“Rencananya. Tapi, cari bahan dulu!”
“Ngopi?”
“Boleh!”
Sekilas kubaca catatanmu, akupun mengenang kisah belasan tahun lalu. Saat Tante Ina, tetangga sebelah rumah, acapkali memintaku belanja ke pasar. Agar tak lupa, aku diminta mencatat daftar belanja. Dan, setiap kali selesai berbelanja, kudapatkan selembar lima ribuan dari Tante Ina.
“Mas! Anggaran gula-kopi dikurangi, ya?”
“Lah? Kemarin rokok. Sekarang…”
Perlahan kau berdiri dari bangku kayu tempat dudukmu. Tanpa suara, kau beranjak ke kamar tidur. Tak lama, kau kembali duduk di sisiku. Ajukan selembar kertas. Itu kertas tagihan listrik. Sesaat aku terdiam memperhatikan kertas itu. Aku menatapmu yang tersenyum.
“Naik lagi?”
***
Dulu, aku menjulukimu sebagai gadis titipan. Karena setiap pagi kau selalu hadir menitip kue di warung manisan sekaligus kedai kopi milik Wak Narto. Sesudah ashar, kau akan kembali. Mengambil uang hasil titipan.
Bilang Wak Narto, biasanya kau akan menghitung serta mencatat dengan rapi dan teliti hasil jualanmu. Itu jika aku tak ada di warung. Namun, jika aku ada, kau terburu-buru berlalu.