Entah apa yang dipersiapkan J untuk pesta kecil itu. Aku tak berpikir apa pun, bahkan ketika aku dimintanya menghisap rokok kecil yang sepertinya dibuatnya sendiri.
“Kau suruh aku merokok, kak?”
“Ini bukan rokok yang mengandung nikotin dan berbahaya itu, ini rokok kesehatan, hadiah dari bosku yang baru pulang dari luar negeri. Percaya padaku, ini akan membuat kita jadi lebih segar dan bersemangat. Kau akan merasakannya nanti.”
Aku menolaknya dengan tegas, tapi rayuan J akhirnya membuatku menyerah. Menyenangkannya untuk sesekali tak akan menjadi masalah. Apalagi dia barusan memberiku hadiah kalung yang indah.
“Hisap dan jangan kau buang asapnya. Hisap dan hisap terus!” katanya.
Aku terbatuk ketika mengisap kali pertama.
“Hisap terus agar batukmu terhenti. Memang selalu begitu ketika pertama kali,” kata J. Aku menurutinya dan perlahan-lahan aku merasa melayang dan nyaman.
“Kau akan merasakan dunia jauh lebih indah dari sebelumnya, adikku. Bahkan, aku bisa mengantarmu melihat surga,” kata-kata J jelas terdengar dan aku merasa senang.
“Di mana surga itu, kak?”
Aku tak tahu apa yang sebenarnya terjadi. Aku hanya melihat bahwa J menciumiku, membelaiku dan membisikkan kata-kata yang menyenangkan sambil sesekali memberikan rokok kecilnya untuk kuhisap. Semakin lama rasanya semakin melayang dan nyaman, diringi rasa bahagia yang tak terkira. J terus membicarakan surga sehingga aku terdorong untuk terus menanyakan di mana surga itu.
“Akan kutunjukkan, adikku.”