Bagaimana Kasus Korupsi e-KTP Terjadi?
Analisis Teori CDMA (Robert Klitgaard)
Menurut Klitgaard, korupsi terjadi karena kombinasi Monopoli, Diskresi, dan minimnya Akuntabilitas. Rumusannya adalah:
Corruption = Monopoly + Discretion -- Accountability
1. Monopoli
Dalam kasus e-KTP, monopoli terlihat dari keterlibatan pejabat pemerintah dan anggota DPR yang memiliki kekuasaan eksklusif untuk menentukan pelaksanaan proyek. Proses tender dikuasai oleh konsorsium yang telah diatur sebelumnya, sehingga persaingan sehat tidak terjadi.Â
Monopoli kekuasaan dalam kasus korupsi e-KTP terjadi karena struktur birokrasi dan politik yang tidak transparan. Pada proyek ini, Kementerian Dalam Negeri, sebagai lembaga pengelola, memiliki kewenangan penuh untuk menentukan spesifikasi teknis dan administrasi proyek e-KTP.Â
Selain itu, konsorsium yang memenangkan tender adalah pihak yang sudah diatur sejak awal untuk menerima proyek ini. Situasi ini menunjukkan tidak adanya persaingan yang sehat di antara para penyedia jasa, karena prosesnya telah "diarahkan" oleh oknum pejabat.
Proyek sebesar ini membutuhkan pelibatan lebih banyak pemangku kepentingan, seperti lembaga independen, untuk memastikan bahwa prosesnya transparan. Namun, kekuasaan penuh yang dimiliki oleh beberapa individu menciptakan kondisi monopoli yang menjadi akar masalah. Ketiadaan kompetisi memberi ruang untuk memaksimalkan keuntungan pribadi tanpa pengawasan yang memadai.
Selain itu, monopoli tidak hanya terkait dengan penentuan konsorsium, tetapi juga muncul dari dominasi politik anggota DPR yang terlibat dalam penganggaran. Setya Novanto, sebagai Ketua DPR saat itu, memanfaatkan posisinya untuk mengatur alokasi anggaran dan pembagian uang suap kepada pihak-pihak lain yang terlibat.
2. Diskresi:
Diskresi pejabat terlihat dalam keputusan penunjukan vendor proyek e-KTP tanpa melalui proses evaluasi yang transparan. Pejabat seperti Irman dan Sugiharto menggunakan kewenangannya untuk memfasilitasi penggelembungan anggaran dan menerima suap.