Mohon tunggu...
Eka Kurnia Chrislianto
Eka Kurnia Chrislianto Mohon Tunggu... Pengacara - Lawyer

Advocate, Lawyer, Legal Consultant, Corporate Lawyer, Civil Law Lawyer, Land and Property Law, Marital, Divorce Dissolutions, and Inheritance Law, Criminal Law, etc. Kunjungi juga: https://kumparan.com/eren-jager dan https://zefilosofi.medium.com/

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Pro Kontra Perkawinan Beda Agama, Begini Aturannya

25 Maret 2022   22:02 Diperbarui: 25 Maret 2022   22:12 3542
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pasal 34 UU Adminduk menyatakan:

"Perkawinan yang sah berdasarkan ketentuan Peraturan Perundang-undangan wajib dilaporkan oleh Penduduk kepada instansi Pelaksana di tempat terjadinya perkawinan paling lambat 60 (enam puluh) hari sejak tanggal perkawinan."

Selanjutnya, Pasal 35 huruf a UU Adminduk menyatakan:

"Pencatatan perkawinan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 berlaku pula bagi: perkawinan yang ditetapkan oleh Pengadilan,"

Penjelasan Pasal 35 huruf a UU Adminduk menyatakan:

"Yang dimaksud dengan "Perkawinan yang ditetapkan oleh Pengadilan" adalah perkawinan yang dilakukan antar-umat yang berbeda agama."

Ketika Pasal 34, Pasal 35 huruf a, dan Penjelasan Pasal 35 huruf a UU Adminduk dibaca bersamaan, maka dapat disimpulkan bahwa perkawinan beda agama dan kepercayaan adalah perkawinan yang "sah" sehingga dapat dicatatkan, sepanjang dilakukan dengan penetapan pengadilan.

Ada beberapa pendapat hakim-hakim yang menyatakan bahwa perkawinan beda agama dan kepercayaan dapat dilakukan seperti dalam Penetapan Nomor 112/Pdt.P/ 2008/PN.Ska, Penetapan Nomor 156/Pdt.P/2010/PN.Ska, Penetapan Nomor 04/Pdt.P/2012/PN.MGL, Penetapan Nomor 198/Pdt.P/2013/PN.Lmj, Penetapan Nomor 210/Pdt.P/2013/PN.Jr, Penetapan Nomor 772/Pdt.P/2013/PN.Mlg, Penetapan Nomor 12/Pdt.P/2022/PN.Ptk, dan Putusan Mahkamah Agung Nomor 1400K/PDT/1986, alasan yang secara umum digunakan adalah sebagai berikut:

  1. Bahwa UU Nomor 1/1974 tidak mengatur bahwa perkawinan beda agama dan kepercayaan merupakan suatu larangan perkawinan. Ketentuan Pasal 2 ayat (1) UU Nomor 1/1974 tidak dapat dijadikan sebagai dasar untuk melarang perkawinan beda agama dan kepercayaan karena ketentuan tersebut hanya berlaku terhadap perkawinan antara dua orang yang memeluk agama yang sama;
  2. Bahwa dengan diajukannya permohonan ke Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil, maka Pemohon telah berkehendak untuk tidak melangsungkan perkawinan berdasarkan agamanya sehingga ia dianggap telah menghiraukan status agamanya;
  3. Bahwa Pasal 27 dan Pasal 28B ayat (1) UUD 1945 yang menetapkan bahwa setiap orang berhak untuk membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah dan Pasal 29 UUD 1945 yang menyatakan bahwa negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing;
  4. Bahwa Indonesia memiliki masyarakat yang plural sehingga perkawinan beda agama dan kepercayaan merupakan suatu peristiwa yang sangat mungkin terjadi. Akan tetapi, satu-satunya undang-undang yang mengatur mengenai perkawinan, yaitu UU Nomor 1/1974 tidak secara tegas mengatur mengenai perkawinan beda agama dan kepercayaan sehingga terjadi kekosongan hukum sehingga perlu dilakukan suatu penemuan hukum oleh hakim.

Khusus untuk Putusan Mahkamah Agung dalam Putusan Nomor 1400K/PDT/1986 kembali menyatakan dan menegaskan bahwa Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan tidak mengatur perkawinan antaragama sehingga terdapat kekosongan hukum. Akibat kekosongan hukum tersebut mengakibatkan penyelundupan penutupan nilai-nilai sosial, agama, maupun hukum-hukum positif.

Bahwa menurut putusan Mahkamah Agung a quo, permohonan kasasi tersebut diajukan oleh Andy Voni Gani P. bermaksud melangsungkan perkawinan antaragama di Kantor Catatan Sipil (KCS) dengan Andrianus Petrus Hendrik Nelwan, akan tetapi KCS menolaknya dengan alasan tidak ada dasar hukumnya.

Melalui putusan Mahkamah Agung tersebut, Mahkamah Agung memerintahkan KCS untuk memasukkan pernikahan dan mencatat perkawinan dari Pemohon dan calon pasangannya karena di masa depan akan banyak permasalahan hukum terkait perkawinan antar agama.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun