Mohon tunggu...
Blasius Mengkaka
Blasius Mengkaka Mohon Tunggu... Guru - Guru.

Alumnus Program Pendidikan Profesi Guru (PPG) di Universitas Negeri Nusa Cendana Kupang Tahun 2008 dan suka Trading. (1). Pemenang Topik Pilihan Kolaborasi "Era Kolonial: Pengalaman Mahal untuk Indonesia yang Lebih Kuat", (2). A Winner of Class Miting Content Competition for Teachers Period July-September 2022. (3). The 3rd Winner of Expat. Roasters Giveaway 2024. Hubungi: 081337701262.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mama Aleta Baun dari Mollo-NTT Memperjuangkan 5 Nilai Global untuk Transformasi Politik Indonesia yang Lebih Baik

10 November 2022   16:11 Diperbarui: 10 November 2022   16:15 1209
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mama Aleta menerima The Goldman Environmental Prize Tahun 2013 di San Fransisco, AS (Sumber foto: The Goldman Environmental Prize)

1. Pendahuluan

Seluruh pembaca yang pernah membaca di Media-Media dan pernah menonton di TV atau Youtube tentang Mama Aleta pasti mengenal Mama Aleta sebagai ikon pejuang lingkungan hidup asal Mollo-NTT. Popularitas Mama Aleta Baun tinggi setelah menerima anugerah The Goldman Environmental Prize di San Fransisco, AS pada bulan April 2013. Penghargaan itu telah "mentahbiskan" Mama Aleta sebagai ikon pejuang lingkungan hidup dari Mollo-NTT.

Dalam tulisan ini, saya menyelesaikan model ethos global yang menggerakkan Mama Aleta. Ethos global berwujud nilai-nilai global yang diusung Mama Aleta. Predikat ikon pejuang lingkungan hidup yang disandang Mama Aleta selama ini sering dilihat dalam prespektif nilai tanggung jawab ekologis saja. Mama Aleta menerima Goldman Enviromental Prise Award sebagai salah satu warga dunia yang benar-benar komit melakukan perjuangan tanpa pamrih terhadap perlindungan lingkungan hidup dari ulah para penambang marmer di Mollo-NTT selama 13 tahun.

Akan terasa kurang seimbang jika Mama Aleta hanya dipahami sebagai pejuang lingkungan hidup saja tanpa melihat nilai-nilai global lain dalam diri Mama Aleta. Berdasarkan hasil riset, saya menemukan bahwa Mama Aleta Baun memperjuangkan secara keseluruhan 5 nilai global. Tetapi berapa publikasi tentang Mama Aleta mungkin telah sedemikian menonjolkan hanya satu nilai global saja yaitu sebagai pejuang lingkungan hidup. Jika hal itu terjadi maka wacana pemberitaan tentang Mama Aleta memang sudah benar tetapi terasa kurang seimbang. Tanpa 4 nilai global lainnya, maka nilai tanggung jawab ekologis yang diperjuangkan Mama Aleta belum benar-benar berdaya transformatif.

Dalam tulisan ini, saya ingin menekankan bahwa terdapat 5 nilai global sebagai ethos global yang secara serempak telah diperjuangkan Mama Aleta Baun dalam dedikasinya sebagai wanita pejuang lingkungan hidup di Kabupaten TTS.  Perempuan pejuang asal Mollo yang pernah tinggal di hutan dengan membawa anak bayinya yang baru berumur 2 bulan itu memberikan pesan perdamaian yang sangat kuat bagi dunia. Kondisi ini terasa cocok bagi Indonesia yang sedang mencita-citakan demokrasi damai.

Demokrasi damai bukan hanya menonjolkan nilai tanggung jawab ekologis secara nyata saja oleh tiap-tiap warga negara. Lebih penting adalah menghayati 5 nilai global secara seimbang, yaitu: pantang kekerasan, solidaritas dalam keadilan, kejujuran, kesetaraan antara pria dan wanita dan tanggung jawab ekologis.

Dalam perjuangan Mama Aleta, empat nilai global  lain berpijak pada nilai tanggung jawab ekologis. Dengan pijakan pada nilai tanggung jawab ekologis, 4 nilai lainnya berkaitan dan memiliki pendasaran yang sangat kokoh. Tetapi bukan berarti nilai tanggung jawab ekologis lebih penting dari nilai-nilai global lain. Ke-5 nilai global itu setara dan seimbang dijalankan oleh Mama Aleta Baun dengan bertitik tolak pada nilai tanggung jawab ekologis.

2. Tentang 3 Sumber Primer dari Tulisan Ini

Penulis menggunakan 3 sumber utama dalam menyelesaian tulisan ini yaitu: Pertama, tulisan ilmiah Benediktus Dalupe berjudul Dari Hutan ke Politik: Study Terhadap Ekofeminisme Aleta Baun di Mollo-NTT di Jurnal Polinter Prodi Ilmu Politik FISIP UTA'45 Jakarta, Vol.5 No.2 (September-Februari 2020) menjadi sumber primer pertama. Dengan mengguanakan banyak sumber, Dalupe membuat kesimpulan penting, sebagai berikut: "Gerakan ekofeminisme di Mollo yang dipimpin Aleta Baun memberi pesan penting bagi gerakan perempuan (feminisme) dan lingkungan (ekologi). Keterancaman global soal kerusakan lingkungan dapat diatasi dimulai dari tingkat lokal. Perpaduan antara perempuan, alam dan kearifan lokal (masyarakat adat) dan pengorganisaian yang bertahap menjadi model yang menjanjikan bagi gerakan ekofeminisme dimana pun. Isu-isu lingkungan memang harus ditarik untuk tidak saja menjadi kepedulian yang khas perempuan, tetapi menjadi kepedulian universal. Kebijakan publik ekologis akan lebih mudah tercapai bila diperjuangan secara universal. Kisah Aleta memberi pesan, bahwa perempuan menjadi pihak yang paling strategis dan tepat untuk memulainya. Perubahan sosial bervisi ekologis sebagaimana diharapkan tetap harus dimulai dari mengeluarkan perempuan dari penjara kultural bernama patriarki. Aleta telah melakukannya dengan membalikkan ketakberdayaan akibat peran minimal gender dalam kultur patriarki menjadi modal dalam pergerakan. Membangun narasi, mengembangkan komunitas adat, dan perlunya jalur politik memberi arah yang jelas bagi perubahan sosial yang diharapkan".

