"Bukan! Mbok kira aku ini ndak bisa jatuh cinta karo manusia apa?"
"Tak kira kowe cuma bakal nikah sama buku. Wong kemarin kamu tidur sambil ngekep Bumi Manusia to?"
"Aku jatuh cinta sama Sulastri!"
Bruuuuh! Seno menyemprotkan kuah baksonya yang belum sempat ia telan tepat ke arahku.
"Sing nggenah?! Yang bener?!"
"Iya."
"Wah, sangar. Bangga aku. Tapi apa kowe yakin jatuh cinta sama Sulastri? Dia kan diincer sama satu sekolahan. Apa kowe siap kalau semisal tresnamu ndak kebales?
"Makanya, bantoni aku."
Dengan segala usaha kurayu Seno agar membantuku mendekati Sulastri. Seno akhirnya menyetujui, tapi dengan persyaratan. Syaratnya adalah setiap pulang aku harus membelikan Seno semangkuk bakso beserta es teh di Cak Mat, penjual bakso langganan kami. Kami bersalaman dan mengatakan "deal" bersama.
Hari-hari berikutnya aku dan Seno memikirkan bagaimana cara mendekati Sulastri. Seno memberikan saran-sarannya dan aku mencatat setiap saran dari Seno untuk nantinya kupertimbangkan berhasil tidaknya rencana tersebut. Sampai tiba suatu kejadian tak mengenakkan.
"Wes to, ayo manut. Nurut saja sama Seno Kusumo," kata Seno sewaktu kami ingin mencoba salah satu cara agar aku dan Sulastri dekat.