Dubai: Kota Tersukses & Termegah di Dunia
Meskipun dulunya Dubai hanyalah padang pasir yang gersang tapi sekarang kota metropolitan di Uni Emirat Arab ini dianggap sebagai salah satu kota tersukses di dunia, karena Dubai memiliki bangunan-bangunan yang megah dan super mewah.Â
Citra Dubai selama ini yang disorot oleh media adalah sebagai kota yang dipenuhi orang-orang kaya, kota elit, dan kotanya para sultan yang penuh dengan kemewahan di dalamnya.Â
Tapi apakah kalian tahu  bahwa di balik semua kemewahan yang dimiliki, teryata banyak sisi lain dari Dubai yang membuat orang yang mendengarnya menggelengkan kepala.Â
Penasaran apa saja sisi gelap Dubai yang jarang diketahui dunia? Langsung saja kita bahas, inilah beberapa sisi gelap Kota Dubai yang jarang terekspos:
Diskriminasi Pekerja
Dubai adalah kota megah yang penuh dengan inovasi-inovasi teknologi yang canggih di kota ini banyak pekerja yang didatangkan dari negara lain, untuk membantu pemerintah Dubai mencapai target pembangunan mereka.Â
Sayangnya hal ini memunculkan tindakan diskriminasi, terhadap para pekerja oleh warga Dubai.
Sempat beredar kabar bahwa para pekerja sering diharuskan pulang dan berangkat kerja naik truk, dari tempat tinggal mereka yang sudah disiapkan khusus oleh pemerintah semacam asrama yang berjarak 1 Km dari Kota Dubai.Â
Jadi kesannya seperti pemerintah Dubai tidak mau ada pekerja yang tinggal di wilayah kota mereka, demi menjaga kenyamanan warga Dubai para pekerja di sana kini diantar jemput menggunakan bus.Â
Selain itu para pekerja juga dipaksa mematuhi peraturan-peraturan yang tidak manusiawi, dengan jam kerja dari pagi sampai malam dan gaji yang sangat kecil.Â
Pete Pattison Jurnalis The Guardian menjelaskan bahwa penjaga keamanan, petugas kebersihan, sampai staf perhotelan di Dubai Expo 2020 lalu banyak yang dipekerjakan secara paksa atau bekerja tanpa dibayar.Â
Ini berdasarkan laporan dari Equidem (organisasi hak asasi buruh internasional) tahun 2020, pekerja migran yang dipekerjakan di pameran-pameran internasional UEA, menyatakan bahwa mereka dipaksa membayar biaya perekrutan ilegal agar tetap bisa bekerja.Â
Selain itu mereka juga mengalami tindakan rasisime, gaji mereka sering ditahan, mereka juga bercerita jika melawan atau protes paspor mereka disita dan mendapat berbagai ancaman lainnya.
Â
Pelanggaran HAM
Selama beberapa tahun belakangan ini Dubai terus berusaha berkembang dan menyaingi Amerika Serikat dalam segi ekonomi, namun sayangnya dalam hal Hak Asasi Manusia pemerintah Dubai masih terkesan acuh.Â
Korban-korbannya adalah pekerjaimigran seperti yang dijelaskan di poin sebelumnya, perempuan, dan orang-orang LGBT, tanpa bermaksud membenarkan kelompok tersebut.Â
Salah contoh adalah seorang perempuan bernama Zara Jayne yang mengalami tindak pemerkosaan di Dubai, bukannya dibela dan diadili dengan baik malah dirinya yang dipenjara dengan tuduhan melakukan hubungan seks di luar nikah.Â
Lebih mirisnya lagi adalah kedua pria yang menjadi pelaku pemerkosaan, malah dibebaskan begitu saja dengan alasan yang tidak jelas.Â
Mantan Direktur Ekskutif Human Rights Watch menjelaskan bahwa pada tahun 2021 lalu, PBB telah meneliti dan mencatat berbagai kasus pelanggaran HAM yang dilakukan oleh aparat keamanan di UEA.Â
Pemerintah UEA menolak mentah-mentah perwakilan organisasi internasional Hak Asasi Manusia dan pakar-pakar dari PBB, untuk datang ke negara mereka dalam rangka meneliti secara langsung mengenai isu ini.Â
Sejumlah Aktivis, Akademisi, dan Pengacara di sana ada yang dipenjara dalam waktu lama, dengan tuduhan yang tidak jelas kebanyakan dari mereka menyuarakan tentang kebebasan berekspresi dan berserikat.
Ahmed Mansoor  seorang Aktivis HAM yang terkenal di UEA, pada 29 Mei 2018 dipenjara bahkan ditempatkan di sel isolasi selama 4 tahun lamanya.Â
Sebelumnya bahkan hukuman yang diberikan pengadilan kepadanya adalah 10 tahun penjara, laporan kasus penganiayaan Ahmed oleh seorang petugas keamanan penjara ditutup-tutupi dan baru muncul ke publik pada 2021.