Kedua, karya tulis Siti Maemunah berjudul Perempuan Pejuang Tanah Air dalam buku berjudul Merayakan Ibu Bangsa yang diterbitkan di Jakarta oleh Direktorat Sejarah Direktorat Jenderal Kebudayaan-Kemendikbudnas RI tahun 2016. Tulisan Siti Maemunah merupakan hasil wawancara langsung  antara Siti Maemunah dengan Mama Aleta Baun yang berisi pengetahuan, pengalaman dan pesan dari Mama Aleta Baun dalam memperjuangkan tanah air.

Ketiga, karya tulis Dr. Georg Kirchberger berjudul Konsep Ethos Global Hans Kng dan Relevansinya Terhadap Upaya Dialog Antaraagama di Indonesia yang diterbitkan di Jurnal Ledalero, Vol.21, No.1 Juni 2022. Dalam tulisannya Dr. Kirchberger mengupas tuntas nilai-nilai global sebagai ethos global, seperti: pantang kekerasan, solidaritas dalam keadilan, kejujuran, kesetaraan antara pria dan wanita dan tanggung jawab ekologis sesuai prespektif Hans Kng. 

3. Tentang Mama Aleta Baun

Mama Aleta Baun lahir sebagai perempuan suku Mollo, anak seorang Amaf di kampung Lelobatan, 16 Maret 1966. Ia lahir dari keluarga petani miskin di kaki gunung Mutis. Pendidikan tertingginya adalah tamat SMA Kristen Kupang. Ia menikah dengan Lifsus Sanam, seorang guru dan dikaruniai 3 anak. Di masa muda, ia kehilangan ibunya, lalu ia dibesarkan oleh seorang wanita sesukunya. Suku Mollo berabad-abad hidup dari keanekaragaman hayati yang disakrarkan. Perempuan Mama Aletta Baun memiliki hak mengakses tanah Mollo karena ia merupakan warga komunal dari suku Mollo.

3.1. Ceritera Perjuangan Mama Aleta Baun

Ceritera tentang perjuangan Mama Aleta Baun sudah ditulis secara meyakinkan oleh Barbara Schreiber di Media Britannica.com, sebagai berikut: Selama tahun 1980-an pejabat pemerintah daerah Kabupaten TTS secara ilegal mengeluarkan izin kepada perusahaan pertambangan, suatu tindakan yang memungkinkan perusahaan untuk memotong batu marmer dari pegunungan di wilayah Molo tanpa berkonsultasi dengan penduduk desa setempat. Penggundulan hutan dan tanah longsor akibat pertambangan terbukti menjadi ancaman langsung bagi penduduk desa, yang menggunakan hutan untuk mengumpulkan makanan dan obat-obatan serta tanaman yang dibutuhkan untuk membuat pewarna alami untuk kain tenun tradisional mereka. Tanah longsor sangat menghancurkan desa-desa di hilir, karena mencemari sungai-sungai besar di wilayah itu, yang memasok air minum dan irigasi bagi sebagian besar penduduk. Pada akhir 1990-an Baun mengorganisir sebuah gerakan dengan tiga perempuan lainnya, berjalan kaki dari desa ke desa (beberapa perjalanan memakan waktu hingga enam jam) untuk mengumpulkan dukungan terhadap operasi pertambangan. Tindakan tersebut memicu pembalasan kekerasan terhadap banyak pengunjuk rasa, dan Baun menjadi target upaya pembunuhan yang memaksanya bersembunyi di hutan bersama bayinya. Terlepas dari intimidasi, kampanye Baun berkembang dengan menyertakan dukungan dari ratusan penduduk desa dan mencapai puncaknya pada tahun 2006 dalam sebuah protes damai. Sekitar 150 perempuan menduduki lokasi penambangan selama setahun, duduk di atas batu marmer sambil menenun kain tradisional mereka. Perusahaan pertambangan, dalam menghadapi tekanan yang meningkat dari dukungan publik yang meningkat (di seluruh Indonesia dan luar negeri) untuk para penenun, menghentikan operasi mereka, dan pada tahun 2010 mereka telah menarik diri dari daerah tersebut. Setelah seluruh  Perusahaan tambang marmer menarik diri dari Kabupaten TTS, bersama kelompoknya Mama Aleta melakukan konservasi hutan untuk memulihkan kerusakan alam akibat penambangan Marmer. Mama Aleta Baun melanjutkan perjuangannya melawan proyek-proyek pembangunan masa depan dengan bekerja sama dengan masyarakat lain di seluruh pulau Timor barat untuk memetakan hutan tradisional mereka dalam upaya untuk membangun hak teritorial adat dan mempertahankan tanah mereka dari eksploitasi yang akan datang dari industri pertambangan, minyak, dan gas serta dari pertanian komersial. Dia juga memimpin upaya untuk menjaga dan menghutankan kembali area yang rusak akibat kegiatan pertambangan dan mendorong kemandirian ekonomi daerah dengan membangun ekonomi berbasis lokal yang berfokus pada pertanian berkelanjutan dan penjualan hasil karya lokal.

