Studi Kasus Intelijen AS dalam Perang Irak
Badan2 intelijen kelas dunia melakukan operasi intelijen untuk melindungi negaranya dan mensuport pimpinan nasional dalam pengambilan keputusan. AS, Rusia, Inggris, Israel, Jerman misalnya punya intelijen yang besar, hebat. Kita pernah mendengan nkata CIA, NSA, Mossad, Mi6.
Anggarannya sangat besar. Demikian juga di Indonesia Intelijen bekerja sesuai dengan organisasi, prinsip single client. Pantang hukumnya apabila terjadi kolaborasi pimpinan intelijen dengan kepentingan lain di luar garis komando dengan presiden. Atau muncul ambisi-ambisi yang tidak sejalan dengan user.
Sulit di era transparansi saat ini walau intelijen sekalipun menutupi keburukan demi kepentingan pribadi atau golongan. Studi kasus operasi intel AS dalam perang Irak dibawah ini bagus untuk diketahui.
Kasus penyerbuan Irak oleh AS adalah adalah sebuah studi kasus bukti tidak loyalnya intelijen yang menimbulkan kerugian besar.
Presiden AS, George Walter Bush pada 20 Januari 2009, saat pidato perpisahan menyatakan penyesalan karena mempercayai intelijen CIA yang melaporkan adanya SPM (Senjata Pemusnah Masal) di Irak, Info seorang Jenderal Iraq yang menyatakan tidak ada SPM diputar balik pejabat CIA (kisah Green Zone sangat jelas), sehingga Bush percaya dan menyerang Irak.
Penyerbuan ke Irak oleh AS didukung koalisi 20 negara dan suku Kurdi dilakukan pada 20 Maret 2003, bertujuan melucuti SPM Irak, mengakhiri dukungan Saddam Husein kepada terorisme dan memerdekakan rakyat Irak.Â
Pada 1 Mei 2003, Saddam Hussein dan Partai Baath berhasil digulingkan. Perang sia-sia tersebut telah mengorbankan nyawa lebih dari 4.229 prajurit AS, 6.669 jiwa pasukan Irak era Sadam. Anggaran yang dikeluarkan AS mencapai USD 576 miliar.
Intelijen KIBIRA
Dlm perkembangannya, badan intelijen sebuah negara harus punya sub orgas intel yang khusus menangani KiBiRa. Ini tigas senjata pamungkas yang ditakuti, Racun kimia, akan meracuni orang, kedua patogen (bakteri, virus, atau organisme penghasil penyakit lainnya).Â
Patogen ini sebagai senjata biologi bila digunakan dalam perang tidak kalah efek mematikannya dibanding nuklir (radio aktif). Dalam kelompok patogen, maka virus masuk sebagai Senjata Pemusnah Massal (SPM). Perang masa kini baru diwarnai ancaman nuklir, yaitu bahaya radio aktif yang sangat merusak.