Lilin kecil di atas meja dan kincir yang berputar-putar di atasnya karena tertiup udara panas, memantulkan cahaya pada dinding.
Kopi panas belum lagi habis, teh apa lagi. Bunga Anyelir di atas mebel sebelah kiri terpaku, menjadi saksi bisu dua anak manusia.
Sejenak hening, setelah kata-kata terakhir yang Dewi ucapkan. Kini keduanya tercekam pikiran masing-masing.
Mata Sam dingin, lurus menghujam ke arah Dewi. Tiada kata sanggahan, tiada ucapan penyesalan. Keheningan mencekam seisi rumah. Di luar sana, hujan angin semakin keras menerpa.
Tiba-tiba, Sam berdiri.
Dewi berpikir cepat, inilah akhir dari sebuah kenyataan dan kejujuran. Apapun yang akan terjadi, Dewi sudah siap menerimanya.
Namun, Dewi terlalu cepat menduga.
Secepat kilat Sam menarik tangan Dewi, dan mendekapkan tubuhnya begitu kuat.
Dipandangnya mata Dewi yang terperangah karena terkejut. Tanpa menunggu, Sam mencium bibir Dewi dengan lembut dan penuh kasih sayang. Kedua tangan Sam memegang kepala Dewi, setelah itu mengguncang kedua bahu Dewi.
''Apa kau pikir aku akan pergi darimu?'' Lurus Sam berkata.
Dewi yang jarang menangis, kini menangis. Isak itu lirih hampir tak terdengar. Hanya air mata tumpah ruah membasahi wajahnya.