Nama lengkapnya adalah abdul karim bin ibrahiim al-ijili ia lahir pada tahun 1365 Masehi di jilan (gilan) sebuah provinsisebelah selatan kasfia dan wafat pada tahun 1417.nama al-ijili di ambil dari tempat kelahiranya, gilan. Ia merupakan tokoh sufi terkenal di bagdhad. Riwayat hidupnya tidak banyak diketahui oleh sejarawan tetapi ada sebuah sumber mengatakan bahwa ia pernah melakukan perjalanan ke india paada tahun 1387. Ia kemudian belajar tasawuf di bawah bimbingan abdul qadir al-jailani, pendiri dan pemimpin tarekat qadariyah yang sangat terkenal disamping itu ia juga berguru pada syaikh syarafudin ismail bin Ibrahim al-jabarti di zabid (yaman) pada tahun 1393-1403.
Kitab al-ajilli yang paling terkenal yang menggambarkan ajaran tasawufnya khususnya konsep al-insan al-kamil,berjudul al-insan al-kamil fi ma’rifah al-awakhir wa al-awail, kitab al-insan al-kamil unu menurutnya tuliskan berdasarkan intruksi dari allah swt yang didapatnya dari ilham dan seluruhnya sejalan dengan makna yang hakiki yang di isyaratkan al-qur’an dan al-sunnah. Dia menolak segala pengetahuan yang tidak punya kaitan nya dengan kedua sumber ajaran islam tersebut.
Ajaran tasawuf abdul karim al-jilli
Ajaran tasawuf abdul karim al-jilli yang terpenting adalah paham insane kamil. Yang menurut nya adalah nuskhah atau copy tuhan. Tuhan memiliki sifat-sifat seperti hidup,pandai dan mampu berkehendak dan mendengar. Manusia(adam) pun memiliki sifat-sifat seperti itu. Proses selanjutnya adalah setelah tuhan menciptakan subtansi, huwiyah tuhan dihadapkan dengan huwiyah adam, aniyah-NYA di sandingkan dengan aniyah adam,Dzat-Nya dihadapkan dengan Dzat adam. Dan akhirnya adam bertemu dengantuhan dengan segala hakikatnya. Melalui konsep ini dapat dipahami bahwa adam dilihat dari sisi penciptaanya merupakan salah seorang insan kamil dengan segala kemampuanya. Sebab dirinya terdapat sifat dan nama ilahiah.[7]
Al-jili berpendapat bahwa nama dan sifat ilahiah pada dasarnya merupakan milik insan kamil sebagai kemestian yang inheren dengan esensi nya hal itu karena sifat dan nama tersebut memiliki tempat berwujud hanya pada insane kamil. Lebih lanjut al-jilli mengemukakan bahwa perumpamaan hubungan tuhan dengan insan kamil bagaikan cermin. Seseorang tidak dapat melihat dirinya kecuali dengan cermin tersebut demikian dengan insan kamil ia tidak dapat melihat dirinya kecuali denga cermin nama tuhan sebagaimana tuhan tidak dapat melihat diri-NYA melalui insan kamil.
Â
Menurut al-jilli insan kamil merupakan proses tempat beredarnya segala yang wujud dari awal sampai akhir. Ia adalah satu sejak wujud dan untuk selamanya ia dapat muncul dan menampakan dirinya dalam berbagai macam, ia diberikan nama yang tidak diberikan kepada orang. Nama aslinya adalah muhamad nama kehormatanya abdul al-qasim dan gelarnya adalah syamsudin
Dari uraian diatas, al-jilli menunjukan penghargaan dan penghormatan yang tinggi kepada nabi muahamad saw sebagai insan kamil yang sempurna. Adapun pendapatnya mengenai insan al-kamil al-jilli , al-jilli merumuskan beberapa maqam yang harus dilalui oleh seorang sufi dalam istilahnya maqam itu di sebut martabah. Martabah-martabah sebagai berikut
- islam. Islam didasarkan pada 5 rukun dalam pemahaman kaum sufi tidak hanya dilakukan secara ritual tetapi harus dipahami secara lebih dalam
- iman. Artinya membenarkan dengan sepenuh keyakinan akan rukun iman dan melaksanakan dasar-dasar iman
- shalah. Pada maqam ini kaum sufi mencapai tingkatan ibadah yang gterus menerus kepada allah dengan perasaan khauf.
- ihsan. Pada maqam ini menunjukan bahwa kaum sufi mencapai tingkat menyaksikan efek (atsar) nama sifat dari tuhan
- syahadah pada maqam ini kaum sufi telah mencapai iradat yang bercirikan mahabah dengan tuhan tanpa pamrih
- shiddqiyyah istlah ini menggambarkan tingkat hakikat ma’rifat yang diperoleh secara tahap dari ilm al-yaqin
- qurbah. Ini merupakan maqam yang memungkinkan kaum sufi dapat menampakan diri dalam sifat dan nama allah
Semua yang maujud,menurut al-ajilli diciptakan untuk menyembah allah swt, dan secara hakiki taat kepada-NYA kendati dalam konteks yang berbeda, ada ibadah yang mengaktualisasikan dengan asma allah sebagai al-mudillu dan al-hadi sekaligus konsekuensinya di akhirat dengan al-mu’minun dab al-mutaqim yang dalam ajaran tasawuf al-jili merupakan sarana allah swt untuk bertajallin
Ibadah mayoritas muslim, menurut nya merupakan manifestasi dimensi al-rabb yang memandang kewajiban bagi al-mahrbub,berbeda dengan al-arifin yang beribadah dengan dimensi al-rahman dan al-muhaqiqin dalam dimensi allah swt,yang beribadah untuk mengaggungkan allah dalam asma dan sifat-NYA.[8]
Â