Mohon tunggu...
Zulfaa Safinatun
Zulfaa Safinatun Mohon Tunggu... Lainnya - Pelajar

Maa Fii Qalbi Ghairullah

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Berdamai dengan Kehidupan

24 Februari 2021   21:00 Diperbarui: 24 Februari 2021   21:06 450
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Kisah yang menginspirasi ini hadir dari kisah hidup beberapa orang yang telah mengalami hitam putihnya kehidupan. Yang namanya hidup tidak selalu berjalan dengan mulus sesuai keinginan tanpa adanya hambatan. Sudah banyak sekali yang orang yang gagal dalam hidupnya karena adanya keputusasaan dan kehilangan semangat untuk hidup. Padahal, segala yang terjadi sudah menjadi skenario Tuhan Sang Maha Kuasa sehingga manusia tidak bisa mengelaknya.

Hanya saja itu tergantung bagaimana cara kita dalam menjalani skenario-Nya. Apakah kita akan mengeluh dan menyerah begitu saja dengan masalah hidup yang diberikan ataukah kita menerima dengan ikhlas dan lapang dada semua masalah itu kemudian menyelesaikan dengan hati dan pikiran yang tenang. Yang bisa menjawab nya hanyalah diri kita sendiri.

Terlepas dari itu semua suatu hari terdapat seorang anak lelaki yang bernama Athayya Baihaqi. Ia tinggal di sebuah rumah sederhana di kampung bersama ayahnya. Suatu ketika ia pernah ditanya oleh ayahnya

" Nak, ayah boleh bertanya sesuatu? " kata ayah.

" Boleh ayah. Mau bertanya apa, yah? " tanya Atha.

" Ayah mau bertanya, jika suatu hari nanti kamu sudah besar dan beranjak dewasa seperti ayah, apa yang akan kamu lakukan? " kata ayah sambil mengelus kepala nya.

" Jika Atha besar nanti Atha mau menjadi seorang lelaki yang bijaksana yang bisa membantu menyelesaikan masalah banyak orang. Jadi nanti Atha bisa berguna buat banyak orang. " jawab Atha dengan penuh semangat.

" Wah bagus sekali nak. Ayah mendukung cita-cita mu. Kelak nanti ayah akan bangga pada mu nak. " kata ayah sambil mencium hangat anaknya.

Ayahnya khawatir jika keinginan anaknya, Athayya tidak bisa menggapai cita-cita nya. Karena saat ini anaknya tidak sekolah karena keadaan ekonomi yang tidak memadai. Ayahnya Athayya bekerja sebagai penjual roti keliling. Biasanya untuk mengisi kegiatan sehariannya, Atha suka ikut bersama ayahnya.

Dengan mengayuh sepeda, ayahnya Atha mengelilingi kampung untuk menjajakan roti yang dijualnya bersama dengan Atha yang dibonceng ayahnya. Atha begitu senang melihat pemandangan di sekitar selama perjalanan.

Pada suatu pagi yang cerah, ayah Atha kehabisan mentega untuk bahan membuat roti. Kemudian ia datang ke seorang penjual mentega yang biasa ia beli mentega nya ketika kehabisan mentega. Tapi sayang nya ia tak punya cukup uang untuk membeli mentega itu. Ia berpikir sejenak bagaimana cara nya ia membeli mentega itu untuk memenuhi bahan-bahan membuat roti sehingga ia bisa berjualan roti kembali. Setelah beberapa saat berpikir, ia mendapatkan sebuah ide.

" Pak, saya ingin membeli satu pon mentega, tetapi saya tidak memiliki cukup uang untuk membeli nya..." kata ayah Atha yang belum sempat meneruskan perkataan nya.

" Maaf pak, untuk membuat mentega itu saya membeli bahan-bahan nya dengan uang. Dan sekarang bapak menginginkan mentega tapi tidak memiliki uang untuk membelinya. Mana mungkin saya memberikan kepada bapak secara cuma-cuma. Nanti saya bisa rugi dong pak!" potong si penjual mentega itu dengan nada yang sedikit kesal.

" Iya pak, saya mengerti. Dengarkan dulu penjelesan saya pak." kata ayah Atha dengan tenang.

" Saya memang tidak memiliki uang untuk membeli mentega itu. Tapi saya punya sisa roti yang nantinya akan saya tukar dengan mentega itu. " sambung ayah Atha.

" Baiklah. Kalau begitu bapak membutuhkan berapa banyak mentega? " Tanya si penjual mentega.

" Saya hanya membutuhkan satu pon mentega. Dengan begitu saya akan memberikan satu pon roti kepada bapak sebagai gantinya. " jawab ayah Atha.

Akhirnya, kedua nya pun saling menyetujuinya. Setelah, ayah Atha menerima satu pon mentega dan si penjual mendapatkan satu pon roti, si penjual pun memutuskan untuk menimbang berat roti.

