Adapun cara mempraktikan hal tersebut:
a. Mengendalikan Naluri
Naluri agresif harus dikelola melalui disiplin diri dan kesadaran akan dampak jangka panjang dari tindakan kekerasan.Â
b. Mengembangkan Empati
Empati adalah kunci untuk mengubah perilaku destruktif menjadi konstruktif. Memahami perspektif orang lain membantu mengurangi konflik.Â
c. Melatih Mindfulness
Kesadaran penuh (mindfulness) membantu individu untuk mengenali dan mengendalikan dorongan emosional yang dapat memicu kekerasan.Â
Pemikiran tentang "Ahimsa" atau non-kekerasan ini berakar dari ajaran yang mendalam tentang cinta, welas asih, dan kebenaran universal. Dalam praktiknya, ahimsa bukan hanya sebatas menghindari kekerasan fisik, tetapi juga menghapus kebencian, dendam, atau niat buruk terhadap sesama.
Konsep ini menegaskan bahwa:
Musuh dan Kawan adalah Ilusi
Dalam pandangan ahimsa, dikotomi antara kawan dan lawan tidak relevan. Semua orang dipandang sebagai bagian dari keluarga besar manusia. Lawan bukanlah seseorang yang harus dihukum, tetapi yang perlu diyakinkan dengan kebenaran dan keadilan.Penderitaan untuk Kesadaran
Dalam beberapa kasus, ahimsa membolehkan seseorang menghadapi konsekuensi dari perbuatannya sendiri (tanpa balas dendam) agar mereka menyadari kesalahan dan kembali ke jalan kebenaran. Ini adalah bentuk cinta yang tidak egois, karena tujuannya adalah pemurnian diri dan pertumbuhan spiritual, baik bagi pihak yang menderita maupun pihak yang memaafkan.Transformasi melalui Welas Asih
Dengan tidak membalas kebencian dengan kebencian, melainkan dengan cinta, ahimsa memberikan ruang bagi transformasi pribadi dan hubungan yang lebih baik. Dalam banyak kasus, sikap ini menciptakan perubahan yang jauh lebih besar dibandingkan dengan hukuman atau kekerasan.
Pemikiran ini mirip dengan ajaran Mahatma Gandhi, yang menjadikan ahimsa sebagai inti dari perjuangan tanpa kekerasan. Bagi Gandhi, non-kekerasan adalah wujud cinta paling murni, yang mampu menaklukkan hati lawan dan membawa perubahan sejati.