepentingan tersebut maka akan mengarah pada pembentukan kebijakan untuk menghasilkan keputusan politik luar negeri. Dalam hal ini, politik luar negeri Korea Selatan mengarah pada pencapaian kepentingan nasionalnya dan menjaga keutuhan wilayah teritorial negaranya yang berdasarkan bukti historis. Jepang lebih memanfaatkan nasionalitas penduduknya dalam mendukung pernyataan klaimnya yang dinilai memiliki tingkat ekonomis dan dan strategis sehingga dapat dikelola oleh pemerintah Jepang. Jepang menetapkan bahwa tanggal 22 Februari ditetapkan sebagai Hari Takeshima yang dinilai menjadi salah satu usaha dalam mendapatkan kekuasaan territorial atas kepulauan Takeshima.
Sengketa ini dimulai sejak berakhirnya Perang Dunia II, dan pada tahun 2012 ramai diberitakan dikarenakan Duta Besar Jepang untuk Korea Selatan menyatakan bahwa secara historis maupun yuridis pulau Dokdo atau Takeshima merupakan wilayah Jepang, tentu pernyataan tersebut memicu kemarahan warga Korea Selatan, dan aksi saling balaspun terjadi dimana pernyataan Duta Besar Jepang tersebut dibalas oleh Presiden Korea Selatan dengan melakukan kunjungan ke Pulau Dokdo pada tahun yang sama dan kunjungan tersebut dianggap penghinaan terhadap warga Jepang (Syafitri, 2013:6)Korea Selatan maupun Jepang sama-sama memiliki bukti yang menguatkan yang mana dasar klaim Jepang yakni didasarkan pada perjanjian Jepang dan Sekutu yakni perjanjian San Fransisco 1951 yang dalam Pasal 2 menyatakan bahwa "Jepang mengakui Kemerdekaan Korea, dan melepaskan semua hak, kepemilikan danklaim atas Korea, termasuk Pulau Quelpart, Port Hamilton dan Dagelet". Berdasarkan pada Pasal 2 Jepang berpendapat bahwa ia hanya mengakui kemerdekaan Korea, sedangkan kewajiban untuk melepaskan Pulau Dokdo atau Takeshima tidak tertera dalam pasal tersebut, dan Korea Selatan membantahnya dengan dasar historisnya atau fakta sejarahnya yang dimilikinya yang dikutip dalam beberapa dokumentasi pemerintah Korea Selatan, yang menyatakan bahwa Pulau Dokdo atau Takeshima pada awalnya merupakan suatu wilayah yang tidak ada pemiliknya yang dinamakan Ussankuk dan telah bersatu dengan Korea Selatan pada masa Dinasti Shilla pada tahun 512 SM.
Hubungan antara Jepang dan Korea Selatan yang semakin memburuk menimbulkan kekhawatiran bagimasyarakat dunia pada umumnya, dan masyarakat di Asia Timur pada khususnya. Sengketa perebutan suatu wilayah merupakan masalah yang sulit untuk selesaikan. Dari yang awalnya hanya saling klaim kepemilikan, dapat berkembang menjadi sengketa yang berujung konflik dan berakibat pada buruknya hubungan antar negara yang terlibat didalamnya, bahkan menyebabkan peperangan. Kenyataan yang terjadi saat ini adalah terus berlangsungnya perang klaim dan upaya-upaya penguasaan yang dilakukan oleh Jepang dan Korea Selatan di Pulau Dokdo. Persoalannya menjadi semakin rumit karena klaim dan upaya tersebut saling tumpang tindih yang menyebabkan tidak adanya batas wilayah yang jelas antara Jepang dan Korea Selatan di wilayah perairan sekitar Pulau Dokdo. Hal tersebut pada akhirnya menimbulkan berbagai protes keras melalui demonstrasi di Jepang dan Korea Selatan. Dampak sengketa ini sudah berimbas terhadap berbagai aspek kehidupan dari kedua negara.
Rumusan Masalah
1. Bagaimana penyelesaian sengketa Pulau Dokdo antara Korea Selatan dan Jepang?
2. Apa kepentingan kedua negara dalam sengketa Kepulauan Dokdo?
Kerangka Pemikiran
Dalam penulisan ini peneliti menggunakan teori Liberalisme, khususnya perspektif Liberalisme Institusional.
Dalam perkembangan Ilmu Hubungan Internasional, Liberalisme merupakan salah satu teori utama yang dijadikan acuan untuk dapat menjelaskan suatu fenomena tertentu. Dalam memahami politik dunia, Liberalisme merupakan salah satu pendekatan utama yang digunakan. Kaum liberal percaya bahwa Tindakan politik suatu negara harus dibatasi menggunakan hukum internasional dan pembentukan Lembaga-lembaga internasional. Pembentukan Lembaga-lembaga internasional meningkatkan ketergantungan antar negara karena adanya Kerjasama yang dilakukan negara-negara tersebut. Pembentukan Lembaga internasional memungkinkan penyelesain masalah melalui negoisasi atau mediasi, tidak langsung dengan cara kekerasan seperti perang. Kaum liberal mempercayai bahwa kondisi damai merupakan suatu kepentingan Bersama dari semua kalangan masyarakat dunia, dan melihat Hubungan Internasional sebagai suatu bidang yang berpotensi untuk berkembang dan melakukan perubahan pada cara pandang atauu pemikiran dunia.
Ada tiga asumsi dasar Liberalisme, yaitu pertamma, Liberalisme melihat sifat manusia dari kacamata yang positif. Dengan keyakinan mereka pada akal budi dan rasionalitas manusia, mereka yakin bahwa prinsip-prinsip rasional tersebut dapat diterapkan untuk urusan internasional. Kedua, sebuah keyakinan bahwa Hubungan Internasional lebih dapat berkooperatif daripada konfliktual. Mereka percaya bahwa manusia berbagi banyak kepentingan yang serupa, sehingga mendorong untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang memerlukan kolaborasi dan kooperasi, yang akan menghasilkan keuntungan yang lebih besar untuk umat manusia. Ketiga, keyakinan pada perkembangan. Perkembangan pada kaum Liberalisme, berarti juga perkembangan pada manusia. Negara ada untuk menanggung kebebasan dari individu-individunya yang membuat mereka dapat hidup dan mengejar kebahagiannya masing-masing tanpa adanya gangguan dari hal lainnya.
Jackson dan Sorensen membagi teori Liberalisme menjadi empat pemikiran utama, yaitu Sociological Liberalism, Interdependence Liberalism, Institutional Liberalism, dan Republican Liberalism. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan Liberalisme Institusional sebagai kerangka pemikiran. Liberalism Institudional menggarisbawahi pentingnya Kerjasama yang terorganisir antar negara. Adanya Lembaga-lembaga internasional membuat negara-negara saling bekerjasama yang membantu mengurangi ketidakpercayaan dan ketakutan antar negara dengan saling memberikan informasi diantara negara anggotanya, juga Lembaga internasional menyediakan forum untuk negara-negara untuk bernegoisasi. Peran dari lembaga internasional menurut Liberalisme Institusional adalah pertama, memberikan arus informasi dan peluang untuk bernegoisasi. Kedua, sebagai tempat pemerintah untuk melihat apakah negara lain melaksanakan komitmen seperti yang sudah disepakati. Ketiga, memperkuat kepercayaan yang sudah ada sebelunya akan solidalitas suatu perjanjian internasional.