Mohon tunggu...
Aditya Wicaksono
Aditya Wicaksono Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

SASTRA

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

[Kritik Sastra] Tokoh Kugy Dan Keenan Dalam Novel Perahu Kertas Karya Dewi Lestari: Analisis Struktural Tokoh Dan Penokohan

24 Desember 2015   18:07 Diperbarui: 24 Desember 2015   18:11 5740
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

 

Oleh :

ADITYA WICAKSONO

 

 PENDAHULUAN

Pada saat ini, sastra Indonesia semakin berkembang dengan munculnya berbagai genre-genre sastra yang lebih bervariasi. Berkembangnya sastra Indonesia harus diimbangi dengan seringnya kegiatan kritik sastra supaya pengarang mengetahui kekurangan dan kelebihannya. Pengarang akan terbantu oleh para kritikus sastra dengan opini-opini yang objektif secara tidak langsung dijadikan bahan introspeksi pengarang dalam menulis karya sastra. Kritik sastra adalah kegiatan menganalisis karya sastra dengan mempertimbangkan baik dan buruknya karya tersebut dari beberapa aspek. Dalam kritik sebuah karya sastra diuraikan dan dianalisis unsur atau norma-normanya, diselidik, diperiksa satu per satu, kemudian ditentukan berdasarkan teori-teori penilaian karya sastra  bernilai atau tidak (Pradopo,1988:14).

Kritik sastra akan sangat membutuhkan seorang yang mempunyai pemahaman kuat tentang ilmu sastra lainnya, teori sastra dan sejarah sastra. Dalam Wellek dan Waren (2014:35) juga dituliskan bahwa studi karya sastra yang konkret disebut kritik sastra (pendekatan statis) dan sejarah sastra. Kritik sastra dan sejarah sastra adalah tindakan nyata dari penerapan teori sastra. Misalnya, ada sebuah paham atau teori yang bernama sosiologi sastra, untuk menganalisis sebuah karya sastra dengan menggunakan teori sosiologi sastra disebut kritik sastra. Sedangkan untuk mengetahui perkembangan teori sosiologi sastra pada karya sastra dari waktu ke waktu disebut sejarah sastra.

Kritik sastra adalah sebuah pendekatan dari teori sastra ke karya sastra yang bersifat statis, sedangkan sejarah sastra adalah sebuah pendekatan dari teori sastra ke karya sastra yang bersifat dinamis dan komparatif. Perkembangan kritik sastra pada era kesusastraan Indonesia saat ini perlu ditingkatkan. Banyak genre sastra yang muncul dapat dianalisis apakah genre sastra itu layak disebut karya sastra, apakah genre sastra itu mempunyai unsur seni dan mempunyai kandungan nilai yang didaktis, hal tersebut dapat diketahui dalam kritik sastra.

Dalam menganalisis karya sastra, diperlukan sebuah teori yang menjadi dasar untuk membedah karya sastra. perkembangan ilmu sastra telah memunculkan beberapa teori sastra seperti teori formalisme, teori strukturalisme, teori feminisme, teori semiotik sastra dan teori postrukturalisme. Selain teori tersebut, ilmu sastra juga dapat dikaitkan dengan multidisiplin ilmu, seperti sosiologi, psikologi dan antropologi sehingga memunculkan sebuah teori baru seperti sosiologi sastra, psikologi sastra, dan antropologi sastra. teori strukturalisme adalah salah satu dari  teori sastra yang berkembang di Indonesia pada tahun 1960-an.

Teori strukturalisme terbagi menjadi tiga, yaitu strukturalisme dinamik, strukturalisme genetik, dan strukturalisme naratologi. Secara definitif, strukturalisme adalah paham mengenai unsur-unsur, yaitu struktur itu sendiri, dengan mekanisme antar hubungan unsur yang satu dengan unsur yang lain dengan totalitasnya (Kutha Ratna,2013:91). Strukturalisme berbeda dengan formalisme, meski berada dalam satu akar yang sama. Formalisme hanya menganalisis suatu karya sastra dari bentuk saja, bukan isi. Sedangkan strukturalisme menganalisis suatu karya sastra dari struktur yang ada pada karya sastra itu, baik bentuk dan isi dengan menghubungkan unsur yang ada pada sebuah karya sastra.

Karya sastra adalah bentuk manifestasi dari imajinasi pengarang yang dapat dipengaruhi oleh pengalaman pengarang. Dalam sebuah karya sastra, terdapat struktur yang membangun karya sastra tersebut. Struktur karya sastra antara lain fakta-fakta cerita dan sarana sastra. Fakta-fakta cerita meliputi alur, tokoh, dan latar sebuah karya sastra, sedangkan sarana sastra meliputi judul, sudut pandang, gaya bahasa, simbolisme, ironi dan konflik. Fakta-fakta cerita merupakan detail-detail yang diorganisasikan dengan baik oleh pengarang, fakta-fakta cerita inilah yang pertama tampak dengan jelas di depan pembaca karya sastra (Pujiharto,2012:27). Fakta-fakta cerita, yang meliputi alur, tokoh penokohan, dan latar dapat juga disebut sebagai struktur faktual. Dalam makalah ini, analisis karya sastra akan terfokus pada struktur faktual tokoh, penokohan dan watak, yang ketiganya saling berhubungan dan menjadi kesatuan.

            Tokoh dalam karya sastra adalah pelaku yang menggerakkan alur dalam cerita, sedangkan watak adalah karakter sebuah tokoh dalam cerita. Berbeda dengan tokoh dan watak, penokohan adalah cara pengarang dalam menggambarkan tokoh dalam cerita. Tokoh dan penokohan memiliki hubungan yang berkaitan, tokoh diciptakan karena ada proses penokohan oleh pengarang. Alasan penokohan oleh pengarang juga dapat dianalisis, seperti motif pengarang menggambarkan sebuah tokoh dalam cerita.

            Tokoh juga bisa diklasifikasikan berdasarkan wataknya, yaitu menjadi tokoh sederhana dan tokoh bulat/kompleks (Pujiharto,2012:45). Tokoh lurus mempunyai ciri umum, yaitu tokoh hanya mempunyai satu watak. Tokoh bulat/kompleks mempunyai berbagai watak. Klasifikasi watak dalam tokoh dapat diketahui dengan beberapa cara; (a) deskripsi langsung pengarang dalam cerita, (b) tingkah laku yang digambarkan pengarang, (c) dialog antar tokoh, (d) pikiran dari tokoh lain dalam cerita. Dalam tokoh dan penokohan, ada satu unsur lagi selain watak, yaitu motivasi tokoh. Motivasi tokoh adalah alasan tokoh melakukan tindakannya dalam cerita.

 

TOKOH DAN PENOKOHAN KUGY DAN KEENAN DALAM NOVEL PERAHU KERTAS: ANALISIS STRUKTURAL

            Novel Perahu Kertas karya Dewi Lestari adalah salah satu novel genre sastra populer. Ciri umumnya fakta-fakta cerita dan sarana cerita pada novel Perahu Kertas mudah ditemukan dan dianalisis oleh pembaca dan kritikus. Multi interpretasi jarang ditemukan dalam novel Perahu Kertas. Novel Perahu Kertas menceritakan tentang perjalanan mimpi dan cinta dua tokoh utama, Kugy dan Keenan. Dua tokoh utama ini sangat menonjol dalam novel Perahu Kertas dengan karakter dan penggerak konflik. Selain dua tokoh utama, Kugy dan Keenan, novel Perahu Kertas digerakkan oleh tokoh-tokoh lain seperti Noni, Eko, Remi, Luhde, Ojos, Ami, Lena, Oma, Wanda, Karel, Kevin, Keisha, Jeroen, Adri, Wayan, Bayu, dan Siska. Dalam klasifikasinya, terdapat tiga macam golongan dalam tokoh pada novel Perahu Kertas; tokoh utama, tokoh sekunder, dan tokoh figuran. 

