"Hari hujan, Mak! Selimut Mak terbuka."
Sedikit gugup, kutarik selimut menutupi tubuh Mak hingga sebatas dada. Tanpa suara, mata tua itu menatapku. Kemudian beralih menatap dinding. Jam bundar berlatar gambar Ka'bah, menunjukkan pukul tiga dini hari.
"Oh! Hampir subuh. Mak belum tahajud!"
Perlahan, tangan tua itu menyibak selimut di tubuhnya. Menggerakkan kaki ke pinggir ranjang. Tergesa mencari sandal, dan bergerak lugas ke kamar mandi.
Sebagai anak satu-satunya. Aku tahu, Mak pasti melakukan yang diinginkannya.
***
"Sudah bicara?"
"Sudah!"
Kau tersenyum. Kedua tanganmu memeluk lengan kiriku. Bagimu, bicara apapun tentang pernikahan adalah kebahagiaan. Satu-satunya penghalang kebahagiaan itu, bukan keputusanku. Namun, keberanianku. Berani bicara kepada Mak.
"Mak setuju, kan?"
Tak perlu kujawab tanyamu. Kali ini, tanganku menggenggam erat tanganmu. Kuajak kau duduk di susunan batu-batu besar pemecah ombak. Pantai Padang, sore itu dipenuhi orang-orang yang memburu senja.