Mohon tunggu...
Eka Kurnia Chrislianto
Eka Kurnia Chrislianto Mohon Tunggu... Pengacara - Lawyer

Advocate, Lawyer, Legal Consultant, Corporate Lawyer, Civil Law Lawyer, Land and Property Law, Marital, Divorce Dissolutions, and Inheritance Law, Criminal Law, etc. Kunjungi juga: https://kumparan.com/eren-jager dan https://zefilosofi.medium.com/

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Pro Kontra Perkawinan Beda Agama, Begini Aturannya

25 Maret 2022   22:02 Diperbarui: 25 Maret 2022   22:12 3542
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mencermati batang tubuh Undang-Undang Perkawinan adalah menyantap ketentuan awal, yakni Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang memberikan definisi tentang perkawinan yang intinya menegaskan bahwa:

"Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Mahaesa."

Definisi ini diberikan oleh pembentuk undang-undang yang diharapkan sebagai pembakuan pengertian tentang perkawinan, menyoalkan definisi, jika dibandingkan dengan pengaturan perkawinan di dalam KUHPerdata.

Ketentuan awalnya justru tidak berisi pemberian definisi perkawinan tetapi malah menegaskan bahwa Lembaga perkawinan hanya dilihat dari segi perdatanya saja. Ini dapat disimak pada Pasal 26 KUHPerdata yang menyatakan:

"Undang-undang memandang soal perkawinan hanya dalam hubungan-hubungan perdata,"

Bagaimana Pengaturan Perkawinan Beda Agama di Indonesia?

Sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, pada zaman Pemerintahan Kolonial Hindia Belanda berdasarkan Pasal 131 Jo. Pasal 163 IS (Indische Staatsregeling), penduduk Hindia Belanda kala itu dibagi menjadi 3 (tiga) golongan besar yakni Eropa, Pribumi, dan Timur Asing yang tunduk pada aturan Keperdataan yang berbeda-beda.

Gologan Eropa dikuasi oleh Hukum Eropa sebagaimana diatur dalam BW (Burgerlijk Wetboek voor Indonesie) atau yang dikenal dengan KUHPerdata.

Sedangkan, Pribumi tunduk pada Hukum Adat, lalu Timur Asing tunduk pada KUHPerdata Sebagian juga tunduk pada Hukum Adat mereka.

Berdasarkan kondisi tersebut, potensi masalah pun akan muncul yang kemudian dikenal dengan Perkawinan Campuran, sehingga aturan itu pun kemudian diatur dalam Gemengde Huwelijken Reglement / Regeling op de Gemengde Huwelijken (G.H.R) yang mana Adapun jenis perkawinan campuran yang dimaksudkan adalah:

  1. Perkawinan yang para pihaknya berbeda golongan;
  2. Perkawinan yang para pihaknya berbeda kewarganegaraan;
  3. Perkawinan yang para pihaknya berbeda regio;
  4. Perkawinan yang para pihaknya berbeda Hukum Adat mereka;
  5. Perkawinan yang para pihaknya berbeda agama.

Mengingat dalam perkawinan campuran itu calon mempelainya tundak pada hukum yang berbeda, maka timbul pertanyaan hukum mana yang akan diberlakukan (applicable law)?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun