“Katanya kamu sering bantuin Naura, sering nemenin dia pergi, sering nganterin dia kesana kesini. Maaf ya kalo Naura sering banget ngerepotin kamu,” sambungnya.
“Ga apa-apa kok om, justru Reksa yang banyak dibantu sama Naura. Ketika ada tugas yang ga bisa diberesin, Naura yang bantuin. Ketika lagi sedih, Naura selalu ngasih semangat, kata-katanya selalu pas dengan kondisi. Ketika lagi Naura selalu hadir, selalu ada. Naura udah berasa kaya saudara sendiri om,” jelasku.
Ayahmu tersenyum.
Hening.
Suara jam kembali mengisi kesunyian.
“Kami tahu kami salah, tapi kami harus ngasih tahu ini sama kamu,” kata ayahmu.
“Kasih tahu soal apa om?” tanyaku.
Ayahmu menghela napas, cukup berat. Kemudian saling menatap dengan ibumu, seolah memberi isyarat akan sesuatu. “Naura udah ga disini lagi,” kata ayahmu.
“Maksudnya, Naura pindah om?” tanyaku bingung.
“Naura udah gaada.”
Aku terdiam, bingung, mencoba mencerna yang sedang terjadi.