3.2. Beberapa Apresiasi

Pada bulan April 2013, Mama Aleta Baun, pejuang lingkungan hidup dari Kabupaten TTS-NTT menerima anugerah The Goldman Environmental Prize Award di San Fransisco, AS. Sejak saat itu, nilai-nilai yang diperjuangkan oleh Aleta Baun secara local di kawasan gunung Mutis akhirnya mengglobal. Tidak sampai di situ, pada 2016, Mama Aleta Baun meraih penghargaan Yap Thiam Hien Award 2016 sebagai perempuan pejuang lingkungan dari Mollo-NTT. Pada Sabtu, 11 Maret 2017, hadiah uang dari The Goldman Environmental Prize 2013 bernilai US$ 150 ribu kemudian dialokasikan untuk menjadi dana abadi untuk pejuang wanita lainnya.

3.3. Peran Mama Aleta Dalam Politik

Melalui Partai Kebangkitan Bangsa  (PKB), Mama Aleta terpilih untuk menjadi anggota DPRD I Provinsi NTT Periode 2014-2019. Secara nasional, Mama Aleta terpilih dalam Jabatan Sekretaris DPP PKB  Bidang Lingkungan Hidup dan Pariwisata pada tahun 2019. Jalur politik baginya merupakan kesempatan untuk menjaga kesinambungan perjuangannya di bidang lingkungan hidup dan pariwisata. 

4. Empat (4) Kunci Kesuksesan Mama Aleta Baun

Ira Manggilio (2015), seperti dikutip Benediktus Dalupe (2020) menulis bahwa Mama Aleta Baun menggunakan kepercayaan lokal mengenai hubungan masyarakat adat Mollo dengan alam. Hubungan keterikatan yang tak terbantahkan ini menjadi spirit Aleta dan rekan-rekannya untuk memprotes para penambang.

Di Mollo-NTT, Mama Aleta Baun menggunakan pendekatan kekeluargaan. Mama Aleta tahu bahwa adat budaya berkiblat kepada kekeluargaan. Karakter adat budaya di Mollo bercorak gotong royong sehingga pendekatan kekeluargaan adalah metode pendekatan yang menjawabi kebutuhan nyata untuk meraih dukungan warga adat. Mama Aleta menggunakan 4 cara sederhana yang dikenal dengan rumus 4D untuk mendapatkan dukungan orang-orang Mollo, yaitu:

4.1. Dekat

Mama Aleta membangun keyakinan atau kepercayaan tentang kedekatan kodrati dan non kodrati orang Mollo dengan alam yang dirusakan oleh penambang dan juga membangun kedekatan dengan orang-orang yang dikorbankan penambang Marmer. Mama Aleta adalah bagian orang yang melakukan aksi nyata penolakan tambang. Ia juga adalah bagian dai rakyat yang merasakan kekerasan fisik dan intimidasi berupa: ancaman, penderitaan, penganiayaan, ditangkap polisi dan dipenjarakan selama 20 hari.

4.2. Dukung

Untuk mendukung warga yang menderita akibat penambangan marmer, Mama Aleta harus mendengarkan sebanyak mungkin keluhan-keluhan mereka. Keluhan-keluhan para korban berisi seputar kesulitan-kesulitan hidup dan cara- cara agar dapat keluar dari penderitaan. Sejauh jalan keluar itu adalah kebaikan, maka ide dan kegiatan itu harus didukung. Pada intinya Mama Aleta membiarkan anggota masyarakat adat menyalurkan pekerjaan, bakat dan kemampuan mereka secara positif. Hal-hal itu harus didukung. Agar masyarakat tidak merasa sendiri memperjuangkan kebaikan-kebaikan bagi hidup dan kesejahteraan mereka.Upaya dukungan itu dilakukan Mama Aleta  antara lain melalui aksi nyata bersama sesame warga yang menderita.

4.3. Dampingi

Mama Aleta adalah wanita pejuang lingkungan hidup asal Mollo-NTT yang mengalami kesadaran akan ketertindasan lebih dahulu. Lalu dia berjuang untuk menumbuhkan kesadaran kepada sesamanya terhadap posisi ketertindasan yang mereka alami dan mengemukakan cara-cara mengatasi ketertindasan. Menurut pengakuan Mama Aleta kepada Siti Maemunah (2016), untuk mendampingi, warga harus dibentuk kelompok-kelompok atau  komunitas adat., seperti: Kelompok Menenun, Kelompok AMAN (Aliansia Masyarakat Adat Nusantara), Yayasan Taim Hine Aleta Baun, kelompok ternak, kelompok pertanian organic,  dan kelompok Organisasi Attaemamus (OAT) yang punya 640 petani di mana Mama Aleta berfungsi sebagai pendamping kegiatan mereka dengan para anggotanya berasal dari para tokoh adat dan anak-anak muda. Pada intinya pendampingan diperlukan agar gerakan masyarakat adat dapat berkontribusi positif dan bermanfaat serta mengindarkan kegiatan-kegiatan negative yang merugikan tujuan pembentukkan komunitas adat. Topik-topik yang dibicarakan adalah kedaulatan dan kemandirian. 

Salah satu hasil diskusi di komunitas adat menjadi bahan pidato  terkenal Mama Aleta di Forum World Culture Forum (WCF) berjudul: Kami Tidak Jual yang Tak Bisa Kami Buat" di Bali pada 11 Oktober 2016 yang dhadiri 65 orang utusan dari 65 negara,  Di Forum WCF, Mama Aleta mengatakan, "Kami hanya akan menjual apa yang bisa kami buat, kami tak akan menjual apa yang tidak bisa kami buat. Kami tak akan menjual lahan, sungai, hutan gunung dan air.  Kami harus menata produksi dan konsumsi kami". 

Menurut pengakuan Mama Aleta kepada Siti Maemunah (2016), komunitas adat yang dbentuk Mama Aleta terdiri dari orang-orang Mollo, Amanuban dan Amanatun. Setelah para penambang Marmer menarik diri dari Mollo, TTS, setiap dua tahun para anggota komunitas adat berkumpul untuk mengadakan   Festival   Ningkam   Haumeni setiap 2 tahun untuk   terus   merayakan   hasil-hasil perjuangan.

Dapat dibuat kesimpulan bahwa Mama Aleta berhasil membangun persahabatan dengan orang-orang dekatnya dan membangun komunikasi efektif yang menyenangkan. Dengan terciptanya komunikasi menyenangkan maka akan mudah bagi Mama Aleta memasukkan nilai-nilai positif dalam aktivitas harian seputar pembelaan terhadap lingkungan hidup. Pada intinya komunitas-komunitas adat yang dibentuk Mama Aleta bertujuan untuk menggalakkan kerja-kerja kolabaratif agar tercipta kesetaraan antara pria dan wanita.

4.4. Diskusi

Dengan komunitas adat yang dibentuk, Mama Aleta memperbanyak diskusi dengan mereka. Dalam diskusi, diperlihatkan tentang sikap toleransi dan menghargai pendapat orang lain. Diskusi membuat pemikiran komunitas adat menjadi lebih kritis. Beberapa hal tentang topik dalam diskusi adalah: dampak-dampak negatif dari penambangan dan upaya untuk menghentikan penambangan. Juga cara memperbaiki alam yang rusak dengan aksi nyata melakukan konservasi alam agar pulih kembali.

5. Tradisi Budaya Sebagai Medium Pendidikan Paling Menyentuh Tiap Individu

Dengan keberhasilan itu, Mama Aleta membuktikan bahwa pendidikan yang berbasis pada tradisi budaya setempat adalah model pendidikan yang paling menyentuh tiap individu. Tanpa pendidikan budaya dari dalam keluarga, setiap orang tidak bisa memiliki pengetahuan yang benar. Kemapanan dalam budaya adalah syarat mutlak mendapatkan pendidikan yang baik. Banyak orang gagal memperoleh pendidikan secara baik karena melupakan budayanya sendiri. Budaya adalah salah satu potensi domestik yang paling diandalkan dalam memperoleh pendidikan. Sebab ada nilai-nilai dalam budaya yang sebenarnya sudah jadi, siap dikembangkan oleh seorang individu setelah meraih pendidikan yang baik. Pendidikan modern memoles pengetahun budaya sendiri menjadi lebih jernih dan berhasil.

Dalam kasus ini, meskipun Mama Aleta Baun hanya tamat SMA Kristen Kupang, namun Mama Aleta memiliki kelebihan yang sangat jarang dimiliki seseorang, yakni kemapanan dalam budaya sendiri. Di Indonesia, setiap kebudayaan memiliki wilayah teritorial. Kabupaten adalah wilayah yang terdiri atas beberapa suku bangsa yang masing-masing suku bangsa memiliki wilayah sebagai medium tempat tinggal selama berabad-abad. Para warga memiliki kekayaan-kekayaan yang tak berkesudahan di dalam wilayah territorial suku mereka. Untuk itu pendidikan bertugas untuk memanusiakan manusia agar manusia hasil pendidikan dapat mengolah potensi-potensi domestik menjadi barang-barang siap pakai yang berkualitas dan memiliki nilai jual tinggi.

Mama Aleta Baun menghidupkan filosofi perjuangannya dari budaya dawan sebagai kekuatan mengusir para perusak lingkungan hidup. Budaya dawan adalah budaya yang dia anut dari tradisi turun-temurun. Fiosofi alam dari budaya dawan itu mengilhami perjuangannya untuk mengusir para penambang dan melestarikan lingkungan hidup. Kekuatan budaya dawan yang ada dalam diri Mama Aleta meliputi:  filosofi tentang alam, tradisi menenun dan mengayam, kehidupan peternakan dan pertanian, dll.

Menurut pengakuan Mama Aleta kepada Guntur Romli (2008), orang Mollo-NTT percaya Fatu, nasi, Noel, afu amsan a'fatif neu monit mansian. Batu sebagai tulang, tanah sebagai daging, air sebagai darah,  dan hutan sebagai kulit, paru-paru dan rambut. Jika kita merusak alam, kita seperti merusak tubuh sendiri.

Menurut pengakuan Mama Aleta kepada Siti Maemunah (2016), marga-marga orang Mollo-NTT berasal dari gunung batu, yang disebut faut kanaf.  Orang Timor atau Atoen meto memiliki Kanfatun, nama yang diperoleh dari batu tempat leluhur berasal dan merupakan akar dan batang dari pohon keluarga. Ritus-ritus adat dilakukan di sekitar gunung batu, kayu atau hutan dan sumber air. Perempuan bertanggung jawab menyediakan air dan makanan untuk keluarga. Bagi Mama Aleta, tenun adalah identitas adat orang Timor. Lelaki menggunakan selimut  atau mauk, sementara perempuan menggunakan sarung atau biasa kami sebut tais. Tenun adalah pekerjaan sehari-hari perempuan. Sejak kecil Aleta diajari menenun. Sambil menenun, Aleta diajari oleh ibunya tentang kekayaan alam, adat dan tanggung jawab perempuan. Semua bahan tenun juga didapat dari alam, seperti: Kapas, kayu ampupu, cemara, serat pohon enau, batang pohon tanduk. Pewarna juga berasal dari kebun dan hutan, sepeti: akar mengkudu, daun nila dan daun arbila.

6. Pentingnya Penghayatan 5 Nilai Global

Lima nilai global berikut ditetapkan oleh hasil konsesus agama-agama dan negara-negara sehingga pelaksanaannya mewajibkan. Nilai-nilai global adalah kebajikan atau kabaikan yang diterima secara konsensus untuk berlaku secara global. Mama Aleta Baun telah memperjuangkan dan melakukan 5 nilai global berikut dalam perjuangannya di Kabupaten TTS-NTT dengan tanggung jawab ekologis sebagai titik tolak penting.

Nilai-nilai global yang disetujui banyak negara dan agama dapat menyatukan umat manusia. Nilai-nilai global dapat menjamin kebahagiaan, keteraturan, ketertiban hidup dan kualitas hidup. Setiap orang yang tekun melaksanakan nilai-nilai global akan menjadi manusia-manusia berkualitas dan baik dalam hidupnya.

6.1. Pantang Kekerasan

Mama Aleta tidak menggunakan kekerasan dalam memperjuangkan kelestarian lingkungan hidup. Mama Aleta menggunakan cara-cara damai dan perjuangan berbudaya, seperti: demosntrai, menenun di lokasi sengketa, tidur di bawah tenda, dll. Para pelaku kekerasan akhirnya dikalahkan oleh kekuatan perjuangan damai dan cinta lingkungan hidup dari Mama Aleta. 

Pantang kekerasan harus menjadi komitment tiap pribadi untuk wajib dijalankan dalam hidup setiap hari. Pantang berarti menahan diri untuk tidak berbuat. Pantang kekerasan telah menjadi komitmen global berarti menahan diri untuk tidak melakukan kekerasan terhadap diri sendiri, sesama, alam dan hewan dan tumbuhan.

Untuk dapat menahan diri dari melakukan kekerasan terhadap alam, manusia, hewan dan tumbuhan, seseorang harus punya iman yang kuat sebagai daya tahan diri yang berasal dari dalam diri sendiri. Pantang kekerasan merupakan salah satu nilai global yang harus dihayati semua orang di dunia. Pantang kekeresan menjadi komitment tiap pribadi sehingga  setiap pribadi menjalankannya dengan iman, kerelaan, keihlasan hati, bahagia dan tanpa paksaan.

6.2. Solidaritas Dalam Keadilan

Solidaritas berarti berbela rasa, ikut serta merasakan penderitaan dan kegembiraan sesama. Biasanya solidaritas berarti ikut merasakan penderitaan sesama dan menolong mereka. Istilah solidaritas dalam keadilan, artinya ikut merasakan penderitaan dan menolong sesama yang ditindas karena ketidakadilan. Mama Aleta ikut serta merasakan penderitaan sesama di Mollo yang menderita akibat perusakan lingkungan. Ia menolong mereka dengan memimpin mereka melakukan kerja sama dan berbagai demonstrasi menuntut penolakan tambang marmer.

6.3. Kesetaraan Antara Pria dan Wanita

Dominasi pria menciptakan hambatan kultural dan struktural bagi perjuangan wanita. Kesetaraan pria dan wanita memang saat ini sudah lebih membaik jika dibandingkan dengan zamannya R.A. Kartini dahulu. Tetapi hingga saat ini kesetaraan pria-wanita tetap masih terus diperjuangkan oleh tokoh-tokoh wanita Indonesia moderen, salah satunya Mama Aleta Baun. Menurut Bendiktus Dalupe (2020), dalam perjuangannya, Mama Aleta berhasil mengesampingkan dominasi pria dalam budaya Mollo yang memberi ruang bagi 2 penindasan sekaligus yakni penindasan terhadap alam dan terhadap wanita. Mama Aleta berhasil membuat laki-laki dan perempuan bersatu dan berbagai peran dengan laki-laki.

Menurut pengakuan Mama Aleta kepada Siti Maemunah (2016), laki-laki urus rumah, urus anak, bergantian. Kerja bersama pria dan wanita di berbagai komunitas-komunitas yang dibentuk Mama Aleta memberi harapan yang menjanjikan melalui kerja- kerja kolaboratif antara perempuan dan laki-laki bagi terciptanya kesetaraan, keadilan, dan perubahan sosial-ekologis di masa depan. Kekuatan Mama Aleta adalah kelompok-kelompok masyarakat adat dan wanita-wanita Mollo di tingkat akar rumput.

Menurut Benediktus Dalupe (2020), perempuan Mollo-NTT  membutuhkan strategi untuk  mencapai keberhasilan.  Dua tantangan  yang mereka lewati: (1) membebaskan diri dari penjara 'patriarki' dengan mendapat dukungan dari kaum laki-laki (para suami), (2) merumuskan landasan etik-kultural untuk berjuang secara konsisten. Narasi untuk dua hal ini berhasil dibangun Aleta. Sebagaimana diuraikan Mangilio (2015), seperti dikutip Benediktus Dalupe (2020), mereka sebenarnya membalikkan keadaan dari posisi gender yang tak berdaya menjadi sangat berdaya untuk dapat menciptakan emosi dan soliditas perlawanan.

Menurut Mangilio (2015) yang dikutip Benediktus Dalupe (2020), Perempuan Mollo-NTT secara aktif menggunakan peran-peran gender yang sering digunakan oleh kaum laki-laki untuk mendiskriminasi dan menempatkan mereka pada posisi subordinat. Peran gender yang dimaksud berkenaan dengan peranan dan sifat perempuan Mollo sebagai kaum yang dekat dengan alam, pemelihara dan perawat. Menurutnya, peran semacam ini sesungguhnya sangat membatasi ruang gerak perempuan Mollo berkisar hanya di ruang domestik saja. Namun dengan menjunjung tinggi peran-peran gender tersebut, para perempuan Mollo menggunakannya bahkan memelintirnya untuk kepentingan perjuangan mereka. Dengan argumen bahwa merekalah pemelihara alam, maka mereka meminta kaum laki-laki untuk membiarkan mereka berjuang di ranah publik

6.4. Kejujuran

Nilai global kejujuran berarti kesesuaian antara berbicara, berpikir dan berbuat yang benar dan baik. Nilai kejujuran harus berasal dari hati nurani yang suci, bermartabat dan bersih. Nilai kejujuran adalah kebajikan berdasarkan hati nurani yang suci dan bening. Orang yang jujur akan dikenang selalu. Dengan melakukan kejujuran, kaum warga Mollo memeroleh jalan keluar dan mereka memenangkan perjuangan mereka mengusir para penambang marmer dan melakukan konservasi untuk memulihkan lingkungan hidup.

