Di lantai lima, wanita sendirian bersama kekasihnya
Kekasihnya juga sendirian menuliskan surat-surat senyap
Tapi tak hilang lebih cepat, dari sandar antara dekap langit
Dan bulan yang suka menggigit lebih legit, kita sepasang
Yang memiliki sepi yang sama.
Aku menuliskan itu untuk Nara, ia tersenyum memanggil namaku, Dara A. Anarosse. Katanya, aku serupa mawar putih dalam namaku. Ia berharap mawar itu jadi edelweiss yang mekar dalam keabadian. Tak pernah cukup dengan kemusim, karena ia abadi sekali pun ia harus turun dari syurga menuju bumi. Aku tersenyum lagi pada Nara. Mengapa ia senang sekali, tersenyum sambil mengajakku tersenyum. Aku orang yang sakit-sakitan seolah benar tak berhak tersenyum kembali. Seperti dulu-dulu. Duduk di atas rakit, menikmati sore. Katanya senja selalu tak pernah dapat terpetakan. Karena ia selalu berbeda menampilkan ragam keindahannya.
Dua pertanyaan cukup memeriah pesta sore ini
Sofa yang nyaman, dan mata-mata yang berkelindaan
Dalam hati yang merautkan ujung-ujung dari bahagia
Ia yang bernama cinta.
***