PLAKKK!!! Belum selesai aku bicara, tangan besi itu menancap tepat dipipiku. Aku mendengus kesal.
"BERDIRRI!!". Bentaknya lagi.
Kemudian aku berdiri dengan tangan menyentuh pipi. Sakit.
Ah. Betapapun aku tak tau namanya, yang pasti aku sangat marah, mangkel. Bagaimana tidak? Tanpa pertimbangan aku disuruh berdiri di hadapan seluruh santri. Apalagi maghrib-maghrib begini, masjidnya full. Ah, dasar.
"KEDEPAN!! CEPATT!!". Tambah lelaki berpeci putih itu.
Dengan berat hati aku melangkah gontai menuju shof paling wahid. Sesekali ejekan terdengar dari teman temanku. Aku tak peduli. Saat wiridan yaumiyah usai, komplit semua santri menatap ku tajam. Muka jelek mereka sangat jelas terlihat. Ditambah deru suara mereka. "Huuuuuu"
"Huuuuu Huuu" "Huuuuuuuuuuuuuuuu"
Sudah kuduga, suara itu akan kudengar. Suasana menjadi gaduh.
"Ini masjid Kang! semuanya saja diharap tenang". Ungkap Pak Huda, lurah pondok yang terjadwal ngimami jamaah setiap maghrib itu lantas berdiri. Menghadap seluruh santri. Sekejap menjadi hening, tanpa bicara. Hanya lantunan rintikan hujan yang beberapa saat lalu menderu. Aku menghela nafas dalam-dalam..
"Ini hanya sebagai pelajaran buat kita semua. Biar kita bisa tafakkur betapa pentingnya mentaati peraturan". Tutur beliau. Aku menelan ludah.
Peraturan? Peraturan apa?