Pemilik restoran cukup senang memberikan sisa makanan ini kepada mereka, daripada melemparnya masuk ke bak sampah. Karena mengosongkan bak sampah juga membutuhkan biaya.
Dengan penuh kasih Ari membagikan lauk pauk. Setiap orang berhak akan jatahnya.
Santapan yang membahagiakan perut mereka. Tak usah bermimpi air mineral yang bersih sebagai air minum, cukup air sungai sebagai penggantinya.
A telah terbiasa. A telah terlatih dan A memang sudah menerima takdir, bahwa inilah hidup mereka. Hidup adalah kerja keras.
''Nanti kita ke sana yuk, di seberang sana,'' bisik Anto sambil mengunyah sepotong tempe mendoan.
''Ya, tapi kita mesti super hati-hati.'' Jawab Arwan.
Hujan sepanjang hari siang, menghantarkan udara begitu dingin malam ini. Tak ada bintang, yang ada hanyalah semilir angin yang sesekali memercikkan air hujan yang masih tersimpan pada dedaunan pohon.
Di atas sana, suasana tetap ramai. Lampu jalanan, warna-warni cahaya dari pelbagai rumah menghiasi suasana malam. Sesekali terdengar klakson kendaraan. Sesekali terdengar suara manusia berbicara lantang menawarkan sesuatu. Gerobak dorong penjual martabak manis masih juga belum sepi dari pengunjungnya.
Keramaian dan cahaya di sana sangat berbeda dengan tempat A yang gelap dan lembab. Atap beton jembatan di atas cukup aman melindungi mereka.
Menyalakan api, sangat terlarang. Begitu api menyala, berdatangan manusia malam lainnya yang siap mengusir dan merebut tempat mereka.
Selesai santap malam yang mewah, bertiga A melintasi jalan setapak. Tempat yang mereka tuju kini terlihat.