Dan melihat apakah dia mendapatkan jumlah yang tepat atau tidak. Ternyata berat roti itu tidak sesuai dengan apa yang dijanjikan, berat roti itu kurang dari satu pon.

Mengetahui hal itu, amarah si penjual mentega langsung memuncak. Ia tidak terima dengan perlakuan ayahnya Atha. Si penjual mentega merasa di tipu oleh si penjual roti, ayahnya Atha.

" Apa-apa an ini? Apa maksudnya? Lihat roti, ini tidak sesuai dengan apa yang bapak janjikan. Bapak coba tipu saya ya?! " kata si penjual mentega dengan kesal.

"T-tapi kan pak..." belum sempat menjelaskan omongan nya, pembicaraan nya di potong si penjual mentega.

"Halah engga usah banyak ngeles deh pak!" potong si penjual mentega.

"Sekarang juga bapak ikut saya ke Pengadilan Hukum. Saya akan melaporkan bapak atas penipuan yang bapak lakukan." Lanjut si penjual mentega.

Atha yang diam-diam mendengar pembicaraan ayah nya dan si penjual mentega itu, terkejut ketika melihat ayah nya dibawa sacara paksa ke Pengadilan Hukum.

" Ayah! Ayah mau kemana? Ayah jangan tinggalkan Atha sendiri disini." kata Atha yang menangis sambil memeluk erat ayahnya.

" Ayah tidak akan meninggalkan Atha. Ayah ada urusan sebentar ya nak. Tunggu ayah di rumah yaa nak." kata ayah Atha yang melepaskan pelukan Atha.

Melihat kepergian ayah nya, Atha semakin sedih. Atha tidak sabar menunggu kedatangan kembali ayah nya ke rumah.

Sesampainya mereka di Pengadilan Hukum, hakim bertanya kepada ayah nya Atha apakah dia menggunakan alat ukur berat apa pun untuk menimbang roti tersebut.

" Hormat, saya primitif. Maaf yang mulia, memang benar saya tidak punya alat apa pun untuk menimbang roti tersebut dengan ukuran yang tepat. Tetapi saya memiliki skala yang digunakan untuk menimbang berat roti tersebut. " jelas ayah nya Atha.

Hakim bertanya, " Skala? Lalu bagaimana anda bisa menimbang roti tersebut? Skala apa yang yang anda gunakan? "

Ayah nya Atha pun menjawab dengan tenang, " Izin kan saya menjawab yang mulia. Jauh sebelum penjual mentega mulai membeli roti kepada saya, saya telah membeli satu pon mentega darinya. Setiap hari ketika si penjual mentega itu membawa mentega nya saya selalu menimbangnya menggunakan skala. Dan sekarang ketika kami menukarkan barang yang kami punya satu sama lain, saya memberinya berat roti yang sama dengan menggunakan skala tersebut. Jika ada yang harus disalahkan, itu adalah si penjual mentega. Karena saya menimbang roti tersebut dengan skala yang saya gunakan pada mentega yang saya beli darinya. "

Mendengar penjelasan dari ayah nya Atha, si penjual mentega itu sangat malu hingga tidak berani menampakkan muka nya ke hadapan ayah nya Atha maupun kepada Hakim. Kepala nya tertunduk saking malu nya. Setelah mendengar pengakuan dari tersangka. Hakim pun memutuskan,

" Baik kalau begitu saya sudah memutuskan. Dari penjelasan yang anda paparkan, saya mengetahui bahwa ini sepenuhnya bukan salah anda. Yang bertanggung jawab atas semua yang terjadi yaitu si penjual mentega. "

Akhirnya setelah hakim memutuskan putusan tersebut, si penjual mentega pun mendapatkan hukuman yang setimpal. Ayah nya Atha pun kini bisa bernafas dengan lega karena memang ini bukan salahnya melainkan salah si penjual mentega. Ayah nya Atha segera pulang ke rumah nya. Dia tahu kalau Atha pasti khawatir dan menunggu ayah nya pulang.

Dalam perjalanan pulang, ayah nya Atha mengalami kecelakaan. ketika ia hendak menyebrangi jalan, ada truk yang melintas begitu saja hingga tak melihat ada orang yang mau menyebrang jalan yaitu ayah nya Atha. Si pengendara truk itu ngantuk berat, sehingga membuatnya tidak focus untuk menyetir. Sebelum ayah nya Atha tak sadarkan diri ia ingat anaknya,

" Maafkan ayah, nak... " ucap ayahnya dengan sisa nyawa nya.

Seketika orang-orang disekitar yang melihat kejadian tersebut langsung menolong mereka yang kecelakaan. Si pengendara truk sudah tak bernyawa ditempat itu juga. Darah berlumuran dimana mana. Ayah nya Atha segera dilarikan ke rumah sakit terdekat. Di tempat kejadian, ada Pak Slamet yaitu tetangga nya Atha yang melihat kejadian itu. Ia kaget setelah melihat korban kecelakaan itu yang yang ternyata ayah nya Atha. Segera setelah melihat itu, ia bergegas ke rumah nya Atha untuk memberitahu nya bahwa ayah nya kecelakaan. Tetapi, sebelum pergi ke rumah Atha, ia pergi ke rumah ke rumah Pak Rt terlebih dahulu. Ia memberitahukan bahwa ayah nya Atha kecelakaan.

