Willy penasaran. "Sampai sekarang?"
"Tidak lagi," tukas Sabda. "Kita ke dangau. Gelas-gelas kopi sudah menanti kita di situ. Di sini kopi cepat dingin."
"Betul," desis Sam. Uap menyembur dari mulutnya. "Dingin sekali."
Mereka kembali berjalan di atas rerumputan.
Setiba di dangau, Sam dan Willy tumbang. Mereka berbaring di lantai dangau. Bilah-bilah bambu yang terpasang tengkurap dan berjajar rapi langsung berkeriut menyambut tubuh mereka. Hanya Sabda yang berbeda. Ia berbaring di atas rumput. Kepalanya berbantal tangan.
Seruan Willy mengejutkan Sabda. "Ada sinyal!"
Sabda mencebik. "Kamu pikir karena kita di kampung terpencil lantas nirsinyal?"
Willy mengangguk. "Tadi tidak ada sinyal."
"Apakah kamu akan sekarat kalau bercerai dengan gawai dalam sehari?" tanya Sabda.
Mata Willy mendelik, bibirnya mencebik. "Bukan begitu. Aku harus menyapa kekasihku. Menanyakan pagi ini dia sedang apa, mengingatkan agar dia tidak lupa sarapan, dan meminta supaya dia tetap cinta kepadaku."
Sabda bangkit dan duduk memeluk lutut. "Sam mendengkur." Ia tertawa melihat Sam terlelap dan dengkurnya meningkahi cericit burung. "Kamu tidak main medsos lagi?"