Media massa mestinya memberikan porsi yang proporsional. Jangan malah terbawa persepsi publik bahwa tindakan membunuh dengan menembak itu benar meski diperintah atasan.
Di agama juga kita diminta taat kepada orangtua. Tentu sepanjang perintah orangtua atau siapa pun itu tidak mafsadat apalagi maksiat. Kalau kita disuruh salat, itu baik. Kita disuruh infak, itu baik juga.Â
Namun, kalau kita disuruh mabuk, ya tinggalkan. Tidak ada kewajiban untuk kita atas perintah yang sarat mafsadat dan maksiat.
Kesembilan, jurnalis harus diperbolehkan mendengarkan hati nurani personalnya
Wartawan itu manusia juga. Ia punya nurani. Apalah ia diperbolehkan menggunakan nurani saat bertugas? Boleh. Ia bisa mengikuti nuraninya kala melakukan reportase.Â
Mencari berita memang utama. Tapi sebagai manusia ia adalah bagian dari kemanusiaan pada umumnya. Di atas jurnalisme ada sisi kemanusiaan.
Jika berada pada satu posisi di liputan soal kemiskinan, apakah boleh jurnalis memberikan porsi besar kepada mereka yang miskin? Apakah boleh ia menulis untuk mengetuk nurani manusia lainnya? Apakah diperkenankan ia mengajak warga lain untuk membantu? Jawaban untuk semuanya adalah boleh.
Nurani wartawan itu penting karena ia adalah sisi terdalam sebagai manusia. Termasuk juga kala wartawan punya salah. Ia mesti minta maaf jika bersalah.Â
Salah bisa dalam penulisan. Keliru bisa dalam akurasi yang tak presisi. Khilaf dalam arti kurang ketat dalam verifikasi. Jika salah, ia mesti minta maaf.
Kesepuluh, warga juga punya hak dan tanggung jawab dalam hal-hal yang berkaitan dengan berita
Poin terakhir ini tidak berada di buku yang sama karya Kovach dan Rosenstiel. Ia buku baru karena melihat banjir informasi sekarang. Berita kini tidak lagi dominasi wartawan media massa arus utama.