" Innalillahii... Kasihan sekali Pak Mustaffa, pasti Atha sangat sedih mendengar ayah nya kecelakaan. Baiklah kalo begitu kita langsung kerumah nya Atha saja. " ajak Pak Rt

" Baik. Mari Pak. " sahut Pak Slamet.

Sesampainya disana mereka bingung bagaimana caranya menjelaskan kepada Atha bahwa ayah nya kecelakaan. Mereka khawatir jika Atha mengetahui nya ia akan sangat sedih.

" Ada apa Pak? "

" Bapak pasti mau bertemu ayah Atha 'kan? Tapi Ayah sedang tidak di rumah, ayah sedang ada urusan Pak. Nanti saja bapak balik lagi kesini setelah ayah pulang. " sambil tersenyum hangat.

" Bukan nak, bapak kesini bukan mau bertemu ayah. Bapak disini mau bertemu Atha. Jadi begini, ayah Atha mengalami kecelakaan. " ucap Pak Rt

Sejenak Atha terpaku bisu. Ia kaget dan tak menyangka bahwa ayah nya kecelakaan.

" Hah? A-apa? Ayah kecelakaan? Bagaimana bisa pak? " tanya Atha.

Air mata nya membendung. Atha tak kuasa menahan nya lagi. Air mata itu jatuh ke pipi nya. Pak Rt dan Pak Slamet berusaha menenangkan Atha.

" Sekarang ayah Atha ada dimana Pak? Atha mau bertemu dengan ayah. " dengan tangisan yang masih berlanjut.

" Sekarang ayah Atha ada di Klinik Kasih Ibu. " jawab Pak Slamet.

" Ayo Pak kita kesana, Atha ingin bertemu dengan ayah Pak. Ayoo.. " rengek Atha

Mereka pun menuruti permintaan nya Atha dan segera pergi ke Klinik Kasih Ibu. Di perjalanan Atha berdoa supaya ayah nya baik-baik saja. Sesampai nya mereka disana, mereka langsung ke kamar rawat dimana ayah nya Atha dirawat.

" Ayaah... " teriak Atha sambil menghampiri ayah nya.

" Ayah bangun ayaah. " peluk Atha dengan hangat.

Tak lama dari itu, ayah nya Atha pun sadarkan diri. Atha yang melihat ayah nya sadar, ia segera bersyukur. Ayah tersenyum senang karena bisa melihat anak nya tersayang. Walaupun rasa sakit nya masih terasa tetapi itu dapat membuat hati nya senang hanya dengan melihat Atha disamping nya. Atha tersenyum lega melihat ayah nya senang.

" Atha sayang, anak nya ayah. Ayah mau tanya, apakah kamu masih mau menjadi orang yang bijaksana dewasa nanti? " tanya ayah.

" Iyaa Ayah. Sampai sekarang Atha ingin sekali menjadi orang yang bijaksana agar dapat bermanfaat bagi banyak orang, yah. " jawab Atha dengan antusias.

" Bagus nak. Atha harus rajin belajar supaya Atha bisa menggapai keinginan Atha. Ayah doakan semoga kamu sukses dan bisa menjadi orang yang berguna seperti yang Atha mau. Aamiin... " ucap ayah sambil mencium anaknya.

" Dulu sebelum ibu kamu meninggal, ayah pernah bertanya kepada ibu mu tentang nama yang akan diberikan kepada kamu. Ibu mu pernah berkata kalau anak nya nanti akan menjadi seorang yang berguna bagi banyak orang. Setelah itu ayah dan ibu memutuskan untuk memberi nama Athayya Baihaqi yang artinya pemberian atau anugerah yang bijaksana. Jadi ayah harap menjadikan doa yang terwujud untuk kamu. Semoga nanti kamu akan menjadi anak kebanggaan ayah dan ibu mu, ya nak. " lanjut ayah sambil meneteskan air mata.

Seolah ini adalah terakhir kali nya ayah melihat anak kesayangan nya itu. Ayah memeluk Atha dengan eratnya, mencium nya hingga tak sadar bahwa air mata tidak berhenti mengalir ke pipi dengan kulit keriput disekitar wajahnya, tanda umur yang sudah tidak lagi muda. Hingga takdir membenarkan nya, ayah sudah tak bernyawa di pelukan Atha. Ayah pergi meninggalkan Atha untuk selamanya. Wajah nya terlihat begitu tenang, hingga orang di sekitar tidak menyangka bahwa ia sudah tiada.

Hidup dan mati seseorang ada di genggaman ilahi, tak ada seorang pun yang bisa menghindari dari kematian yang sudah ditakdirkan. Tidak perlu di jemput, kematian itu akan datang dengan sendirinya sesuai dengan waktu nya. Semua makhluk yang bernyawa pasti akan merasakan kematian sesuai ajalnya atas izin, takdir dan ketetapan-Nya.

Seketika tangis memenuhi ruangan itu. Tak disangka kini ayah sudah tiada. Atha yang masih membutuhkan kasih sayang dari kedua orang tuanya kini hanyalah sebatangkara. Atha merasa sangat kehilangan setelah awalnya ditinggal oleh sosok ibu yang telah melahirkan nya dan akhirnya disusul ayah nya pergi meninggalkan nya untuk bertemu sang pencipta. Atha sangat menyesal karena pada saat sebelum kecelakaan itu tiba, ia seharusnya tidak membiarkan ayah nya pergi dengan si penjual mentega itu ke pengadilan. Andai waktu bisa diulang kembali, Atha pasti akan melakukan apa pun untuk menyelamatkan ayah nya. Atha terus menyalahkan dirinya, ia masih belum bisa menerima semua keadaan yang terjadi. Ini seperti mimpi buruk tetapi kita tidak bisa bangun dari tidur untuk mengakhiri mimpi buruk itu.

***

Waktu terus berjalan, kini Atha memasuki masa remaja. Sekarang ia tinggal bersama Pak Rahmat, yaitu Pak Rt yang ada di kampungnya. Setelah ayah nya meninggal Atha hidup bersama Pak Rahmat dan Bu Ratna istrinya. Biaya hidup nya dibiayai oleh Pak Rahmat sampai sekarang. Pak Rahmat dan istrinya sangat berjasa bagi Atha. Mereka menganggap Atha seperti anak kandung nya sendiri, sebab dari dulu mereka menginginkan keturunan tetapi belum di anugerahkann seorang anak kepada mereka. 

Kini anugerah itu hadir karena adanya Atha dalam keluarga nya. Mereka mengenali Atha dengan baik, ia adalah seorang anak yang baik hati, ceria dan patuh terhadap orang tua. Maka dari itu, mereka mengadopsi Atha sebagai anak nya. Begitu pula Atha yang cukup mengenali Pak Rahmat dan Bu Rahmat. Ia menyayangi mereka seperti orang tua kandung nya sendiri dan patuh kepada perintah mereka. Kini Atha mendapatkan kebahagiaan nya kembali dan bisa merasakan kasih sayang yang sebelum nya belum sempat ia rasakan yaitu kasih sayang dari seorang ibu.

Suatu hari, Atha bertemu dengan si penjual mentega yang dulu pernah menuduh ayahnya melakukan kecurangan. Niat nya si penjual mentega itu mau meminta maaf kepada Pak Mustaffa, almarhum ayah nya Atha karena perbuatan yang pernah dilakukan nya kala itu. Si penjual mentega itu tidak tahu kalau Pak Mustaffa sudah meninggal, karena selama ini ia di penjara atas perbuatan nya itu. Belum sempat si penjual mentega itu mengutarakan maksud kedatangan nya, emosi Atha membuncah ketika melihat wajah si penjual mentega itu. Atha menyalahkan kematian ayah nya kepada si penjual mentega itu.

" Ada apa bapak kesini? Belum puas bapak menghancurkan hidup saya? " dengan nada yang sedikit menyentak.

" Maafkan bapak nak. Dulu bapak memang pernah membuat kesalahan kepada ayah kamu, bapak mengakuinya. Jadi bapa kesini mau bertemu dengan ayah kamu Atha. Bapak mau meminta maaf kepada ayah kamu. " jelas si penjual mentega.

" Buat apa bapak bertemu bapak? Sudah tidak ada gunanya lagi. Sekarang bapak baru mengakuinya dan mau meminta maaf kepada ayah saya. Selama ini bapak kemana aja? Sudah terlambat pak! " emosi nya semakin menjadi-jadi.

" Ayah saya sudah meninggal. Dan itu semua karena ulah bapak! Dan sekarang setelah semua itu terjadi bapak baru meminta maaf? " tangisnya pecah saat itu juga.

Mendengar hal itu si penjual mentega itu terkejut dan tidak percaya bahwa Pak Mustaffa sudah meninggal dunia. Ia merasa sangat menyesal karena ia belum sempat meminta maaf kepadanya atas kesalahan yang telah ia perbuat. Kaki nya lemas tak bertulang, ia tak berdaya menopang tubuhnya hanya untuk berdiri. Ia terduduk lemas tak berdaya, ia benar-benar tak menyangka hal itu terjadi dengan cepat.

" Maafkan bapak nak. Maafkan bapak.. " ia memohon dan berlutut kepada Atha.

Pak Rahmat yang melihat kejadiaan itu, ia segera bertindak. Tak seharusnya Atha mengacuhkan si penjual mentega itu. Pak Rahmat membantu si penjual mentega itu untuk bangkit dari duduk nya dan menyuruhnya untuk berhenti memohon. Pak Rahmat juga menasihati Atha agar ia bisa mengikhlaskan kepergian ayah nya dan memaafkan kesalahan si penjual mentega itu.

" Tapi pak, karna si penjual mentegalah ayah meninggal. Kalau saja hari itu ayah tidak ikut si penjual mentega ke pengadilan, pasti ayah tidak akan celaka dan hari ini ayah ada disini menemani Atha. "

" Iya nak bapak paham. Kematian sudah menjadi takdir yang tidak bisa diubah apalagi dihindari. Tidak ada yang tau kapan kematian itu tiba dan menjemput siapa, semuanya ada pada kuasa Allah. " kata Pak Rahmat.

" Tapi pak... "

" Sudahlah nak. Sudah seharusnya kita sebagai manusia saling memaafkan satu sama lain. Ayah mu disana pasti bangga jika melihat kamu tumbuh dewasa menjadi anak yang bijaksana bukan? Dulu sebelum sebelum ayah meninggal, ayah berpesan agar kamu bisa menjadi apa yang menjadi arti doa dalam sebuah nama yang diberikan, yaitu seorang yang bijaksana dan berguna bagi banyak orang. "

Atha berpikir sejenak, semua perkataan Pak Rahmat itu memang benar adanya. Ia teringat kata-kata ayah nya dulu, bahwa ayah nya berharap anak nya bisa menjadi kebanggan orang tua dengan menjadi orang yang berguna bagi banyak orang. Hatinya terketuk, pikiran nya terbuka. Atha menyesali perbuatan nya dan meminta maaf kepada si penjual mentega itu.

" Maafkan saya pak, saya sudah berperilaku tidak sopan kepada bapak. " kepala nya tertunduk, menyesal.

" Tidak apa-apa nak. Bapak sudah memaafkan Atha. Bapak paham bagaimana perasaan Atha. " ucap si penjual mentega dengan lembut.

" Pak, maafkan Atha juga, Atha khilaf. Terimakasih bapak sudah menasihati Atha. Atha sayang sama Bapak. " sambil memeluk Pak Rahmat

" Iya nak, tidak apa-apa. Syukurlah kamu mengerti apa yang bapak bicarakan tadi. Bapak juga sayang sama Atha. " sambil mengusap kepala Atha.

***

Seiring berjalan nya waktu, Atha tumbuh menjadi seorang pemuda yang tampan, gagah, cerdas, dan bijaksana. Kini ia adalah seorang hakim muda yang bijaksana. Di luar jam kerja nya, ia sering membantu permasalahan orang-orang tanpa pamrih. 

Banyak orang-orang yang dating kepadanya hanya untuk sekedar curhat saja. Ia begitu ramah dan suka membantu orang yang membutuhkan bantuan sehingga orang-orang menyayangi nya. Tak sedikit gadis di luar sana yang menginginkan Atha sebagai pasangan hidup nya. Banyak juga orang tua yang menginginkan Atha menjadi menantu idaman, dan menjodohkan nya dengan anak nya. Tetapi itu semua ditolak begitu saja. Entah seperti apa gadis yang dapat menaklukan hatinya.

Pada suatu hari, Atha melihat seorang gadis yang sedang memberi makan beberapa ekor kucing di jalanan. Padahal sebelumnya banyak orang-orang yang mengabaikan kucing itu bahkan ada yang sampai mengusirnya karena merasa terganggu. Tetapi berbeda dengan gadis yang satu ini, hati nya begitu baik hingga tak tega melihat kucing terlantar yang kelaparan. Mata Atha tertuju pada gadis baik hati itu. Atha terpesona karena kebaikan hatinya. Ia menghampiri gadis itu, ternyata gadis itu memiliki paras yang cantik. Sungguh mempesona. Selain cantik fisiknya gadis itu juga memiliki hati emas, inilah hal yang paling utama.

" Permisi. Bolehkah saya memberi makan kucing ini juga? " kata Atha dengan sopan.

" Tentu saja, silakan. Kasihan sekali kucing ini tidak punya majikan yang memberinya makan. " kata gadis itu

" Oh begitu... Kalau boleh tau siapa namamu? " kata Atha dengan rasa yang tak karuan.

" Nama ku Alisha Anindya Ayu. Panggil saja Alisha. " ucapnya dengan senyum manisnya.

" Nama yang cantik. Kini giliranku, nama ku Athayya Baihaqi. Panggil saja Atha. "

" Baiklah, tapi saya tidak menanyakan nya pada mu. " ucapnya dengan wajah polosnya.

Atha malu karena sikap nya yang bodoh itu. Ia belum pernah merasakan rasa ini sebelumnya. Ia bingung harus berbuat apa. Atha memilih diam seribu bahasa dari pada melakukan hal bodoh lagi. Atha pura-pura sibuk memberi makan kucing jalanan itu.

" Baiklah kalau begitu senang bertemu dengan mu Atha. Saya pamit mau pulang, ibu saya mungkin akan khawatir jika saya mengulur waktu di luar. " kata Alisha sambil pergi meninggalkan tempat itu.

" T-tunggu.. " belum sempat melanjutkan perkataan nya, gadis itu sudah pergi menjauh.

***

Atha melamun memikirkan gadis itu. Alisha berhasil membuat nya terkesima. Ingin rasanya bertemu dengan nya lagi. Tetapi ia tak tahu dimana rumah nya tempat ia tinggal. Baru kali ini ia melihat Alisha di kampung ini. Ia berfikir mungkin saja ia anak kampung sebelah yang sedang melewati kampungnya. Atha bertekad bahwa ia harus menemukan dimana tempat tinggal Alisha, gadis berhati emas itu.

Keesokan hari nya, ia sedang libur dari kerjanya. Ia memanfaatkan waktunya untuk mencari tahu dimana tempat Alisha tinggal. Ia menyusuri semua rumah yang ada di kampungnya. Hingga akhirnya ia menemukan rumah yang ditujunya. Alisha berada di halaman rumahnya, ia sedang menyirami tanaman yang ada di halaman rumah nya. Ternyata ia tinggal di rumah nya Bu Astri. Apakah mungkin Alisha adalah anaknya Bu Astri. Pertanyaan itu muncul di kepala nya. Tapi ia bingung, mengapa selama ini ia baru melihat Alisha jika ia adalah anak dari Ibu Astri. Alisha mengetahui bahwa Atha sedang memperhatikan nya. Ia merasa tidak nyaman karena ia merasa di mata-matai oleh Atha.

" Sedang apa kamu disana? " tanya Alisha

" T-tidak. Saya hanya melihat bunga-bunga yang cantik itu. " jawab Atha dengan gugup karena sebenarnya ia sedang memperhatikan Alisha.

" Alishaa... " teriak ibu Astri dari dalam rumah memanggil Alisha.

" Iyaa bu, sebentar. " ucap Alisha sambil bergegas masuk kedalam.

" Ibu? Tanda nya memang benar bahwa Alisha adalah anak nya Bu Astri. " gumam Atha.

Setelah mengetahui tempat tinggal Alisha, ia pun segera pulang ke rumah nya karena tidak ingin Alisha mengetahui bahwa ia kesini hanya untuk menemui nya dann mencari tahu tempat tinggal nya. Ketika Atha sudah pergi dari rumah Bu Astri, Alisha pun keluar dari rumah nya dengan membawa segelas es jeruk segar. Tadinya minuman itu untuk Atha, tetapi Atha sudah pergi.

***

Semakin hari berlalu, Atha dan Alisha sering bertemu. Kini mereka mengenal lebih dekat satu sama lain. Atha tidak mau berlama-lama menahan perasaan nya. Sehingga Atha meminta Pak Rahmat untuk menjadi wali ketika melamar Alisha sebagai pendamping hidupnya. Pak Rahmat, Bu Ratna dan juga Bu Astri memang sudah merencanakan untuk mengenalkan Alisha pada Atha dan juga sebaliknya. Tapi ternyata mereka sudah mengenalnya lebih dulu. Alisha sempat mengatakan kepada Atha bahwa dia memang tidak tinggal di kampung bersama ibu nya. Ia datang jauh-jauh dari kota ke kampung hanya untuk melepas rindu kepada ibu nya. Ibu nya member tahu bahwa Alisha akan dikenalkan kepada seorang lelaki pilihan ibu nya untuk di jadikan pendamping hidup nya. Ternyata lelaki itu adalah Atha.

Suatu hari, Atha beserta kedua orang tua nya yaitu Pak Rahmat dan Bu Ratna mendatangi rumah Bu Astri. Maksud dari kedatangan mereka tidak lain dan tidak bukan yaitu untuk melamar Alisha. Mereka berdua saling mencintai dan saling menyayangi satu sama lain. Hingga akhirnya mereka memasuki tahap yang lebih serius yaitu pernikahan. Pernikahan di laksanakan di gedung yang sudah di sewa untuk acara resepsi. Pernikahan berlangsung dengan lancar, kini mereka adalah pasangan yang halal di mata hukum. Semua orang bersuka ria tanpa terkecuali.

Waktu terus berjalan, kini mereka di anugerahi seorang putra dan calon anak yang sedang di kandung Alisha, dengan usia kandungan menginjak masa akhir. Seorang putra itu bernama Rasyad Alfahri. Ia adalah seorang anak yang tampan seperti ayah nya, namun ia memiliki sifat yang berbeda. Menginjak usia enam tahun, Rasyad menjadi seorang anak kecil yang memiliki temperamen yang sangat buruk. Ia mudah sekali untuk marah bahkan pada hal yang sebenarnya sepele.

Atha ingin mengubah sikap anak nya yang kurang baik itu. Hingga akhirnya Atha memutuskan untuk menyerahkan sekantong paku dan mengatakan bahwa setiap kali Rasyad marah, ia harus memukulkan paku ke pagar. Awalnya Rasyad tidak mau melakukan apa yang dikatakan ayah nya itu. Tetapi ketika ibu yang menyuruhnya untuk mematuhi perkataan ayah nya barulah Rasyad mau melakukan nya.

Pada hari pertama, Rasyad sudah memukulkan sebanyak 37 paku ke pagar itu. Artinya ia sudah meluapkan emosi nya sebanyak 37 kali. Lama kelamaan Rasyad sudah lelah dengan semua ini. Ketika ia marah ia harus memukulkan paku ke pagar dan itu membuat tenaga nya terkuras. Akhirnya secara bertahap Rasyad mulai mengendalikan emosi nya selama beberapa minggu ke depan. Di lihat dari jumlah paku yang dipalui nya perlahan-lahan berkurang. Itu menunjukkan hal positif, tanda nya rencana Atha berhasil untuk mengubah sikap nya menjadi lebih baik lagi. Kini Rasyad dapat lebih mudah mengendalikan emosi nya daripada membenturkan paku-paku itu ke pagar.

Akhirnya, hari itu tiba ketika Rasyad tidak kehilangan kesabaran sama sekali. Dia memberi tahu ayah nya berita itu . Ayah nya menyarankan kepada Rasyad untuk mencabut paku setiap hari agar dia bisa mengendalikan emosi nya. Rasyad bisa mencabut satu jika dalam sehari penuh ia dapat mengontrol emosi nya. Hari-hari berlalu dan Rasyad akhirnya bisa memberi tahu ayah nya bahwa semua paku sudah di cabuti nya. Atha bangga pada Rasyad karena sekarang ia menjadi orang yang dapat menahan emosi nya dengan baik. Sang ayah memegang tangan putra nya dan membawa nya ke pagar tersebut. Atha ingin menunjukkan lubang-lubang bekas paku di pagar itu.

" Nak, kamu telah melakukannya dengan baik, tetapi lihatlah lubang-lubang di pagar itu. Pagar itu tidak akan pernah sama seperti semula. Ketika kamu mengatakan hal-hal dalam kemarahan, mereka meninggalkan bekas luka seperti ini, lubang-lubang bekas paku yang tertancap. Kamu bisa meletakkan pisau pada seorang pria dan menariknya keluar. Tidak masalah berapa kali kamu minta maaf, tapi luka itu masih ada. Kamu mengerti maksud ayah 'kan, nak. " kata Atha

" Iyaa Ayah. Rasyad mengerti sekarang. Rasyad tidak akan mengulangi perbuatan yang salah lagi ayah, Rasyad menyesal. " kata Rasyad kepala nya tertunduk tanda ia menyesali perbuatan nya.

***

Tiga tahun berlalu, Rasyad tumbuh dan berkembang. Kini ia sudah berumur sembilan tahun. Atha dan Alisha, di anugerahi seorang anak kini telah hadir anggota keluarga yang baru. Sekarang mereka menjadi keluarga kecil yang bahagia. Lengkap sudah, seorang putri kecil hadir menemani mereka. Putri kecil itu memiliki paras yang cantik seperti ibu nya, Alisha. Putri kecil itu bernama Haura Raniyah. Sama seperti ibu nya, selain memiliki wajah yang cantik Haura juga memiliki hati yang baik. Di tahun ini Haura berusia tiga tahun.

Suatu hari, Rasyad mendapatkan penghargaan atas keberhasilan nya dalam lomba cerdas cermat tingkat Nasional. Penghargaan itu sangat berarti bagi Rasyad. Di dalam penghargaan itu salah satu nya terdapat sertifikat bertinta emas, diluar nya dilapisi oleh gulungan kertas agar tidak merusak sertifikat tersebut. Suatu ketika Haura, adik perempuan nya ingin memberikan hadiah kepada kakak nya atas kemenangan nya dalam lomba cerdas cermat. Haura tak sengaja mengambil gulungan kertas yang digunakan untuk melindungi sertifikat bertinta emas itu. Gulungan kertas itu, haura gunakan untuk membungkus hadiah yang akan diberikan kepada kakak nya. Haura tidak tahu kertas yang ia gunakan adalah gulungan kertas yang dipakai untuk melapisi sertifikat bertinta emas itu.

Mengetahui hal itu, amarah Rasyad meledak. Ia sangat marah kepada adik nya karena telah menggunakan gulungan kertas itu. Rasyad menghukum Haura, adik nya yang masih berusia 3 tahun karena menyia-nyiakan gulungan kertas pembungkus sertifikat bertinta emas itu. Rasyad menghukum Haura untuk berdiri dibawah pohon besar di halaman rumah nya selama 20 menit. Rasyad bermaksud untuk memberi pelajaran dan membuat nya memikirkan apa yang telah ia perbuat sebelum nya. Rasyad harap ia menyesal karena telah menggunakan barang tanpa izin dari pemilik nya terlebih dahulu. Setelah kurang lebih 20 menit lama nya, Haura segera memulai untuk mendekorasi kotak hadiah itu.

Sertifikat itu adalah bukti dari hasil kerja kerasnya. Ia menjadi geram ketika adik nya mencoba mendekorasi sebuah kotak untuk diletakkan di bawah pohon. Kotak itu akan diberikan kepada kakak nya sebagai hadiah. Ia membungkus kotak itu dengan telaten dan penuh kasih sayang. Walaupun nyata nya hasil bungkusan nya tidak begitu rapi. Maklumi saja karena Haura masih berusia tiga tahun. Meskipun demikian Haura pantas mendapatkan apresiasi karena ia sudah berinisiatif untuk memberikan hadiah kepada Rasyad, kakak laki-laki nya. Atha dan Alisha tersenyum senang melihat betapa antusias nya Haura saat membungkus hadiah untuk kakak nya itu.

Betapa asyik nya ia membungkus hadiah itu hingga ia kelelahan. Saking capek nya ia sampai tak kuat menahan kantuk dan tertidur dengan kertas di sekeliling nya. Keesokan hari nya adik kecil itu membawa hadiah itu kepada kakak nya dan berkata,

" Ini untuk kakak, kakak terima yaa. Maaf kak, Haura baru memberi hadiah ini kepada kakak. " ucap Haura dengan suara cadel nya.

Rasyad menjadi malu dengan reaksi berlebihan sebelumnya, tetapi kemarahan nya terus berlanjut ketika dia melihat bahwa kotak itu kosong. Dia berteriak padanya,

" Apakah kamu tidak tahu, ketika kamu memberi seseorang hadiah, seharusnya ada sesuatu di dalam nya? " sentak Rasyad.

Gadis kecil itu menatap kakak nya dengan air mata berlinang dan menangis.

" Oh itu kak, sama sekali tidak kosong. Haura meniup ciuman ke dalam kotak. Semua nya hanya untuk kakak. Ini hadiah yang aku berikan untuk kakak. " katanya dengan isak tangis yang terdengar.

Hati sang kakak hancur. Dia tak menyangka bahwa adik nya begitu menyayangi nya. Dia sungguh malu dan menyesal atas perilaku nya. Padahal dulu, ketika ia berusia enam tahun ia telah mendapatkan pelajaran hidup dari pengalaman sebelum nya. Tetapi hari ini, ia telah mengulangi kesalahan yang sama. 

Amarah nya tak dapat di kontrol, hingga akhirnya amarah nya diluapkan kepada Haura yang masih kecil itu. Rasyad ingin meminta maaf kepada adik nya atas perbuatan nya. Tetapi Haura yang malang itu memilih pergi dari rumahnya. Karena ia merasa ia tidak dihargai dan sekarang kakak nya marah kepada nya. Haura lari dengan air mata nya yang masih mengalir. Ia tak percaya kakak nya bisa semarah itu kepada nya. Atha, Alisha dan juga Rasyad mengejar Haura sebelum ia pergi lebih jauh lagi.

Hanya beberapa saat kemudian, sebuah kecelakaan merenggut nyawa anak itu. Haura ketabrak mobil ketika di persimpangan jalan. Ayah nya berusaha menyelamatkan putri kecil nya itu. Tapi apalah daya, ia kalah cepat dengan kecepatan mobil itu. Segera ibu nya menghampiri Haura dan memeluk nya, di susul oleh Atha dan juga Rasyad. Darah bercucuran dimana-dimana, badan Haura lemas tak berdaya karena kehabisan darah. Atha mengecek denyut nadi nya Haura.

" Innalillahi wa inna ilaihi roji'un.. " kata Atha sambil menangis.

Sontak mereka menangis sedih melihat Haura yang sudah tak bernyawa. Sudah kali ke tiga Atha kehilangan orang yang di sayangi nya. Segera setelah itu, mereka membawa Haura ke rumah nya dan mengurus pemakaman nya. Haura dimakamkan di sebelah makam kakek nya, yaitu ayah nya Atha. Melihat kepergian Haura, Rasyad sangat menyesali perbuatan nya. Ia menyalahkan diri sendiri atas kematian Haura. Kalau saja, kala itu Rasyad bisa mengontrol amarah nya mungkin saja saat ini Haura masih berada di samping nya bersama keluarga. Sudah terlambat, kini hanya tinggal kenangan.

Sudah bertahun-tahun lama nya mereka menyimpan kotak di samping tempat tidur nya Haura dulu. Mereka masih menyimpan kenangan bersama Haura untuk mengobati sedikit rasa rindu mereka kepada Haura. Setiap kali Rasyad berkecil hati, dia akan mengeluarkan ciuman imajiner dan mengingat cinta dan kasih sayang adik kecil tersayang yang telah meletakkan nya di sana.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun