Marinos terkejut dan menghentikan tawanya, lalu menoleh ke Oruc dengan tatapan tajam.
"Kalau kalian ingin selamat, serahkan perahu ini dan semua uang, serta barang bawaan kalian!" kata pria itu dengan mimik serius.
"Tidak bisa!" sahut Ilyas.
Anak muda itu tidak bisa lagi membendung amarahnya. Oruc mencoba menenangkan adiknya itu dengan memegang lengan adiknya itu untuk kesekian kalinya.
Oruc mencoba realistis. Jumlah orang dan persenjataan orang-orang di hadapannya itu lebih banyak dan lengkap. Mereka berlima tidak akan mampu mengalahkanya. Bagi Oruc, keselamatan jiwa mereka lebih penting daripada harta benda.
"Ambillah semua uang dan barang bawaan kami, tapi biarkan kami pulang ke Midilli dengan perahu ini, Tuan," tawar Oruc sedikit mengiba.
Marinos tersenyum, lalu menoleh lagi ke teman-temannya yang berdiri di belakangnya.
"Hey, para kesatria Pulau Rodos, Pengikut Ordo Santo Yohanes dari Yerusalem! Kalian dengar, tidak? Pelaut Turki pecundang ini mencoba menawar!" kata pria itu dengan nada mengejek, lalu tertawa terbahak-bahak.
Mendengar hinaan pria tambun itu, Ilyas tidak bisa lagi membendung amarahnya.
"Kalian bukan kesatria, kalian hanyalah perampok dan pengecut!" tuding Ilyas dengan nada tinggi.
Mendengar itu, Marinos menghentikan tawanya, lalu menoleh ke arah Ilyas.