Aku pun merasa bahagia tak tertakar kala itu. Ditambah pada malam harinya dia mengajak ku video call yang menambah citarasa adonan rindu yang akhirnya terbayarkan. Untuk pertama kalinya seumur hidup ini diajak video call dengan cewek. Tampilannya yang sederhana berbalut hijab hitam malam itu tak bisa ku lupakan begitu saja. Dengan nada yang cukup gugup kala itu aku berbagi cerita dengannya.
Diriku mulai berlatih untuk bisa menjadi sosok yang setia. Setiap malam sebelum aku tidur, selalu ku sempatkan diri ini mendengar lagu yang bernuansa cinta dan jodoh sambil menatap kecantikan dirinya lewat foto-foto nya. Dalam benak kecil ku berkata " aku akan bangga jika bisa memiliki dia seutuhnya ".
Hingga hati ini pun berharap disetiap sepertiga malam terakhir, untuk bisa bersama dirinya hingga akhir hayatku. Gejolak hati yang meronta - ronta menjadi pudar dibasuh dengan dinginnya udara dini hari. Ku pasrahkan diriku ini kepada Sang Khalik, berharap Dia memberikan yang terbaik.
Belajar Dari Salah, Bukan Artinya Menyerah
Aku sadar, cara yang diriku gunakan mungkin salah. Dengan melontarkan pertanyaan yang sering mengganggu privasi dia dan menanyakan hal yang kurang penting di masa lalu. Diri ini selalu meminta koreksi, tapi kesalahanku mungkin sudah di titik tanpa ada spasi. Tanpa kepastian membuat aku dan mungkin dirinya dalam kegelisahan.
Akhirnya titik jenuh bercampur kecewa pun terjadi. Chat yang biasanya dibalas dengan cepat kini hanya dibaca tanpa respon. Dan puncaknya ketika suatu malam, sebuah video seorang pria memainkan gitar terpampang jelas di status hariannya. Melihat postingannya, entah kenapa aku terdiam dan dada terasa sesak. Lantunan maaf pun aku hadirkan kepada Tuhan dan dalam hati ku berkata " Apakah ini cobaan darimu Tuhan ? "
Ditengah perasaan yang sedih bercampur rasa kecewa, aku tetap mendoakan yang terbaik untuknya. Berharap kepada Sang Maha Pencipta, jika memang dirinya adalah takdirku maka kembalikan lah dan jika dirinya bukan takdirku maka jauhkanlah.
Tersadar dari mimpi tadi malam, aku terinspirasi dari sebuah film yang membahas tentang kapan seseorang harus bertahan dan berhenti dalam suatu hubungan. Itu yang membuat ku semakin dilema dalam dua sisi kehidupan, melangkah atau berhenti. Karena diriku yakin, senyuman yang indah akan datang setelah luka yang parah.
Dibalik itu semua, ada tiga hal yang dapat aku lakukan untuk bisa menyelesaikan masalah ini dan masalah lainnya. Yang pertama, pengendalian diri sebagai tameng untuk emosi diluar kendali. Yang kedua, keseimbangan antara dunia dan akhirat sebagai pedang untuk membela kebenaran. Dan yang ketiga, pasrah kepada Tuhan Yang Maha Esa sebagai peluru untuk melumpuhkan kekuatan dan daya upaya dari kebatilan.
Sahabat, Bukan Hanya Teman Curhat
Sahabat, adalah orang pertama yang menyambut jatuhnya diriku. Dia terus memberikanku dorongan dan motivasi untuk diri ini berpindah ke lain hati. Lisanku memang berkata iya, tapi hatiku terus berkata tidak. Ia pun sodorkan beberapa media tentang wanita cantik dan selalu ingin membuatku melupakannya. Namun masih saja, diri ini belum bisa seutuhnya. Hingga kontaknya pun masih kusimpan dengan alasan " Kita tidak tahu Bro rezeki kita ada dimana. Bisa jadi ada pada orang yang pernah hadir dan menghilang dalam hidup kita ".