Lalu ketika kau mulai berlari, ia juga mulai berlari. Suara derap kakimu berbalas langkah kakinya yang terus mengikutimu--ia seakan predator yang tengah memainkan mangsa, ia tidak pernah terlalu dekat, ia ada di dalam bayang-bayang kegelapan, kau tahu ia ada di sana, tapi kau tak tahu ia ada di mana.
Angin dingin menyentuh tengukmu, dan itu meyakinkanmu untuk berlari sekuat yang kau bisa, meski hanya cahaya senter di tangan, dan kegelapan malam serta hutan membungkusmu lekat-lekat, kau bergegas berusaha meninggalkan sosok tak kasat mata yang mengikutimu.
Berlari menanjaki bukit sehabis kecelakaan sepeda motor, membuat dadamu semakin sesak, kau mulai terengah-engah, larimu semakin lambat, dan akhirnya harus berjalan, hingga kemudian terhenti untuk istirahat sejenak. Sembari membenahi napasmu yang ngos-ngosan, kau mengumpulkan keberanianmu.
Lalu, dengan tiba-tiba kau menengok ke belakang, mencoba mendapati ia yang sedari tadi mengikutimu, sosok samar berupa bayang dan suara. Namun, nihil. Hanya ada kegelapan di belakangmu, kau arahkan sentermu ke semua sudut, tapi yang tertangkap cahayanya hanya pepohonan yang saling menjalin rapat.
"Tolong siapapun itu, saya minta maaf apabila kami melakukan kesalahan dan membuat para datu-datu tidak berkenan, jadi saya mohon untuk berhenti mengganggu saya!" teriakmu kepada kegelapan, tanah berlumpur, pepohonan, dan segala yang tak tertangkap mata di Pegunungan Meratus.
Semuanya terasa hening, sesekali suara hewan malam terdengar, yang terkadang seperti jeritan. Lalu belai tiupan angin dingin itu lagi-lagi menyentuh bagian belakang lehermu. Dan mau tidak mau, tengukmu merinding.
Kau dengan lirih meminta maaf, meski tidak ada siapapun di hadapanmu atau kau tahu apa kesalahanmu.
Ketika kau ngebut dengan sepeda motormu menuju Aruh Adat di kaki pegunungan Meratus, kau sudah merasa diikuti oleh sosok tak kasat mata itu, meski hanya berupa kelebatan-kelebatan di kaca spion. Kau tahu kau tidak sendiri di jalan yang sunyi dan gelap itu. Lalu, puncaknya adalah suara menggelegar seakan guntur, tapi tak ada kilatan petir itu. Tahu-tahu saja sisi bukit itu runtuh menerjangmu.
Mungkin saja kau atau kalian memang berbuat salah pikirmu, sehingga para datu atau leluhur dan roh-roh yang mendiami Pegunungan Meratus menjadi murka. Dan kelebatan bayangan serta longsor itu untuk menegur kalian.
Bisa saja kalian dianggap tidak sopan atau ada adat yang tak sengaja kalian langgar. Saat dikirim pihak kampus ke Meratus sini, kalian sebenarnya sudah diwanti-wanti untuk berhati-hati, dan harus menjaga sopan santun.
Ada sepuluh orang mahasiswa KKN yang ditugaskan di desa seputaran Meratus ini termasuk dirimu. Lima laki-laki dan lima perempuan. Dan barangkali memang ada salah satu dari kalian yang melanggar adat, mungkin si Rudi yang suka bicara kasar, atau Ferdi yang sering menggoda para gadis Dayak di Meratus pikirmu.