Jenis pinjaman ini umumnya digunakan untuk memenuhi kebutuhan operasional perusahaan contohnya seperti menyewa alat, upah tenaga kerja dan lainnya. Umumnya, pinjaman ini bisa ditemukan di bank terdekat. Umumnya, bank tidak sepenuhnya memberi pinjaman yang diajukan, hanya kurang lebih 70% dari total pengajuan. Sekarang jenis kredit ini juga sudah ada yang ditawarkan dalam bentuk pinjaman UMKM online.
4. P2P Lending
Menurut OJK di dalam peraturan OJK, P2P lending merupakan layanan keuangan pinjaman meminjam yang dilakukan oleh pemberi pinjaman dan penerima biaya. Peran dari P2P lending adalah menjadi penghubung antara pemberi pinjaman serta penerima biaya. Dengan inovasi teknologi, pengajuan pinjaman dan penyaluran pembiayaan menjadi sangat mudah. Selain itu, P2P lending sudah mengantongi izin dari OJK.
Berdasarkan data per Agustus 2022 yang dirilis oleh OJK, terdapat 238 LKM di Indonesia, dengan 81 diantaranya memiliki model bisnis LKM Syariah. Jumlah Lembaga Keuangan Mikro (LKM) yang tercatat di Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terus meningkat dari tahun ke tahun. Terdapat peningkatan 10,13% jumlah LKM dari tahun 2019 sebanyak 204 LKM mencapai 227 LKM di tahun 2020 jumlahnya sudah mencapai 227. Hingga kuartal ketiga 2022, terdapat 238 LKM di Indonesia.
Mengenal Lembaga Kredit Mikro
Seperti dikutip dari rubrik Sikapi Uangmu milik OJK, LKM adalah lembaga keuangan yang khusus didirikan untuk memberikan jasa pengembangan usaha dan pemberdayaan masyarakat, baik melalui pinjaman atau pembiayaan dalam usaha skala mikro kepada anggota dan masyarakat, pengelolaan simpanan, maupun pemberian jasa konsultasi pengembangan usaha yang tidak semata-mata mencari keuntungan.
Berdasarkan penjelasan tersebut, LKM memiliki tiga tujuan utama:
• Untuk meningkatkan akses pendanaan skala mikro bagi masyarakat,
• Untuk membantu peningkatan pemberdayaan ekonomi dan produktivitas masyarakat, dan
• Untuk membantu peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat terutama masyarakat miskin atau berpenghasilan rendah, sehingga dapat menjadi masyarakat yang berdaya.
》Landasan Hukum: UU Lembaga Keuangan Mikro & Otoritas Jasa Keuangan
Kegiatan usaha dan operasional LKM diatur dalam regulasi resmi yang tertuang melalui UU Lembaga Keuangan Mikro dan Peraturan Pemerintah. Lebih jauh lagi, LKM juga mendapat pengawasan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Berikut ini adalah landasan hukum Lembaga Keuangan Mikro:
- Undang-Undang Nomor 1 tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro (LKM).
- Peraturan Pemerintah nomor 89 tahun 2014 tentang suku bunga pinjaman atau imbal hasil pembiayaan dan luas cakupan wilayah usaha lembaga keuangan mikro.
- Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan (SEOJK) nomor 29/SEOJK.05/2015 tentang Laporan Keuangan Lembaga Keuangan Mikro.
- Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK):
- POJK nomor 12/POJK.05/2014 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga Keuangan Mikro.
- POJK nomor 13/POJK.05/2014 tentang Penyelenggaraan Usaha Lembaga Keuangan Mikro.
- POJK nomor 14/POJK.05/2014 tentang Pembinaan dan Pengawasan Lembaga Keuangan Mikro.
- POJK nomor 61/POJK.05/2015 tentang Perubahan atas Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 12/POJK.05/2014 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga Keuangan Mikro.
- POJK nomor 62/POJK.05/2015 tentang Perubahan atas Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 13/POJK.05/2014 tentang Penyelenggaraan Usaha Lembaga Keuangan Mikro.
Adanya izin dan pengawasan OJK menjadi jaminan yang dapat melindungi kepentingan konsumen. Sehingga, meskipun memiliki model bisnis yang unik, LKM tetap terjaga keamanannya. Kontribusi usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) diketahui konsisten dalam memberikan kontribusi terbesar terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia. Hal ini terlihat dari angka kontribusi UMKM sebesar 61 persen di tahun 2023. Meski begitu, Kepala Departemen Pengaturan dan Perizinan Inovasi Teknologi Sektor Keuangan, Aset Keuangan Digital, dan Aset Kripto Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Djoko Kurnijanto, mengatakan bahwa total pembiayaan perusahaan pembiayaan kepada UMKM di 2023 hanya sebesar 35,26 persen. Pembiayaan bank kepada UMKM itu hanya sekitar 20 - 21 persen dari portfolio kreditnya.
Dengan adanya angka tersebut membuktikan bahwa, Lembaga Jasa Keuangan (LJK) saat ini masih mengalami empat tantangan utama dalam menilai risiko kredit UMKM, antara lain:
1. Keterbatasan Data Keuangan dan Operasional untuk Dinilai oleh LJK
LJK mengalami beberapa kendala dalam menilai kelayakan konsumen atau UMKM seperti data yang kompleks, banyak, tidak seragam, kurang informasi, dan kurangnya Know Your Customer (KYC) dalam menilai bisnis, hal ini karena tidak semua UMKM berbentuk perusahaan, kadang kala usaha perorangan yang belum mengelola data keuangan dengan baik.