Sayang, tuntutan bekerja dengan waktu yang tidak menetap membuatku harus menahan hasrat ini untuk selalu menatap senyuman nya. Namun aku begitu bersyukur, telah menikmati keindahan ciptaan Tuhan yang hadir dalam dirinya.
Awalnya dengan langkah seribu ragu dan seribu malu aku ingin mendekatinya. Tapi perlahan dia lah yang membawaku untuknya. Tak gengsi, senang bercanda dan cekatan membuatku perlahan luluh. Lelah ku dalam bekerja dibayar lunas dengan semua yang ia berikan.
Hari - hari kulewati bersamanya. Tak terasa di penghujung minggu tugasnya telah selesai. Diriku dilanda kebingungan tentang apa yang harus kuberikan sebagai tanda syukur bertemu dengannya. Masih dalam keraguan yang sama, untuk diriku bertukar nomor telepon dengannya. Akhirnya ku ungkapkan perasaan gelisah ku lewat beberapa lembar kertas. Memang harus ku akui kalau setiap pertemuan pasti ada sebuah perpisahan.
Dibalik jeruji rindu ini, ku menunggu pesan singkat darinya. Dia pun menjawab dan memberi nomor pribadinya. Dimulai lah diriku terlibat dalam obrolan ringan sambil tersenyum melihat dirinya penuh dengan kerinduan saat praktik kerja lapangan. Bagaimana tidak, dirinya sangat ingin kembali tertawa bersamaku, Pak Iwan, Kak Wenny dan rekan - rekan lainnya.
Suasana kebersamaan yang jarang ia dapatkan. Aku sempat berbalut penyesalan ketika dia pergi mengunjungi ku, tetapi aku tidak sempat hadir untuknya karena kesibukan dengan pekerjaan ku. Dia menanyakan hal itu, yang meyakinkan hati ini kalau dia benar-benar rindu. Seketika hatiku tertegun dan benar-benar tidak menyangka bisa merasakan hal yang tidak pernah dirasakan sebelumnya.
Harap maklum he.. he.. he..
Kisah asmara yang penuh dengan kepalsuan telah aku rasakan sebelumnya, yaitu cinta bertepuk sebelah tangan. Biarlah waktu yang mengubah semuanya.
Timbul Harapan, Awal Sebuah Hubungan
Di suatu hari, sebuah video ia kirimkan lewat pesan singkat. Bermodalkan aplikasi karaoke di sosial media dan speaker dengan alunan lagu Halu, karya Feby Putri dia nyanyikan untukku. Meskipun berdurasi singkat, video itu berhasil membuat hatiku terpikat. Aku tahu kala itu dia malu untuk mengungkapkan kalau dia lah yang punya suara itu. Tapi setelah ku dengar berulang kali, aku yakin itu adalah suara miliknya. Dalam hati ku berkata " Ciee yang malu - malu "
Sampai suatu saat tersurat kabar yang membuat heboh seluruh dunia bahwa terjadi wabah di negeri Tirai Bambu. Pada awalnya kukira itu hanya wabah lokal saja. Namun fakta berkata lain. Wabah itu di cap oleh badan kesehatan dunia sebagai pandemi global.
Beberapa Minggu setelah kabar itu mengusik ketenangan ku, tersiar kabar bahwa Indonesia sudah positif virus pandemi tersebut. Menjadi alarm, menjadi tamparan, menjadi daya kejut buat diri ini untuk selalu mawas diri. Perlahan tapi pasti, rumah2 ibadah diseluruh dunia tutup. Akses perbatasan antar negara, pabrik - pabrik, tempat wisata dan cafe tutup. Termasuk tempatku mencari nafkah yaitu perhotelan juga ikut terdampak hingga harus mengistirahatkan sebagian besar karyawannya.
Timbul kekhawatiran ku terhadap dirinya. Sempat harus terjebak dalam situasi diluar kendali, membuat ku harus putus komunikasi sejenak. Syukur 10 hari setelahnya kami kembali saling berkomunikasi satu sama lain dan ia memberitahu bahwa dia sudah pulang ke kampung halamannya, yaitu desa kecil bernama Seburing.