Kemiskinan & Pemukiman Kumuh
Meskipun Dubai adalah kota yang dipenuhi dengan gedung-gedung pencakar langit yang mewah tapi nayatanya masih banyak warga-warga di sana yang hidup miskin, seperti kota-kota besar di negara lain di pinggiran kota Dubai masih terdapat daerah-daerah kumuh.Â
Sebuah pemukiman yang padat dan kotor dihuni oleh para pekerja serabutan kelas bawah, karena pemerintah Dubai berusaha menyembunyikan hal ini dengan mensponsori media-media digital, untuk mengekspos dan mempromosikan Dubai ke mata dunia dengan tampilan kota-kota mewahnya saja.Â
Tim Reporter Adventure Archie pernah meliput daerah kumuh ini, kemudian dijadikan sebuah video dokumentasi dan sampai sekarang masih bisa ditonton di Youtube.Â
Di sana mereka menjumpai sekitar 150.000 pekerja dari berbagai negara mulai dari Cina, Bangladesh, Pakistan, sampai India mereka mengaku awalnya dijanjikan tempat tinggal yang layak dan makanan gratis.Â
Yevinma Jurnalis Pride Dubai menjelaskan, pemukiman kumuh di Dubai disebut dengan istilah 'pemukiman informal' artinya pemukiman yang dibangun tanpa izin secara hukum.Â
Pemukiman ini terletak di pinggiran kota dan merupakan rumah bagi warga berpenghasilan rendah, sebagian besar orang-orang yang tinggal di sini adalah pekerja migran (luar negeri).Â
Salah satu penyebab munculnya daerah kumuh di Dubai adalah biaya hidup yang tinggi, meski selama ini Dubai terkenal dengan kekayaan dan kemewahan biaya hidup di sana juga sangat tinggi.Â
Hal ini menyulitkan masyarakat berpenghasilan rendah, khusunya pekerja migran yang harus mencari tempat tinggal dengan harga terjangkau dengan gaji mereka yang sangat sedikit.
Diskriminasi Gender
Di negara-negara maju uumumnya kesetaraan gender sudah diterima dengan baik dan dipahami oleh warga ataupun pemerintahnya, tapi lain cerita  dengan Dubai dimana putri penguasa kota ini  Sheikh Mohammed bin Rashid yang bernama Latifa hidup dalam kondisi memprihatinkan.Â
Pada tahun 2018 lalu ia sempat berusaha melarikan diri, dengan tuduhan kepada sang ayah bahwa telah memperlakukannya semena-mena.Â
Sampai sekarang belum ada informasi valid tentang tindakan apa yang dilakukan penguasa Dubai itu kepada putrinya, singkat cerita Putri Latifa melarikan diri dari istana dan berusaha mencari perlindungan politik maupun hukum.Â
Namun sayangnya itu semua tidak berhasil, karena tidak ada satupun politisi atau pengacara yang berani melindunginya dari Sang Penguasa Dubai itu.Â
Pada akhirnya Sang Putri Dubai itu dipenjara karena tidak patuh dengan perintah Raja, anak perempuannya sendiri saja tega diperlakukan seperti itu bayangkan bagaimana dengan perempuan-perempuan lain?.Â
Jurnalis EXPATICA.com Valentine Marie menjelaskan bahwa data tentang hak-hak perempuan di UEA, seringkali bertentangan negara ini menempati posisi pertama, sebagai negara paling menjunjung tinggi kesetaraan gender di Kawasan Teluk Arab.Â
Namun secara global UEA masih berada di peringkat ke-49 di dunia, kaum perempuan di negara ini memang memiliki hak yang sama di mata hukum dengan kaum laki-laki tapi tetap saja mereka tidak mendapat perlindungan, apabila diperlakukan tidak adil oleh anggota keluarga atau walinya.Â
Contohnya perempuan di sana bisa memilih bekerja/berkarir, mengemudi sendiri, dan mengejar pendidikan, namun itu semua tidak akan bisa didapatkan apabila tidak disetujui oleh wali atau orang tua mereka.
Masalah Lingkungan
Tidak hanya negara kita Indonesia yang punya masalah dalam polusi udara tapi Dubai juga menempati salah satu posisi yang tinggi dalam kategori kota paling berpolusi di dunia, Dubai menempati peringkat ke-13 kota paling berpolusi di dunia berdasarkan data dari IQAir.Â
Bahkan lebih tinggi dari Jakarta yang hanya menempati peringkat ke-28, skor polusi udara di kota para sultan ini mencapai angka 95 dengan polutan utama PM 2.5.Â
Angka sebesar itu termasuk ke dalam udara yang tidak sehat untuk dihirup oleh manusia, banyak wilayah di Dubai yang udaranya sangat tidak sehat bahkan berbahaya bagi kelompok rentan, seperti lansia atau orang dengan penyakit asma.Â
Liz Alderman Jurnalis The New York Times menjelaskan bahwa masalah paling mendasar dari Dubai adalah sistem pengolahan limbah, penyediaan air bersih, hingga konsumsi bahan bakar minyak dan listrik untuk membangun proyek-proyek besar.Â
Menurut Profesor Jean-Franois Seznec dari Universitas Georgetown Washington, pertumbuhan Dubai memang sangat pesat dan luar biasa namun masyarkatnya mengabaikan lingkungan.Â
Baik pemerintah maupun pengelola swasta, terlalu mengutamakan bisnis membangun sebabyak-banyaknya gedung-gedung tinggi dan super mewah.Â
Untuk dijual ke pihak luar negeri atau disewakan menjadi hotel atau apartemen agar meningkatkan income negara, namun tidak mempertimbangkan resiko rusaknya kualitas udara dan terbatasnya suplai air bersih.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H