Tokoh utama adalah tokoh penggerak alur novel secara dominan. Tokoh sekunder adalah tokoh yang mendukung tokoh utama dalam menggerakkan alur. Tokoh figuran adalah tokoh pelengkap, yang perannya tidak begitu besar dalam menggerakkan alur besar cerita. Tokoh utama dalam Perahu Kertas yakni Kugy dan Keenan. Tokoh sekunder dalam Perahu Kertas adalah Noni, Eko, Luhde, Remi dan Wanda, sedangkan tokoh figuran dalam Perahu Kertas adalah Ojos, Ami, Lena, Oma, Karel, Kevin, Keisha, Jeroen, Adri, Wayan, Bayu, dan Siska.

  1. Tokoh Kugy

            Kugy adalah tokoh utama novel Perahu Kertas. Hal tersebut dapat terlihat dari banyaknya aksi Kugy dalam menggerakkan alur cerita novel. Selain dari segi kuantitas, dari segi kualitas tokoh Kugy memiliki karakter yang sangat kuat dalam cerita. Fisik tokoh Kugy digambarkan oleh pengarang sebagai sosok perempuan bertubuh mungil dengan rambut ikal sebahu.

Cewek bertubuh mungil itu tak henti-hentinya bergerak, berjingkat, kadang melompat, bahkan kakinya menendangi udara (Lestari,2012:4).

Dari jauh Ojos sudah bisa mengenali sosok mungil itu, rambut ikal sebahunya yang tergerai beradu dengan ransel besar yang seolah menenggelamkan tubuh kecilnya, belum lagi jaket jins yang sudah bisa dipastikan hasil minjam saking kebesarannya, Kugy melambaikan tangan (Lestari,2012:63).

Psikis tokoh Kugy digambarkan oleh pengarang sangat kompleks, watak tokoh Kugy antara lain, memiliki selera musik lawas yang berbeda dengan orang seumuran dengannya.

Kupingnya tersumbat earphone yang mengumandangkan musik new wave koleksi abangnya. Dia baru lulus SMA sebulan yang lalu, tapi selera musiknya sama dengan anak SMA lima belas tahun yang lalu (Lestari,2012:4).

Tokoh Kugy merupakan mahasiswa jurusan Sastra.

Pilihannya mengambil jurusan Sastra adalah buah dari cita-citanya yang ingin jadi penulis dongeng (Lestari,2012:8).

Tokoh Kugy memiliki kebiasaan menulis surat kepada dewa Neptunus dengan media perahu kertas.

Ia mengirim suratnya yang pertama saat mulai bisa menulis sendiri. Kugy melipat surat itu menjadi perahu lalu dihanyutkan ke laut, hampir setiap sore Kugy selalu ke pantai, mengirimkan surat-surat berisi cerita atau gambar untuk Neptunus (Lestari,2012:13).

Tokoh Kugy memiliki pemikiran yang matang tentang dirinya

Di luar dari perilakunya yang serba spontan, Kugy merencanakan dengan matang perjalanan hidupnya. Ia tahu alasan di balik semua langkahnya, dan benar-benar serius menangani impiannya (Lestari,2012:8-9).

            Selain melalui deskripsi pengarang, karakter tokoh Kugy dapat dilihat dari apa yang ia pikirkan ketika berdialog dengan tokoh lain, seperti pada kutipan berikut

“Makan bareng, yuk. Saya traktir. Pemadam kelaparan?” ujar Keenan

Kugy menghela napas. Perutnya sudah keroncongan sejak tadi. Dan tidak ada manusia lain yang paling ideal untuk menemani makan siang. “Hmmm ... sori. aku harus cabut, ada janji dengan Ami dari Klub Kakak Asuh. Kapan-kapan ya?” (Lestari,2012:95).

 

Dari kutipan tersebut, dapat disimpulkan bahwa karakter Kugy adalah ia pandai menyembunyikan sesuatu. Tokoh Kugy dalam novel Perahu Kertas diceritakan menyukai tokoh Keenan

“Gua kangen Keenan,” kata Eko tiba-tiba. “Dia ke mana ya?”

Hati Kugy seperti kena setrum di gardu listrik begitu mendengar nama itu disebut. Sebisa mungkin ia tampak tenang (Lestari,2012:229).

 

Tokoh Kugy bercita-cita sebagai penulis dongeng.

“Waktu aku kecil, punya cita-cita ingin jadi penulis dongeng masih terdengar lucu. Begitu sudah besar begini, penulis dongeng terdengar konyol dan nggak realistis. Setidaknya aku harus jadi penulis serius dulu. Baru nanti setelah mapan, lalu orang-orang mulai percaya, aku bisa nulis dongeng sesuka-sukaku,” ujar Kugy (Lestari, 2012:37).

 “Asal kamu tahu, di negara ini, cuma segelintir penulis yang bisa cari makan dari menulis tok. Kebanyakan mereka punya pekerjaan lain, jadi wartawan misalnya, dosen, copy writer di biro iklan. Apalagi kalau mau jadi penulis dongeng! Sekalipun aku serius mencintai dongeng, tapi penulis dongeng bukan pekerjaan serius. Nggak bisa makan.” (Lestari,2012:37)

            Dari kutipan dialog tokoh Kugy tersebut dapat disimpulkan bahwa karakter Kugy yang mempunyai pemikiran dewasa dan realistis terhadap kehidupannya. Ia terobsesi menjadi seorang penulis dongeng. Namun, ia sadar dan realistis dengan kenyataan bahwa penulis dongeng bukanlah pekerjaan yang lumrah di lingkungannya. Akan tetapi, Kugy tetap memilih jalan lain dalam hidupnya dengan menekuni dunia tulis menulis, terbukti kalau ia berkuliah di jurusan Sastra, meski bukan memfokuskan diri menjadi penulis dongeng. Ia mempunyai pikiran dewasa. Dari kutipan dialog tersebut, ia tetap meraih cita-citanya menjadi penulis dongeng yang tidak realistis itu dengan menjadi penulis serius agar mapan sebagai batu loncatannya meraih cita-cita utamanya.

  1. Tokoh Keenan

            Keenan adalah tokoh utama penggerak alur cerita novel Perahu Kertas bersama Kugy. Fisik tokoh Keenan digambarkan oleh pengarang sebagai pria keturunan Belanda yang pindah dari Belanda ke Indonesia. Tokoh Keenan bertubuh tegap, berambut hitam pekat dengan panjang melewati pundak, dan mempunyai sorot mata teduh.

Dalam ingatan Eko, Keenan adalah anak bule berambut kecokelatan, kurus dengan tungkai-tungkai panjang, bersorot mata teduh dan selalu tersenyum ramah, tapi jarang bicara. Dan sekarang Keenan menjulang tinggi dan tegap, rambutnya yang diikat tak lagi cokelat melainkan hitam pekat, tampak terjurai sedikit melewati pundak (Lestari,2012:24).

Psikis tokoh Keenan dalam novel Perahu Kertas digambarkan oleh pengarang sebagai seorang pendiam dan introver.

“... dan selalu tersenyum ramah, tapi jarang bicara. Dan sekarang Keenan menjulang tinggi dan tegap, rambutnya yang diikat tak lagi cokelat melainkan hitam pekat, tampak terjurai sedikit melewati pundak (Lestari,2012:24).

Sementara Keenan yang introver, halus, tidak menyukai keramaian. Dan lebih senang menyendiri merupakan cetak biru dirinya (Lestari,2012:15).

            Tokoh Keenan berkuliah di jurusan Ekonomi.

Namun, ada kepuasan yang tak bisa disembunyikan membesit di wajahnya. “Sudah kubilang kamu memang cocok kuliah di Ekonomi. 0,3 lagi untuk IP sempurna, semester depan kira-kira bisa?

“Mungkin,” jawab Keenan pendek (Lestari,2012:66).

            Tokoh Keenan ingin menjadi pelukis. Namun, ayahnya tidak setuju dengan hal itu.

Keenan menggeleng. “Dari kecil, yang saya suka Cuma melukis. Tapi, nggak tahu kenapa, Papa saya alergi sama segala sesuatu yang ada hubungannya dengan lukisan.” (Lestari,2012:112).

      

            Tokoh Keenan mempunyai sifat tidak mudah menyerah saat mengerjakan sesuatu di bidangnya.

Kali ini Keenan berusaha. Benar-benar berusaha. Memutuskan bahwa ia tidak akan menyerah kalah pada kebuntuannya. Buku tulis itu disimpannya di kamar dan tak pernah ia bawa lagi ke mana-mana. Keenan mencamkan pada dirinya sendiri bahwa jiwa seorang seniman adalah jiwa yang bebas, bukan jiwa yang terpenjara atau tergantung. Ia ingin terbebas dari buku itu. sudah saatnya. Keenan pun melukis, dan melukis (Lestari,2012:282).

  1. Keterkaitan tokoh Kugy dan Keenan dalam cerita

            Di dalam cerita novel Perahu Kertas, tokoh Kugy dan Keenan memiliki kedekatan emosional. Keduanya berasal dari satu akar yang sama, yakni seorang yang berambisi dengan cita-citanya. Tokoh Kugy berambisi menjadi penulis dongeng dan tokoh Keenan berambisi menjadi pelukis. Kedua tokoh diceritakan oleh pengarang dengan kisah yang berbeda dalam menggapai cita-citanya. Tokoh Kugy yang menjadi ibu guru di sekolah dasar darurat mampu melampiaskan hasratnya untuk menulis dongeng dan memvisualisasikan melalui anak-anak didiknya ketika bermain drama.

Kugy akhirnya membuat perjanjian dengan anak-anak itu, setiap kali mereka berhasil naik tingkat membaca, maka Kugy membuatkan dongeng tentang mereka (Lestari,2012:103).

 

            Tokoh Keenan melakukan perjalanan ke Bali untuk belajar melukis. Ia sangat berdedikasi dengan dunia kesenian. Di Bali, tokoh Keenan menjadi produktif dalam melukis. Inspirasi tokoh Keenan dalam melukis adalah tokoh Kugy.

Dan dirinya hanya bisa diam. Bagaimana bisa ia menjelaskan bahwa semua yang ia lukis adalah karya Kugy di sebuah buku tulis kumal, dan ketika semua kisah dalam buku itu habis ... habislah inspirasinya (Lestari,2012:278).

 

Hampir semua bab pada novel Perahu Kertas terdapat aksi tokoh Kugy dan Keenan yang menandakan bahwa alur cerita secara keseluruhan novel digerakkan oleh kedua tokoh ini. Alur besar novel  ini adalah perjalanan meraih cita-cita dan cinta, digerakkan oleh kedua tokoh yang mempunyai cita-cita yang kuat dibandingkan dengan tokoh lain. Pencarian cinta juga digerakkan oleh kedua tokoh ini. Hampir semua konflik cerita berasal dari aksi tokoh Kugy dan Keenan sehingga kedua tokoh ini menjadi tokoh utama novel Perahu Kertas.

Pada akhir cerita novel, tokoh Kugy dan Keenan akhirnya bersatu dalam pencarian cintanya. mereka dikaitkan oleh sebuah kesatuan yang diciptakan oleh pengarang, yakni radar Neptunus.

  1. Kritik terhadap penokohan Kugy dan Keenan dalam novel Perahu Kertas

            Dewi Lestari menggambarkan tokoh-tokohnya dalam novel Perahu Kertas dengan model deskripsi fisik di awal cerita kemudian di dukung dengan pendapat tokoh lain yang memperkuat karakter sebuah tokoh. Dalam penokohan, Dewi  Lestari sangat baik. Ia menggambarkan tokoh dengan jelas dan baik, dengan beberapa metode yakni deskripsi langsung, dialog antar tokoh, aksi yang dilakukan tokoh, dan pandangan tokoh lain. Sama dengan sastra populer lain, Penggambaran tokoh Kugy dan Keenan sangat dekat dengan kehidupan remaja saat ini. Dapat ditelusuri lebih lanjut lagi bahwa ketika menulis novel ini, pengarang (Dewi Lestari) berusia 20 tahun, seumuran dengan mahasiswa, dan menulisnya di Bandung. maka dapat disimpulkan, karakter Kugy dan Keenan merupakan hasil manifestasi dari pengalaman yang dialami Dewi Lestari sehingga memunculkan penggambaran tokoh yang baik.

Konflik-konflik yang diciptakan tokoh dapat diketahui dengan mudah alasannya. Karakter tokoh terlihat stereotip dengan dunia remaja saat ini. Namun, keahlian Dewi Lestari memperkuat tokoh dengan karakter yang jelas membuat novel Perahu Kertas memiliki nilai sastra yang baik dibandingkan dengan karya sastra genre populer lainnya, yang hanya sekedar menghibur saja. Unsur didaktis yang diciptakan oleh aksi tokoh Kugy dan Keenan berhasil disampaikan oleh Dewi Lestari.

            Tokoh Kugy dan Keenan yang digambarkan pengarang mempunyai cita-cita dan memiliki kemauan yang besar dalam mewujudkannya dapat menjadi bahan perenungan oleh pembaca, terutama remaja karena sesuai dengan usia tokoh. Dewi Lestari sangat baik pula dalam menggambarkan perjalanan kedua tokoh utama ini dalam menggapai cita-cita dan cintanya. Berbagai konflik, yang sebetulnya ringan dan klise, dapat dibuat menarik dan dapat memainkan emosi pembaca.

            Hanya saja yang kurang dalam penokohan di sini adalah kurang bebasnya pembaca menginterpretasikan sebuah tokoh. Pembaca akan dengan mudah menggambarkan tokoh, di sisi lain menguntungkan, sehingga kurang adanya variasi interpretasi tokoh. Contohnya pada tokoh Ajo Sidi pada cerpen “Robohnya Surau Kami”, pembaca cerpen tersebut akan memunculkan banyak interpretasi yang berbeda-beda satu dengan yang lain pada tokoh Ajo Sidi. Namun, melihat dari genrenya, hal itu wajar karena novel Perahu Kertas termasuk dalam sastra populer yang memiliki ciri umum mudah dikenali, mudah ditebak, dan sedikit terjadi multi interpretasi.

 

 KESIMPULAN

            Kritik sastra dengan analisis struktural hanya mengacu pada sesuatu yang tertulis dalam sebuah karya sastra saja, tanpa menghubungkan dengan dunia lain seperti pembaca, semesta, dan pengarang. Analisis struktural bersifat objektif dalam menilai karya sastra. Analisis struktural dapat digunakan untuk menganalisis unsur faktual (tokoh, alur dan latar) dan sarana sastra sebuah karya sastra. Dapat disimpulkan dari analisis kedua tokoh utama dalam novel Perahu Kertas bahwa pengarang berhasil membuat sesuatu yang sederhana dalam tokoh Kugy dan Keenan menjadi tokoh yang mempunyai karakter yang kuat. Penokohan yang dilakukan oleh pengarang sangat baik. Indikasinya, pembaca dapat membayangkan dengan baik tokoh Kugy dan Keenan dengan wataknya, karena penggambaran karakter yang kuat oleh pengarang dalam cerita.

           

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Kutha Ratna, Nyoman. 2013. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Lestari, Dewi. 2012. Perahu Kertas. Bandung: Mizan Media Utama.

 Pradopo, Rachmat Djoko. 1988. Beberapa Gagasan dalam Bidang Kritik Sastra Indonesia-Modern. Yogyakarta: PD Lukman.

Pujiharto. 2012. Pengantar Teori Fiksi. Yogyakarta: Penerbit Ombak.

Wellek, Rene dan Austin Warren. 2014. Teori Kesusastraan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

 

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun