Di Indonesia, terdapat berbagai penelitian tentang hilirisasi usaha pertanian. Salah satu penelitian menekankan perlunya fokus pada link hilir di industri bijih nikel dan timah (Perrine Toledano.,at all, 2020).  Penelitian lain melihat kebijakan irigasi untuk pertumbuhan pertanian di wilayah dataran tinggi Pagar Alam. Â
Penelitian ketiga melihat masalah ketahanan pangan dan prospek petani Indonesia, seperti meningkatkan pendapatan pertanian (Zuhud Rozki, 2021). Penelitian keempat membandingkan kinerja kakao Indonesia di pasar global dengan para pesaingnya dan menyarankan program "hilirisasi" untuk meningkatkan daya saing (Imam Mujahidin Fahmid.,at all, 2022). Terakhir, penelitian kelima melihat efek perubahan iklim terhadap reaksi petani padi di daerah irigasi hulu dan hilir di Indonesia (Arifah.,at all, 2022).
      Salah satu studi kasus terkait hilirisasi di Indonesia menekankan perlunya kebijakan hilirisasi khusus sektor dan kelemahan dari peraturan menyeluruh. Indonesia adalah pengekspor bijih nikel dan timah terbesar di dunia, serta produsen utama tembaga dan emas. Untuk meningkatkan nilai mineral tersebut, Indonesia menerapkan larangan ekspor, yang baru-baru ini dicabut karena penolakan sektor swasta dan penurunan pendapatan. Perusahaan kebanyakan terjebak di nikel dan tembaga, di mana Indonesia memiliki deposit kelas dunia, dan lebih cenderung mengembangkan fasilitas pengolahan (Perine Tolledano., at all, 2020).
      Studi kasus lain mengkaji hasil kebijakan pertanian di dataran tinggi wilayah Pagar Alam Indonesia (Sacha Amaruzaman.,at all, 2023). Penelitian ini berfokus pada kebijakan irigasi untuk pertumbuhan pertanian. Sementara itu, menurut laporan berjudul Tantangan dan Peluang Ketahanan Pangan di Indonesia.  Ada dua cara bagi petani Indonesia untuk bertahan hidup: meningkatkan pendapatan pertanian mereka atau mengkontrol keluarga melalui keluarga berencana (Zuhud Rozaki, 2021).
     Terakhir, ada sebuah artikel membandingkan kesuksesan kakao Indonesia di pasar dunia dengan para pesaingnya. Tujuan artikel ini adalah membandingkan kinerja kakao Indonesia di pasar global dengan para pesaingnya, serta mengkaji kebijakan "hilirisasi" yang mendorong daya saing produk kakao Indonesia (Imam Mujahidin Fahmid.,at all, 2022).
E. Studi Kasus: Hilirisasi Industri Pertambangan di Indonesia
     Indonesia memiliki kekayaan sumber daya alam, termasuk pertambangan. Meskipun demikian, industri pertambangan Indonesia dikritik karena kurangnya pengolahan hilir atau aktivitas bernilai tambah. Pemerintah telah mendorong tumbuhnya usaha hilir guna mendongkrak nilai tambah barang tambang dan menciptakan lapangan kerja tambahan.
     Peleburan merupakan salah satu contoh pengolahan hilir di sektor pertambangan. Indonesia melarang ekspor mineral yang belum diolah pada tahun 2014 untuk merangsang pengolahan dalam negeri dan meningkatkan perekonomian. Insentif juga diberikan pemerintah bagi perusahaan yang berinvestasi di smelter dan industri hilir lainnya (Proceedings Of The International Conference On History, Social Sciences, And Education (Ichse 2021), 11 September 2021).
     Contoh lainnya adalah industri kelapa sawit yang merupakan salah satu terbesar di Indonesia. Pendirian Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) pada tahun 2011 merupakan langkah maju dalam tata kelola lingkungan sektor tersebut. Metode sertifikasi ini memastikan bahwa produsen minyak sawit memenuhi standar lingkungan dan sosial yang ditentukan (Donny Tamtama, 2017).
     Dari segi infrastruktur, Lintasarta merupakan penyedia layanan cloud pertama di Indonesia yang memperkenalkan Cloud Sovereign, layanan cloud yang mematuhi undang-undang privasi data pribadi[3]. Ini menunjukkan bagaimana teknologi dapat digunakan untuk membantu banyak sektor.
     Secara keseluruhan, inisiatif hilirisasi atau hilirisasi sedang dilakukan di berbagai sektor ekonomi Indonesia, termasuk pertambangan dan kelapa sawit. Inisiatif ini berupaya untuk meningkatkan nilai tambah produk sekaligus mendukung kelestarian lingkungan dan inovasi teknis.