Sementara dalam tema verbal, salah satu yang menonjol adalah penggunaan bahasa informal dan bahasa daerah. Dalam video yang diunggah 3 Oktober, gubernur menyampaikan pesan tentang peran pemimpin dan janjinya, menggunakan frasa "kagak ribet dah." Frasa ini, yang berasal dari bahasa Betawi, berarti "tidak repot" atau "tidak sulit." Penggunaan bahasa informal dan bahasa daerah ini bertujuan untuk menciptakan kedekatan dengan audiens, menghilangkan kesan formal dan berjarak. Pengulangan frasa ini pada 7 Oktober saat membahas tagline "Jakarta Menyala" memperkuat efek ini.
Fairclough (2003) menekankan bagaimana penggunaan bahasa sehari-hari dalam konteks politik dapat membangun solidaritas dan identifikasi dengan kelompok tertentu. Dalam konteks ini, penggunaan bahasa Betawi dan bahasa informal bertujuan membangun kedekatan dengan warga Jakarta.
Tindakan atau Solusi yang akan diambil
Unggahan terkait debat perdana pada 6 Oktober, dengan pantun dari "Bang Dul," juga merupakan penegasan komitmen. Penggunaan pantun, bentuk sastra lisan tradisional, menambah nuansa keakraban dan budaya lokal. Penegasan komitmen untuk "Jakarta yang mendukung dan memberi kesempatan yang sama bagi warganya" dan "hidup lebih baik dengan 3B: berdaya, berkeadilan, dan berkelanjutan" adalah contoh penggunaan bahasa yang persuasif untuk meyakinkan publik.
Narasi yang dibangun dalam keterangan video seringkali menyoroti kegiatan gubernur saat mendengarkan aspirasi dan keluhan warga. Unggahan tentang kunjungan ke Kampung Bayam dengan keterangan "Saya sudah menandatangani pakta integritas untuk mengembalikan hak warga Kampung Bayam" dan kunjungan ke Kali Sunter untuk "mendengarkan keluh kesah warga yang dari tahun ke tahun tidak pernah terselesaikan, yaitu banjir" memperkuat citra sebagai pemimpin yang responsif dan peduli.
Selain mendengarkan, keterangan video juga sering mengungkapkan rasa empati dan kepedulian gubernur. Respon terhadap keluhan warga Kampung Bayam ("Urusan Kampung Bayam.. Yang utama hak hidup dan hak yang diberikan negara kepada warga harus dikembalikan") dan pesan tentang ibu-ibu sebagai "sekolah pertama bagi anaknya, rumah bagi suaminya" menunjukkan upaya untuk membangun koneksi emosional dengan audiens.
Fairclough (2003) juga menekankan bagaimana politisi menggunakan bahasa untuk membangun hubungan interpersonal dengan publik. Ungkapan empati dan kepedulian adalah cara untuk menciptakan rasa percaya dan dukungan.
Dalam ungggahan video 11 Oktober ,Pramono datang mengunjungi warga Kali Sunter yang kerap kebanjiran untuk belanja masalah.” Mendengarkan keluh kesah warga yang dari tahun ke tahun, tidak pernah terselesaikan, yaitu banjir. Insha Allah apabila diberi amanah, penyelesaiakan menjadi prioritas demi keberlansgungan hdp warga. Bismilah (#jkt menyala). Saat berkunjung ke Kemang, ia menulis,” Mendengarkan langsung aspirasi warga di kemang, Banyak masukan berharga untuk perbaikan kota kita". Penandatanganan pakta integritas dan penyebutan "Bismillah" memperkuat komitmen dan memberikan dimensi religius pada pesan tersebut.
Lebih dari sekadar janji, beberapa unggahan juga menginformasikan tindakan atau solusi yang akan diambil. Ajakan untuk "urun rembug mengatasi banjir" dan tawaran "Balaikota sebagai tempat mengadu warga" menunjukkan komitmen untuk bertindak dan melibatkan partisipasi publik. Referensi ke program gubernur sebelumnya ("Yang baik dilanjutkan") dan penekanan pada "kesinambungan, tepat sasaran dan melanjutkan yang baik" menunjukkan pendekatan yang pragmatis dan berkelanjutan.
Interaksi dengan pengikut melalui balasan komentar dan undangan diskusi dengan pelaku industri kreatif menunjukkan keterbukaan dan keinginan untuk berdialog. Hal ini memperkuat kesan dekat dengan publik dan responsif terhadap masukan.
Dari beberapa temuan tersebut, apa representasi yang mau ditampilkan oleh kandidat? "Fairclough (1995) menekankan bahwa bahasa tidak netral, tetapi selalu terkait dengan kekuasaan dan ideologi. Dalam konteks ini, pilihan kata 'blusukan' itu sendiri, yang berkonotasi turun ke bawah dan berinteraksi langsung dengan masyarakat, menunjukkan upaya gubernur untuk membangun citra yang dekat dengan rakyat."