Mohon tunggu...
zaldy chan
zaldy chan Mohon Tunggu... Administrasi - ASN (Apapun Sing penting Nulis)

cintaku tersisa sedikit. tapi cukup untuk seumur hidupmu

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerpen | Pendakian Pertama

23 November 2019   12:59 Diperbarui: 23 November 2019   14:20 365
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Kita mendaki gunung, agar kita bisa melihat dunia ini terbentang luas. Bukan sebaliknya, agar dunia melihat kita." Tere Liye

"Itu kawah, Yah?"

"Iya. Kan, gunung api?"

"Ada dua?"

"Suatu saat, Ayah akan ajak Abang!"

Adzki tersenyum. Wajah cerah dan antusias tergambar jelas. Usianya jelang sebelas tahun. Baru kelas enam sekolah dasar. Matanya tak lepas dari layar komputer. Melihat unggahan beberapa temanku di facebook, tentang foto-foto perjalanan mendaki Bukit Kaba.

"Kenapa Ayah gak upload foto juga?"

"Untuk apa?"

Adzki terdiam. Tak berminat memberi jawaban. Ia mengerti nada itu.

***

Senin sore, sesudah sholat ashar. Kujemput Adzki di sekolah. Dari jauh, raut letih terpancar dari wajahnya. Namun tersenyum saat bertukar salam denganku.

"Hari ini terakhir ujian, kan?"

"Iya!"

Motorku begerak pelan keluar dari gerbang sekolah. Biasanya, akan terdengar kicauan Adzki di boncengan. Tentang pelajaran, kawan-kawan sekelas atau tentang guru-guru. Tapi tidak sore itu. Kukira, energinya terkuras, setelah satu minggu bertempur menjalani Ujian semester.

"Capek, Bang?"

"Hehe..."

"Minggu depan, Ayah dan teman-teman ke Bukit Kaba!"

"Hah?"

"Abang, ikut?"

"Ikut, Yah!"

Sepanjang perjalanan pulang, hingga sampai di rumah, tak ada topik pembicaraan yang lebih menarik bagi Adzki. Kecuali Bukit Kaba.

Sesudah sholat isya, Kuajak Adzki duduk di sampingku di hadapan komputer. Kubuka satu folder Bukit Kaba. Beberapa file menjelaskan tentang Karakteristik Bukit Kaba sebagai salah satu gunung dari dua gunung api yang terdapat di Rejang Lebong. Foto-foto serta beberapa berita kelalaian saat pendakian yang merenggut nyawa.

"Baca ini, Bang!"

"Semua? Banyak, Yah!"

"Satu malam, satu file!"

"Hehe..."

"Mulai besok. Abang ke sekolah jalan kaki!"

"Hah?"

"Anggap saja latihan!"

***

Selama hampir satu minggu. Antusias Adzki untuk mendaki Bukit Kaba, sudah menyebar di sekolah. Hal itu, disampaikan wali kelas Adzki, saat pengambilan rapor ujian semester.

"Adzki tahu semua tentang Bukit Kaba, Pak!"

"Haha..."

"Padahal, belum pernah naik, kan?"

"Insyaallah, besok Tadzah!"

Aku pernah merasakan antusias itu. Bagi anak laki-laki di Curup, mendaki Bukit Kaba adalah salah satu pembuktian sebagai seorang lelaki. Mencapai puncak di ketinggian 1938 mdpl atau 6.358 kaki itu, adalah kebanggaan seumur hidup. Tentunya, selain keterampilan membuat dan memainkan layang-layang.

***

Sejak pukul enam di pagi minggu, Adzki sudah bersiap. Pun, tak ada rasa sungkan menjadi anggota paling kecil, saat bergabung bersama teman-temanku di basecamp.

Pukul tujuh. Saat matahari mulai naik dan perkiraan jalur pendakian tak begitu licin. Sepuluh orang anggotaku, bersiap memulai pendakian.

