Soal pasangan, aku belum ingin membahasnya. Karena masih menjadi sesuatu yang membuatku trauma. Pernah terperangkap oleh rasa percaya dan berharap kepada wanita, sehingga lupa dengan Sang Maha Pencipta. Memaksakan kehendak untuk sebuah misteri, sedangkan Tuhan telah memberikan jalan yang pasti. Bekas jahitan dari luka kemarin masih belum kering, tanda bahwa aku harus benar-benar berpaling.
Sampai pada titik jenuh sesungguhnya, ketika aku lirik wajahnya hampa tanpa rasa. Biasa saja, tak ada lagi keinginan untuk memiliki. Inilah pelajaran yang sesungguhnya tentang hati. Bukannya aku mudah bosan, mungkin rasa kecewa yang sangat mendalam menjadi penyebabnya.Â
Selama lima bulan terakhir mengarungi derasnya arus kehidupan, banyak hal yang menjadi catatan akhir tahun. Salah satunya tentang semesta yang masih menunda untuk sebuah pertemuan yang akan menyatukan. Mungkin dia tahu tentang rencana besar yang masih ku pendam, untuk mengobati rasa sakit yang mendalam. Yaitu sebuah pertemuan yang akan membuatku menjadi rekan atau membuka jalan menuju pelaminan.Â
Yang terbaik sekarang adalah bagaimana cara agar aku benar-benar siap menanti momen itu. Memantaskan dan memantapkan diri, bukan hanya sekedar kata tanpa arah. Revolusi diri yang telah lama menjadi pribadi tertutup untuk menjadi pribadi dengan semangat tanpa redup. Melapangkan hati dan dada, mengajarkan untuk tetap tabah menjalani semua ini.
Yang Terbaik, Kembali Belajar untuk Berkarya
Awal Januari tahun ini, aku disambut dengan sebuah hal baru untuk menguji daya magis ku untuk bermain dalam kata dan makna. Melalui sebuah gerakan bercerita di media sosial, aku pun mengikuti nya dengan semangat di awal tahun. Sangat senang bisa berinteraksi dengan para pencerita dari berbagai kalangan. Berbagi cerita mereka selama sebulan penuh dan setiap harinya cerita terbaik akan di posting ulang dengan admin gerakan bercerita itu. Ya sayangnya dengan berbagai kesibukan khususnya dunia kerja, membuatku tidak konsisten dalam bercerita didalamnya.Â
Semuanya berawal dari keisengan diriku melihat status harian, mataku terperangkap dan tertuju kepada sesuatu yang tak kuduga sebelumnya. Aku mengatakan demikian bukannya tanpa sebab, namun ini benar - benar sangat tak terduga. Yap, Namanya Lina. Temanku semasa kuliah singkat di kota hujan yang membuatku termotivasi untuk mengikuti gerakan ini.Â
Aku penasaran, seberapa hebat dia dalam mengolah dan menari dalam kata. Karena sepengetahuan diriku dia hanya punya kemampuan menggambar, melukis dan mendesain sesuatu. Namun tak kusangka, dia sangat handal dalam mengendalikan elemen kata dan kalimat dalam membuat cerita. Kata-kata yang cukup estetik, tertata rapi dan sopan membuatku geleng-geleng kepala. Namun hal itu tak membuatku beralih dari konsep menulisku. Karena aku yakin setiap penulis punya versi masing-masing dalam memberi warna dalam ceritanya.
Setelah sebulan penuh, gerakan pun berakhir. Cukup menjadi cambuk semangat awal tahun kemarin untukku kembali berkarya. Dengan segenap tekad yang membulat, busur panah pun meluncur tepat ke sasaran utama. Target kembali nyata, setelah remuk dihancurkan realita. Aku harus kembali bercerita, meskipun tanpa ada sosok yang dicinta. Lega rasanya bisa kembali menulis walaupun awalnya penuh dengan rasa pesimis.Â
Yang terbaik, kembali belajar untuk berkarya. Terimakasih wahai Dzat Yang Maha Kaya, kau telah membuatku kembali berdaya. Menulis cerita di dunia maya, meskipun belum tentu memberi jalan untuk kaya.Â
Yang Terbaik, Menghabiskan Waktu untuk Hobi