6.5. Tanggung Jawab Ekologis

Tanggung jawab ekologis adalah kunci perjuangan Mama Aleta. Selama 13 tahun Mama Aleta berjuang untuk mengusir para penambang keluar dari TTS, usahanya terbukti berhasil. Tidak berhenti sampai di situ, setelah para penambang berhasil diusir keluar, Mama Aleta bersama kelompoknya melakukan konservasi lahan-lahan dan alam yang rusak dengan penghijauan. Tujuan untuk mengharmoniskan kembali keseimbangan alam yang rusak akibat penambangan marmer. Sampai sekarang Mama Aleta giat mengkampanyekan kelestarian alam di bumi Mollo-NTT. Dengan perjuangannya menjaga keseimbangan dan kelestarian lingkungan hidup, perjuangan Mama Aleta mendapat dasar yang kuat. Dengan pendasaran kuat pada pelaksanaan nilai tanggung jawab ekologis, 4 nilai global lainnya dapat berkembang dengan sangat baik.

7. Lima (5) Nilai Global untuk Transformasi Politik Indonesia yang Lebih Baik

Kondisi Indonesia hari ini masih menyimpan banyak masalah namun memiliki 2 peluang emas. Beberapa masalah penting adalah perang Ukraina-Rusia, Pandemi Covid-19 yang mendatangkan resesi ekonomi, jumlah penduduk yang tinggi dengan konsumsi sumber daya alam berlebihan dan emisi CO2 yang selalu meningkat. Dua peluang emas Indonesia sangat penting yang dapat dimanfaatkan untuk pembangunan bangsa adalah posisi Indonesia sebagai Presidensi G20 tahun 2022 dan posisi Indonesia sebagai Ketua ASEAN 2023.  

Menurut pengakuan Mama Aleta kepada Siti Maemunah (2016), isu lama yang masih tetap ada adalah banyak anak muda meninggalkan kampong pergi ke luar negeri dan  ke Kalimantan  untuk mencari nafkah. Lebih dari 14 ribu orang muda NTT yang ke Malaysia dengan hanya 35% yang punya surat ijin. Jumlah terbesar TKI berpotensi jadi korban traficking, perdagangan manusia. Sedangkan pekerja di Kalimantan adalah pekerja tanpa upah layak dan jaminan kesehatan yang kurang dengan jumlah yang makin banyak. Makin banyak orang meninggalkan kampung mencari penghidupan karena musim yang berubah di kampungnya,  makin susah diramalkan, jumlah hujan berkurang, atau datang terlalu cepat, sehingga gagal panen, dan mengalami kelaparan, terutama di daerah pesisir. Tapi alam berubah ini tidak terjadi dengan sendirinya. Perusakan hutan di masa lalu, program reboisasi yang mengubah tanaman asli dan penanaman Hutan Tanaman Industri.

Tak cukup mencapai kelestarian lingkungan hidup dengan hanya melakukan demonstrasi dan penghijauan. Mama Aleta memutuskan terjun di bidang politik. Ia menjadi politikus PKB dan terpilih menjadi anggota DPRD 1 NTT (2014-2019). Lewat jalur politik, dia bisa berkontribusi dalam menyelamatkan lingkungan hidup dan generasi masa depan..

Nama Aleta Baun adalah figur politikus wanita Indonesia saat ini yang memiliki pendasaran yang kuat dalam kiprah perjuangan politiknya di masa lalu. Mama Aleta Baun dikenal publik karena aktivitasnya menolak tambang Marmer di Mollo di masa lalu. Ia berhasil membuat para penambang menghentikkan seluruh aktivitas menambang di TTS-NTTpada tahun 2010. Setelah tahun 2010, dia berjuang melakukan konservasi untuk memulihkan alam di bekas penambangan marmer di gunung Mutis. Setelah pulih, gunung Mutis siap menjadi ekowisata yang manarik bagi wisatawan. Selain itu, alam yang pulih menyediakan makanan, bahan tenunan dan keberlangsungan penghidupan yang layak bagi seluruh warga. Ia punya dasar kuat yaitu narasi dan kekuatan masyarakat adat yang dibentuknya untuk menjadi politikus wanita Indonesia. Kekuatan masyarakat adat dalam lembaga adat yang dibentuknya bersifat abadi dan keberadaan masyarakt adat tidak berubah, tetap.

Penampilan seorang politikus wanita di era pasca Reformasi di Indonesia semakin menarik perhatian. Di era Indonesia sekarang, sosok wanita politikus disoroti dari sisi rekam jejak sebagai politisi pada umumnya. Hal itu disebabkan kondisi emansipasi kaum wanita Indonesia di zaman pasca Reformasi ini sudah membaik. Di tingkat elit pemerintahan Indonesia, sudah ada wanita Indonesia yang menjadi Presiden dan Wapres RI. Terdapat banyak wanita Indonesia sudah menjadi Menteri, Gubernur, Bupati, Camat, Kepala Desa, Duta Besar, Ketua DPRD I dan II, anggota Legsilatif, Yudikatif, Jenderal, dll. Sudah ada wanita Indonesia yang menjadi Ketua DPR RI. Tetapi Mama Aleta adalah tokoh perempuan yang unik karena ia memiliki pendasaran yang kuat pada perjuangan kelestarian lingkungan hidup.

Oleh karena itu ketika DPP PKB pada tahun 2019 mendudukkan Mama Aleta Baun  sebagai Sekretaris DPP Bidang Lingkungan Hidup dan Pariwisata, publik teringat akan sepak terjang Mama Aleta. Alam Mollo yang dahulunya rusak oleh para penambang telah diubah untuk menjadi surga ekowisata oleh Mama Aleta dan para wanita Mollo. Alam Mollo sebagai tempat kaum wanitanya mengambil makanan, bahan tenunan dan penghidupan yang layak dapat lestari.

Bagaimanapun juga penampilan sosok wanita dalam dunia politik Indonesia di era Internet yang sebagian besar cita-cita emansipasi wanita Indonesia sudah terjawabi patut dilihat secara hati-hati. Pengalaman Pilpres 2019 masih membekas dalam ingatan publik. Saat itu dalam diri Emak-Emak, gerakan kaum wanita sering dinarasikan dengan kebencian, kekerasan dan hoaks akibat kurangnya literasi.

Ada harapan baru bahwa berdasarkan rekam jejak, sosok politikus Perempuan asal Mollo bernama Mama Aleta Baun yang menjadi elite DPP PKB adalah ibarat mata air sejuk di tengah padang gurun politik Indonesia saat ini. Narasi lisan, kegiatannya dan jumlah penghargaan yang dia terima meyakinkan kepercayaan public Indonesia. Mama Aleta adalah ikon pejuang lingkungan hidup yang berasal dari akar tumput di Timor NTT.

Bukan kebetulan Mama Aleta dapat masuk di jajaran elite DPP PKB, tetapi melalui proses rumit dari rekam jejaknya yang meyakinkan, sebagai fenomena yang tidak biasa. Hal ini terjadi di tengah-tengah kecurigaan public bahwa peran wanita di tingkat akar rumput masih belum menggembirakan. Ia mematahkan pendapat bahwa wanita sering merupakan pihak yang paling banyak dikorbankan dalam pembangunan. Mama Aleta Baun memperjuangkan emansipasi atau kesetaraan pria dan wanita di tingat akar rumput. Rekam jejaknya yang gemilang di tingkat akar rumput akhirnya mengindonesia.

Mama Aleta Baun telah disosialisasikan oleh Media-Media sebagai pejuang lingkungan hidup pencinta damai dan pencinta kehidupan. Hal itu ketika kita belajar dari rekam jejak Mama Aleta Baun dan penghargaan internasional dan nasional yang telah Mama Aletta Baun raih. Rekam jejak nya membuat kita bersepakat bulat bahwa Mama Aleta Baun adalah sosok politikus pencinta alam, pencinta damai dan pencinta kehidupan.

Mama Aleta adalah politikus wanita yang dilahirkan dari akar rumput, sosoknya tetap dianggap fenomenal. Kehidupan social di akar rumput sangat kental dengan keaslian, kejujuran, kepolosan dan ketaatan terhadap adat istiadat. Sosoknya hingga kini itu tetap fenomena yang patut dikaji tuntas latar belakangnya dan perjuangannya sampai menjadi pendekar wanita pejuang lingkungan hidup terkemuka di tanah air.

Ia bukan politikus wanita produk promosi jabatan dalam institusi modern dan out put pendidikan barat tetapi ia adalah wanita lokal Mollo-NTT yang tampil asli. Ia lahir, dididik dan mendasarkan pemikirannya atas lingkungan hidup dari tradisi adat istiadat yang dianutnya secara turun-temurun. Dia adalah wanita natural dan akrab dengan alam Molo-NTT. Mama Aleta juga tidak berkiprah sebagai politis nasional, ia hanya mantan anggota DPRD I NTT.

Bagi saya posisi Mama Aleta di politik harus tetap penting sebagai inspirasi dari Mama Aleta untuk Indonesia dan bahwa inspirasi dari Mama Aletta di DPP PKB tercermin dalam narasi diri cinta lingkungan hidup di tataran akar rumput di Kabupaten TTS-NTT yang diharapkan untuk menjadi model bagi kebangkitan cinta lingkungan hidup di tingkat nasional, akhirnya tingkat global. Dalam politik nasional, posisi Mama Aleta sebagai pejuang lingkungan hidup adalah titik tolak penting untuk tumbuhnya berbagai kekuatan pembaharu Indonesia.

Mama Aletta adalah pembawa angin segar dalam kancah politik nasional, ia membawa misi mulia untuk pertama-tama membangkitkan cinta lingkungan hidup bagi Indonesia. Rekam jejaknya sebagai pejuang lingkungan hidup patut dijadikan inspirasi bagi kaum wanita bahkan seluruh warga Indonesia. Indonesia yang maju adalah Indonesia yang memiliki prespektif yang seimbang tentang seluruh nilai-nilai global. Indonesia yang maju tidak hanya memperhatikan tanggung jawab ekologis saja, tetapi semua warga dan pemerintahan harus berlaku jujur, berlaku solider dalam keadilan, memberlakukan kesetaraan antara pria-wanita dan pantang kekerasan.Untuk era sekarang, Indonesia sedang mengalami krisis lingkungan hidup sehingga perhatian untuk memulihkan lingkungan hidup mungkin lebih besar. Harapan kita semua agar keseimbangan pelaksanaan nilai-nilai global dapat terjaga baik, semua sama-sama diperhatikan dan tidak ada nilai global yang lebih tinggi dari nilai global lainnya. Dalam pelaksanaan 5 nilai global, tentu Indonesia memiliki banyak tantangan, tetapi dengan tekad dan kemauan kuat pasti tantangan-tantangan dapat diatasi. Saya mengambil kesimpulan bahwa dengan prespektif yang seimbang, Mama Aletta akan menggerakkan dan memperjuangkan realisasi 5 nilai global untuk mentransformasi Indonesia.

8. Kesimpulan

Peristiwa Mama Aleta meraih hadiah anugerah The Goldenman Environmental Prize Award di San Fransisco, AS pada bulan April 2013 adalah peristiwa kemanusiaan yang sangat besar bagi orang Indonesia. Dunia internasional telah mengakui sepak terjang seorang perempuan Mollo-NTT dalam perjuangan membela lingkungan hidup dari para perusak yang brutal menambang tambang marmer di Mollo-NTT. Peristiwa itu adalah kemenangan besar yang diraih Mama Aleta Baun di bidang pembelaan lingkungan hidup. Sekaligus merupakan peristiwa kekalahan bagi para pelaku kekerasan di Mollo-NTT. Juga peristiwa menangnya kejujuran, menangnya perjuangan emansipasi wanita, menangnya solidaritas dalam keadilan dan menangnya perjuangan non kekerasan.

Setiap orang di Indonesia harus melakukan pantang kekerasan, solidaritas dalam keadilan, memperjuangkan kesetaraan pria dan wanita, melakukan kejujuran dan harus punya tanggung jawab ekologis. Tanggung jawab ekologis bukan hanya membela kelestarian lingkungan hidup saja, tetapi harus siap-siap untuk mengekspor hasil bumi ke daerah-daerah yang rawan pangan akibat pertambahan jumlah penduduk. 

Kita harus mengetahui jejak ekologi kita sendiri berupa seberapa luas lahan untuk hidup, konsumsi energi, makanan, kayu, ruang untuk infrastruktur dan menyerap limbah, termasuk emisi C02. Oleh karena itu perlu digalakkan perubahan gaya hidup yang sadar lingkungan, hemat energi, belanja secukupnya, biasakan mendaur ulang. Kesetaraan jender, kejujuran, pantang kekerasan, solidaritas dan tanggung jawab ekologis harus diperhatikan setiap orang tiap-tiap hari. Nilai-nilai global bukan hanya kewajiban untuk dijalankan tetapi merupakan kebutuhan penting dalam dunia sekarang yang pada 15 November 2022 ini akan memiliki 8 miliar umat manusia sejagat.    

Mama Aleta tidak boleh hanya ditonjolkan sebagai tokoh pejuang lingkungan hidup saja. Sebaiknya, Mama Aleta harus dilihat sekaligus sebagai tokoh wanita yang memerankan 5 peranan terbaik dalam dirinya, yaitu: tokoh lingkungan hidup,  tokoh wanita pejuang kesetaraan wanita-pria, tokoh kejujuran, tokoh solidaritas dalam keadilan dan tokoh pantang kekerasan. Untuk merangkum warga adat diperlukan rasa kekeluargaan dan kesiapan untuk kerja bersama secara gotong royong. Mama Aleta bertitiktolak dari tokoh pejuang lingkungan hidup Mollo-NTT dengannya ia memiliki pendasaran yang sangat kuat untuk meraih 4 sebutan lainnya.  Dengan pendasaran kuat pada pelestarian lingkungan hidup, 5 nilai global dapat dipakai secara bersama-sama oleh seluruh elemen bangsa Indonesia untuk mentransformasi Indonesia menjadi lebih baik.

Daftar Pustaka:

Maemunah, Siti, Perempuan Pejuang Tanah Air dalam Merayakan Ibu Bangsa. Jakarta: Direktorat Sejarah Direktorat Jenderal Kebudayaan-Kemendikbudnas RI, 2016.

Inilah Pidato Lengkap Mama Aleta yang Menggetarkan Forum Kebudayaan Sedunia di http://www.jpnn.com/read/2016/10/11/473471

Goldman prize winner Aleta Baun decodes us supreme court genetics case di http://www.earthisland.org/journal//

Dalupe, Benediktus, Dari Hutan ke Politik: Study Terhadap Ekofeminisme Aleta Baun di Mollo-NTT di Jurnal Polinter Prodi Ilmu Politik FISIP UTA'45 Jakarta, Vol.5 No.2 (September-Februari 2020).

Nurlita, Rita, Keluarga dan Pendidikan Demokrasi di Era Digital dalam Demokrasi Damai Era Digital. Jakarta: Siberkreasi, 2019.

Kirchberger, Georg, Konsep Ethos Global Hans Kueng dan Relevansinya Terhadap Upaya Dialog Antaraagama di Indonesia, Jurnal Ledalero, Vol.21, No.1 Juni 2022.

Schreiber, A, Barbara, Biography Aleta Baun di https://www.britannica.com/biography/Aleta-Baun.

Berikut Susunan Pengurus Lengkap DPP PKB 2019-2024 di https://www.jawapos.com/nasional/politik.

Mama Aleta Fund : Menyelamatkan Ruang Hidup dan Memulihkan Alam di Kumparan.com.

Romli,  Mohammad  Guntur, Aleta  Baun: Perempuan  yang  Menyusui  Batu  dan Mengasuh  Tanah.  Jurnal  Perempuan,  No.  57.  Jakarta:  Yayasan  Jurnal  Perempuan, 2008. https://www.jurnalperempuan.org/tokoh-feminis/aleta-baun-perempuan-yang-menyusui-batu-dan- mengasuh-tanah

Asriani, Desintha D, Perempuan Mollo Merawat Tubuh dan Alam dalam Dewi Candraningrum dan Arianti Ina Restiani Hunga (ed.).   Ekofeminisme III: Tambang, Perubahan Iklim & Memori Rahim. Yogyakarta: Jalasutra, 2015.  

Mangilio, Ira D. 2015. Bumi sebagai Tubuh Manusia: Studi Kasus  Mollo Melawan Tambang dalam Dewi Candraningrum dan Arianti Ina Restiani Hunga (ed.).   Ekofeminisme III: Tambang, Perubahan Iklim & Memori Rahim. Yogyakarta: Jalasutra, 2015.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun