Sesekali kudengar omelan tak jelas keluar dari mulut Adzki. Sambil memungut dan memasukkan ke dalam kantong plastik di tangannya. Bermacam botol plastik bekas minuman atau sampah bekas makanan ringan yang masih saja berserakan di sepanjang jalur pendakian.
Kukira, pengetahuan serta latihan berjalan kaki pergi dan pulang sekolah selama satu minggu, menjadi bekal yang bermanfaat untuk melakukan pendakian pertama baginya.
Cuaca cerah hari itu, adalah anugerah indah yang tak disadari oleh Adzki. Dengan tenang tanpa merepotkan orang lain, Adzki menikmati semua keindahan yang tersaji dari puncak Bukit Kaba. Kota Curup yang tampak dari kejauhan, Danau Mas yang terlihat seperti genangan air kala hujan.Â
Namun sedikit raut cemas, kulihat saat rombongan bergerak menuju Kawah Mati dan Kawah Hidup. Asap putih dan bau belerang mulai tercium. Namun karena cuaca cerah, tak terlalu menyengat.
"Abang takut?"
"Bau belerangnya..."
"Ini! Basahkan, terus tutupi mulut dan hidung!"
Kulepas dan kuserahkan scrap-ku. Sambil menunjuk beberapa pendaki lain. Sambil tersenyum, Adzki melakukan dan meniru seperti yang dilakukan pendaki lain. Kuusap pelan kepalanya.
"Aman?"
Hanya anggukkan kepala, Adzki berjalan menyusul rombongan yang lain. Hingga perjalanan menikmati puncak Bukit Kaba berakhir di Tangga Seribu.Â
Kubiarkan ia menikmati pendakian pertamanya. Agar menemukan sendiri jawaban dari semua pertanyaan yang dulu pernah ditujukan padaku.