Semua usulan itu pada dasarnya memiliki satu tujuan yang sama, yakni agar pelaku jera sehingga tidak mau mengulangi perbuatan jahatnya itu.Â
Dari sini bisa dilihat bahwa masyarakat Indonesia memiliki perspektif hukuman Retribution untuk semua pelaku kejahatan, pertanyaannya apakah cara hukuman seperti ini efektif dan adil?.Â
Kenyataannya memenjarakan atau menghukum mati pelaku kejahatan tidak memberikan manfaat apa-apa bagi korban maupun masyarakat, cara hukuman Retribution bahkan bisa menjadi tidak berguna.Â
Karena tidak bisa mengubah kejadian masa lalu atau memperbaiki masa depan, jadi cara ini hanya untuk memuaskan emosi jangka pendek pihak korban yang merasa tersakiti karena kejahatan yang dilakukan pelaku.Â
Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman menyatakan, bahwa hukum memang tidak selalu berarti adil karena di dalam hukum itu sendiri terdapat kejahatan.Â
Dalam artikel di laman resmi MKRI Anwar menjelaskan Pasal 24 UUD 1945 yang menyebutkan, bahwa kekuasaan Hakim adalah kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan menegakan hukum dan keadilan.Â
Itulah yang membuat hukum tidak selalu berarti adil, karena kalimatnya jelas 'hukum dan keadilan' bukan 'hukum yang adil' jadi hukum dan keadilan adalah 2 hal yang berbeda.
Pesan Mahatma Gandhi
Terkait pembahasan ini Ahli Spritual sekaligus Politisi asal India Mahatma Gandhi pernah mengatakan 'sebaiknya manusia belajar menuntut keadilan, tanpa ada keinginan untuk balas dendam' apalagi di zaman modern seperti sekarang.Â
Jika dendam terus ditunut untuk dibalas manusia menjadi fokus kepada menghancurkan manusia lain, hukuman yang baik itu menjunjung tinggi prinsip membangun dan mengubah masyarakat agar menjadi lebih baik.Â
Bukan pelampiasan emosi atau balas dendam yang menghancurkan, hukuman Retribution dengan memberikan balasan setimpal dengan pelaku kejahatan, hanya akan berbuah kepuasan sesaat pada korban dan kehancuran bagi tersangka.Â