------
Maharani tersenyum manyambutku, seperti bisaa. Aku tak bisa tersenyum - dengan kemenangan - seperti biasa, tapi diam. Kurasa seharusnya aku tahu bahwa dia selalu menyambutku dengan senyum kemenangannya sendiri, dan aku dengan bodoh berpikir, aku satu-satunya yang memiliki kemenangan.
“Aku kalah...” aku berujar.
“Kalah?”
“Kau tetap bisa tersenyum, dan aku tidak.”
“Kau bicara tentang apa?”
“Sudahlah. Kau bicara banyak dengan Dyah Ayu bukan? Dia juga bicara banyak padaku.”
Maharani tetap tersenyum. Benar kata Dyah Ayu, Maharani jauh lebih stabil dariku.
Tiba-tiba aku teringat kata-kata Dyah Ayu tentang garis bodoh diantara kami berempat. Maharani dan Harmanlah yang rasanya memenangkan permainan bodoh ini. Apapun yang terjadi, mereka akan saling memilih. Dyah Ayu mungkin sama denganku, tapi sepertinya dia memiliki kemenangannya sendiri dengan pilihannya pada anak-anak dan pilihannya keluar dari garis bodoh ini.
Seketika aku merasa, aku adalah yang terbodoh. Satu-satunya yang tak punya pilihan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI