Kau menghilang dari ruang tamu. Hanya sesaat, dan kembali dengan tisu dan sapu tangan berwarna putih. Sambil anggukkan kepala, kau ajukan padaku. Tak sengaja, mataku tertuju ke jari manis tangan kirimu. Telah satu tahun berlalu.
Tak lagi bersuara. Kuraih sapu tangan, mengusap wajah dan lenganku. Kau masih berdiri diam, memperhatikan gerak-gerikku. Kurasakan, senyuman tak ingin beranjak dari bibirmu.
"Kenapa sepi?"
"Ayah dan ibu pergi. Anak teman Ayah, ada yang nikah."
Aku mengenal nada bicaramu. Akupun mengenal cara menghindarmu. Kembali, kau biarkan aku sendiri di ruang tamu.
***
"Kenapa baru pulang?"
Langkahku terhenti. Amak sudah berdiri di depan pintu. Kukira, sejak tadi Amak menungguku. Jarum pendek dan jarum panjang pada jam di dinding terdiam di angka sepuluh. Bunyi butiran hujan, kuanggap sebagai jawaban.
Â
"Ganti bajumu! Temui Amak di ruang tamu."
Dua perintah yang tak mungkin dibantah. Perintah otakku, segera lakukan yang diinginkan Amak. Secepatnya. Dan bergegas. Dua kakiku bergerak menuju pintu kamar.