“Kau mau ke mana?”
Langkahku tertahan. Tak biasanya, Wak Narto menanyakan tujuanku, usai menikmati segelas kopi. Tapi berbeda, sore itu.
“Kenapa, Wak?”
“Mau bantu antarkan ini?”
Aku tersenyum. Dan mengerti saat melihat kertas kecil di tangan lelaki separuh baya itu. Wak Narto kedipkan mata kirinya, sambil menjejalkan kertas itu ke tanganku.
“Tapi, aku belum…”
“Ini alasan yang tepat! Gadis titipan pasti butuh kertas catatan di tanganmu itu!”
Butuh satu tahun kemudian, julukan gadis titipan itu berganti peran. Dan kertas catatan menjadi alasan. Tahun kedua, Alif lahir, dan menjadi temanmu di rumah.
***
“Mas buruan!”
“Hah?”
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!