Mohon tunggu...
Adnan Abdullah
Adnan Abdullah Mohon Tunggu... Penulis - Penulis dan Traveler

Membaca untuk Menulis

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

Barbarossa (Bagian ke-3)

25 Mei 2024   19:50 Diperbarui: 25 Mei 2024   19:59 144
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Stilettobook.com

BARBAROSSA
Menjadi Korban Bajak Laut
(Bab Pertama, Bagian Ketiga)

"Siapa Anda, dan apa maksud kedatangan Anda," tanya Oruc dengan tenang.

Marinos tidak langsung menjawab, dia menoleh ke teman-temannya yang ada di belakangnya, lalu tertawa.

"Apa kamu tidak mengenali bendera dan seragam yang kami gunakan?" kata Marinos balik bertanya kepada Oruc.

"Iya, itu bendera Ordo Santo Yohanes dari Yerusalem," jawab Oruc.

Marinos mengangguk.

"Justru kami yang ingin bertanya. Kalian ini siapa, dari mana dan mau kemana?" tanya Marinos dengan tatapan tajam.

"Kami dari Tripoli dan hendak kembali ke Pulau Midilli," jawab Oruc.

"Oh, kalian pelaut Turki dari Midilli?" tanya Marinos.

Oruc mengangguk. "Iya, betul."

Pria itu tersenyum sambil mengangguk-angguk, lalu menoleh ke teman-temannya yang berdiri di belakangnya.

"Hey! Mereka orang Turki dari Midilli!" kata Marinos dengan nada mengejek, lalu tertawa.

Ucapan Marinos yang bernada merendahkan itu membuat darah muda Ilyas meluap. Anak muda itu bergerak maju, namun Oruc buru-buru menahannya.

"Tahan emosimu!" desis Oruc sambil mencengkram tangan kanan Ilyas yang memegang pedang.

Marinos kembali menoleh ke Oruc dengan mimik serius.

"Kalian tahu, sekarang berada dimana?" tanya Marinos lagi dengan nada yang tinggi.

"Iya, di Laut Aegea. Kami sudah sering berlayar di sini," jawab Oruc.

Marinos melotot, pura-pura takjub mendengar ucapan Oruc.

"Oh, sudah sering?!" tanya Marinos lagi.

Oruc mengangguk.

"Kami berlayar ke Tripoli untuk membawa barang dagangan ayah kami," kata Oruc lagi.

Marinos mengangguk-angguk lagi.

"Apa kalian tahu, laut ini adalah wilayah kami?!" bentaknya.
Oruc menggeleng.

Marinos melotot kepadanya, seakan menahan amarahnya, namun tidak berkata-kata.

"Lalu, apa yang harus kami lakukan, Tuan?" tanya Oruc berusaha tetap tenang.

"Menurutmu apa?" kata Marinos balik bertanya dengan nada sinis.

Oruc menghela napas, mengusir rasa kesalnya.

"Jika kami harus membayar pajak atau denda, kami siap menurutinya, Tuan," kata Oruc dengan tenang.

Marinos tersenyum sinis, lalu menoleh lagi ke teman-temannya yang berdiri di belakangnya.

"Hey! Kalian dengar, tidak? Orang ini mau membayar pajak dan denda kepada kita!" kata Marinos dengan nada mengejek, lalu tertawa terbahak-bahak.

Oruc mulai kehilangan kesabarannya melihat tingkah orang itu, dia langsung bereaksi untuk menghentikan tawa orang itu.

"Jadi berapa yang harus kami bayar pada kalian?!" tanya Oruc dengan nada yang tinggi.

Marinos terkejut dan menghentikan tawanya, lalu menoleh ke Oruc dengan tatapan tajam.

"Kalau kalian ingin selamat, serahkan perahu ini dan semua uang, serta barang bawaan kalian!" kata pria itu dengan mimik serius.

"Tidak bisa!" sahut Ilyas.

Anak muda itu tidak bisa lagi membendung amarahnya. Oruc mencoba menenangkan adiknya itu dengan memegang lengan adiknya itu untuk kesekian kalinya.

Oruc mencoba realistis. Jumlah orang dan persenjataan orang-orang di hadapannya itu lebih banyak dan lengkap. Mereka berlima tidak akan mampu mengalahkanya. Bagi Oruc, keselamatan jiwa mereka lebih penting daripada harta benda.

"Ambillah semua uang dan barang bawaan kami, tapi biarkan kami pulang ke Midilli dengan perahu ini, Tuan," tawar Oruc sedikit mengiba.

Marinos tersenyum, lalu menoleh lagi ke teman-temannya yang berdiri di belakangnya.

"Hey, para kesatria Pulau Rodos, Pengikut Ordo Santo Yohanes dari Yerusalem! Kalian dengar, tidak? Pelaut Turki pecundang ini mencoba menawar!" kata pria itu dengan nada mengejek, lalu tertawa terbahak-bahak.

Mendengar hinaan pria tambun itu, Ilyas tidak bisa lagi membendung amarahnya.

"Kalian bukan kesatria, kalian hanyalah perampok dan pengecut!" tuding Ilyas dengan nada tinggi.

Mendengar itu, Marinos menghentikan tawanya, lalu menoleh ke arah Ilyas.

"Apa katamu, anak haram ingusan?!" tanya pria tambun itu dengan mata melotot.

Mendengar itu, amarah Ilyas semakin menyala. Anak muda itu langsung meludahi wajah pria berjanggut lebat itu.

Melihat komandannya diludahi, belasan anak buah Marinos langsung merangsek maju dengan pedang terhunus di tangannya.

Oruc dan Ilyas langsung bergerak mundur selangkah, diikuti oleh ketiga anak buahnya yang lain sambil bersiap dengan pedang di tangan.

"Bunuh mereka semua!" perintah Marinos murka sambil menunjuk Oruc dan Ilyas.

Dalam hitungan detik, belasan orang pasukan Kesatria Rodos langsung menyerang. Terjadi pertempuran di atas perahu itu.

Oruc dan Ilyas beserta ketiga awak kapal lainnya tidak menyerah, mereka melakukan perlawanan sengit. Dua belas orang prajurit terlatih melawan lima orang pelaut sipil yang gigih, ternyata tidak semudah yang dibayangkan oleh Marinos.

Setelah lima belas menit melakukan perlawanan, Petros, Vasilius dan Umit berhasilkan dilumpuhkan, namun tidak dengan dua kakak-beradik Oruc dan Ilyas. Ilyas menjadi orang yang paling sengit melakukan perlawanan. Pemuda itu sangat gesit, gerakan dan sabetan pedangnya sangat cepat.

Ilyas mengamuk, dalam hitungan menit, tiga orang anak buah Marinos tersungkur berlumuran darah. Sementara Oruc yang juga berhasil menjatuhkan seorang prajurit, masih bertahan menghadapi tiga orang prajurit yang mengeroyoknya.

Tidak berapa lama kemudian, Oruc yang terus didesak oleh tiga orang prajurit mulai kewalahan, lengannya terluka terkena sabetan pedang. Melihat kakaknya terdesak, Ilyas mendatangi dan membantunya. Dengan sekali sabetan, Ilyas berhasil membuat salah seorang yang mengeroyok Oruc terluka dan terjatuh ke laut.

Melihat itu, Marinos meminta tambahan pasukan dari kapal galai untuk memberikan bantuan.

"Jangan diam saja, turun kalian!" teriak Marinos.

Lima orang prajurit pilihan pun turun, lalu mengeroyok Oruc dan Ilyas. Oruc kembali terdesak hingga tersungkur berlumur darah dan tidak berdaya, sementara Ilyas yang masih perkasa terus meladeni lima orang yang mengeroyoknya.

Pemuda itu berhasil menjatuhkan seorang lagi ke laut, namun empat prajurit lainnya terus mendesaknya. Melihat kegigihan Ilyas yang pantang menyerah, Marinos merasa perlu untuk ikut membantu anak buahnya menyerang Ilyas.

Dikeroyok oleh lima orang sekaligus membuat Ilyas mulai kewalahan dan kehabisan tenaga. Satu sabetan mengenai lengan kirinya, sabetan berikutnya mengenai lengan kanannya hingga putus, namun Ilyas tidak menyerah, dia meraih kembali pedangnya dengan tangan kirinya dan melawan.

Melihat Ilyas makin terdesak, Marinos dan keempat anak buahnya makin kalap menyerang pemuda itu. Sabetan dan tusukan terus menghujam ke tubuh Ilyas, hingga pemuda itu jatuh tersengkur berlumuran darah.

Di saat yang bersamaan, kotak kecil dari kantong celana Ilyas terjatuh tepat di depan Oruc tergeletak tak berdaya. Tanpa sepengetahuan Marinos dan anak buahnya, Oruc meraih dan memasukkannya ke dalam kantong celananya.

Melihat Ilyas sudah tidak berdaya, Marinos mundur dan memberi isyarat kepada anak buahnya untuk berhenti menyerang Ilyas.

"Cukup!" kata Marinos sambil mengangkat tangan kirinya.

Keempat prajurit itu berhenti menyerang Ilyas yang sudah tergeletak berlumuran darah dan tak berdaya di atas geladak.

"Seret dia ke hadapanku!" kata Marinos.

Dua orang prajurit menyeret Ilyas dan memaksanya duduk bersimpuh di hadapan Marinos.

"Kau sudah menghina Kesatria Pulau Rodos, maka terimalah hukumanku!" kata Marinos dengan murka.

Marinos mengangkat pedangnya dan langsung menebas leher Ilyas. Seketika tubuh Ilyas yang sudah tanpa kepala jatuh tersungkur di hadapannya.

Melihat kejadian itu, Oruc menjerit. "Ilyas!"

Oruc yang terluka dan sudah kehabisan tenaga, murka melihat adiknya dibantai secara keji. Dengan rasa sakit yang luar biasa dan pilu di hatinya, dia berusaha sekuat tenaga untuk meraih kembali pedangnya yang tergeletak tidak jauh darinya, dan berhasil.

Dengan sisa-sisa tenaga yang dimilikinya, dia berusaha untuk bangkit dan menyerang Marinos, namun baru dua langkah, dia jatuh tersungkur dan tidak sadarkan diri.

(bersambung)

Disalin dari: Novel Barbarossa
Penulis: Adnan Abdullah
Penerbit: Stiletto Book

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun