Mohon tunggu...
Achmad Fahad
Achmad Fahad Mohon Tunggu... Penulis - Seorang penulis lepas

menyukai dunia tulis-menulis dan membaca berbagai buku, terutama buku politik, psikologi, serta novel berbagai genre. Dan saat ini mulai aktif dalam menghasilkan karya tulis berupa opini artikel, beberapa cerpen yang telah dibukukan dalam bentuk antologi. Ke depan akan berusaha menghasilkan karya-kerya terbaik untuk menambah khasanah literasi di Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Sebuah Panggilan

3 Agustus 2023   18:19 Diperbarui: 3 Agustus 2023   18:24 250
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

   Terjadi keheningan diantara Mathew dan Nathalie. Pandangan mata Mathew sesekali melirik ke telepon genggam yang ada di atas meja, seolah-olah telepon genggam itu dapat meledak kapan saja dan menghancurkan Mathew beserta Nathalie menjadi berkeping-keping. Namun, berbeda dengan Nathalie yang duduk di hadapan Mathew. Sorot mata Nathalie bagaikan seorang hakim yang akan menjatuhkan vonis mati bagi terdakwa yang duduk di kursi pesakitan. Dan terdakwa itu adalah Mathew yang setiap detik semakin tidak tenang duduk di kursinya, ditambah muncul bintik-bintik kecil keringat di dahinya. Keheningan ini sepertinya akan berlangsung selamanya, tetapi akhirnya dipecahkan oleh suara Mathew yang terdengar tidak meyakinkan:

   "Sayangku, kenapa engkau menatapku seperti itu? Bagaikan aku ini adalah seorang pencuri yang ketahuan ketika sedang beraksi."

   "Maaf sayangku, aku tidak bermaksud seperti itu," jawab Nathalie. "Hanya saja sikap dan tingkah lakumu menjadi berubah setelah dering telepon masuk yang sepertinya mengejutkanmu."

   "Lupakan soal panggilan telepon tadi yang telah merusak acara kita malam ini. Aku akan menelepon balik secepatnya. Aku bisa pastikan bahwa semuanya baik-baik saja dan tidak ada yang perlu dirisaukan lagi sayangku," ujar Mathew untuk meyakinkan Nathalie.

   "Baiklah sayangku, aku percaya padamu," ucap Nathalie dengan senyuman.

   Baru saja Mathew bisa meyakinkan Nathalie yang mulai curiga terhadapnya dan di saat yang sama mendapatkan kembali ketenangannya. Tiba-tiba dering telepon genggam Mathew kembali berbunyi. Ketika Mathew mengetahui nama yang nampak di layar telepon genggamnya, jantungnya seakan berhenti berdetak dan kepanikan kini melandanya.

   "Sial! Kenapa menelepon di saat seperti ini," ucap Mathew pada dirinya sendiri. Lupa jika Nathalie ada di hadapannya dan bisa mendengar kata-kata yang baru saja Mathew ucapkan.

   Dering telepon itu membuat kecurigaan Nathalie yang sebelumnya mulai menghilang kini kembali dengan lebih kuat. Nathalie semakin yakin bahwa ada sesuatu yang sedang disembunyikan oleh Mathew. Kini, Nathalie mulai bertanya-tanya apa yang sebenarnya sedang Mathew sembunyikan darinya. Nathalie meyakini bahwa ini sesuatu yang besar karena bisa membuat Mathew salah tingkah, tegang, dan juga panik hanya dari sebuah panggilan telepon.

   "Kenapa kamu tidak terima saja panggilan telepon itu dan mengatakan jika saat ini kamu sedang makan malam bersama kekasihmu, dan akan menelepon balik sepcepatnya setelah makan malam ini selesai," ujar Nathalie dengan nada tegas. "Dengan begitu, orang yang menelepon itu tahu bahwa engkau sedang ada urusan penting yang tidak bisa diganggu."

   Mendengar ucapan tegas Nathalie yang baru saja disampaikan, membuat Mathew seperti berdiri di tengah rel kereta api tanpa bisa berbuat apa-apa dengan kereta api yang melaju kencang ke arahnya dan pasti akan menggilasnya tanpa ampun. Sungguh merupakan sebuah ironi situasi yang tengah Mathew hadapi saat ini. Mathew harus berpikir cepat bagaimana menemukan jalan keluar dari situasi yang tidak terduga ini. Namun, pada saat yang sama telepon genggamnya terus berbunyi menunggu untuk diterima.

   Karena sudah tidak sabar melihat Mathew yang tidak berani menerima panggilan telepon yang terus berbunyi. Nathalie akhirnya berkata dengan kecurigaan yang tidak ditutup-tutupi lagi, "Mathew, kenapa kamu tidak berani menerima panggilan telepon yang terus berbunyi itu? Jangan-jangan kamu memiliki wanita lain selain diriku? Jika kamu tidak berani menerima panggilan itu, biarlah aku yang menerimanya dan berbicara dengan orang yang ada di panggilan itu."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun