Singkong rebus dalam bungkusan hitam itu, adalah bekal yang wajib dibawa, setiap kali bapak mengajakku berjalan jauh meninggalkan rumah.
***
Lais, 2023.
Azan magrib baru beberapa jenak berkumandang. Ketika mataku terperangkap oleh sepotong gula aren yang disodorkan tepat di wajahku.
Istriku tersenyum menatapku.
"Aku pernah dengar cerita Bapak sebelum kita menikah. Mas suka melahap singkong dengan gula Aren saat berbuka, kan?"
"Eh!"
"Mas ingat isi bungkusan hitam yang dipeluk Bapak, dan baru bisa Mas lepaskan, saat jenazah Beliau akan dimandikan?"
"Singkong rebus, kan?"
"Dan setangkup besar gula aren, Mas! Tapi..."
Kalimat itu tiba-tiba terhenti di udara. Wajah itu segera terjatuh ke atas meja. Sepertinya, istriku masih mengingat lekat peristiwa hari itu.
Lima tahun lalu. Bapak bukan tertidur saat perjalanan pulang dari Daspetah menuju Lais. Tapi bapak pergi menyusul ibu dalam bisu.
Dan, ada satu rahasia yang kusimpan sejak lima tahun lalu.
Istriku tahu, di saku kiri celana bapak, kutemukan bungkusan plastik bening berisi segulung kecil daun nipah tanpa irisan tembakau.
Namun, istriku belum tahu, bahwa aku juga menemukan lagi bungkusan kecil di saku kanan celana Bapak. Tapi aku tahu. Sepuluh biji cabai rawit itu untukku.
Curup, 06.04.2023
Zaldy Chan