"Cek lagi, isi ransel Abang!"

"Sudah, Yah!"

Rombongan kupecah menjadi tiga bagian. Kelompok pertama menjadi pemandu sekaligus pengatur ritme pendakian. Kelompok kedua pembawa logistik dan alat kesehatan sederhana. Kelompok ketiga termasuk aku, adalah penyisir jalan buat menjaga sekaligus perawat anggota jika kelelahan atau ada barang-barang yang ketinggalan.

Dua jam, menelusuri jalur ke puncak Bukit Kaba. Tak ada pertanyaan, pun tak ada keluhan yang keluar dari mulut Adzki. Dengan ceria dan santai, menikmati jalur setapak pendakian. Aku tertawa, melihat Adzki seringkali berpindah kelompok. Hingga menjelang puncak, bertahan di kelompok terakhir bersamaku.

Sesekali kudengar omelan tak jelas keluar dari mulut Adzki. Sambil memungut dan memasukkan ke dalam kantong plastik di tangannya. Bermacam botol plastik bekas minuman atau sampah bekas makanan ringan yang masih saja berserakan di sepanjang jalur pendakian.

Kukira, pengetahuan serta latihan berjalan kaki pergi dan pulang sekolah selama satu minggu, menjadi bekal yang bermanfaat untuk melakukan pendakian pertama baginya.

Cuaca cerah hari itu, adalah anugerah indah yang tak disadari oleh Adzki. Dengan tenang tanpa merepotkan orang lain, Adzki menikmati semua keindahan yang tersaji dari puncak Bukit Kaba. Kota Curup yang tampak dari kejauhan, Danau Mas yang terlihat seperti genangan air kala hujan. 

Namun sedikit raut cemas, kulihat saat rombongan bergerak menuju Kawah Mati dan Kawah Hidup. Asap putih dan bau belerang mulai tercium. Namun karena cuaca cerah, tak terlalu menyengat.

"Abang takut?"

"Bau belerangnya..."

"Ini! Basahkan, terus tutupi mulut dan hidung!"

Kulepas dan kuserahkan scrap-ku. Sambil menunjuk beberapa pendaki lain. Sambil tersenyum, Adzki melakukan dan meniru seperti yang dilakukan pendaki lain. Kuusap pelan kepalanya.

"Aman?"

Hanya anggukkan kepala, Adzki berjalan menyusul rombongan yang lain. Hingga perjalanan menikmati puncak Bukit Kaba berakhir di Tangga Seribu. 

Kubiarkan ia menikmati pendakian pertamanya. Agar menemukan sendiri jawaban dari semua pertanyaan yang dulu pernah ditujukan padaku.

***

Jelang maghrib, sampai di rumah. Kulihat tak ada keletihan di wajahnya. Saat berdua, merendam kaki di baskom kecil berisi air hangat bercampur garam. 

Cerita dan kesan pendakian pertama Adzki didengarkan oleh seisi rumah. Aku hanya tersenyum dan tertawa.

"Abang tahu, kenapa Ayah tadi selalu di belakang!"

"Eh? Kenapa?"

"Biar Oom yang di depan selalu bilang, tunggu Ayah dulu!"

"Haha..."

Aku berharap, suatu saat Adzki akan mengerti. Mendaki gunung tak perlu terburu-buru, dan bukanlah menaklukkan ketinggian. Tapi mengajarkan tentang ego, kebersamaan, keterbatasan, semangat dan keyakinan. Pun belajar cara berbagi, belajar cara merawat serta serta belajar cara mencintai.

"Nanti kita upload foto-foto di facebook, Bang!"

"Untuk apa, Yah?"

Curup, 23.11.2019

Zaldychan

[ditulis untuk Kompasiana]

Catatan :

Bukit Kaba adalah sebutan warga lokal untuk Gunung Api Kaba. Terletak di 15 Km dari Kota Curup. Kabupaten Rejang Lebong Propinsi Bengkulu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun